BAB 3 Sistem Pengetahuan Suku Mandar

Sistem Pangetahuan
          Sistem pengetahuan suku mandar berbeda-beda menurut pengaruh lingkungan alam dan kebutuhan yang dirasakan, berhubungan dengan kehidupan dan penghidupan dalam suatu lingkup masyarakat. Seperti halnya dengan sebagian besar masyarakat yang ada di berbagai daerah di Indonesia, masyarakat Mandar juga percaya tentang hari-hari baik dan buruk, tentang “alamata atau tanda-tanda yang diperlihatkan flaura dan fauna, tentang anggota tubuh manusia, juga ramuan-ramuan obat tradisional.
Aktivitas Sosial dan Publik.
            Memancing ikan
Aktifitas warga masyarakat Mandar yang cukup menarik untuk dinikmati adalah aktivitas tradisional dalam mencari nafkah di laut maupun di sungai. Mulai dari memancing ikan, atau sekedar mendayung lepa-lepa, untuk menambang pasir di sungai Mandar.

         Penyadap dan Penanggul Nira
Penyadap nira adalah salah satu dari beragam aktivitas warga yang cukup menarik untuk disimak dan banyak diminati oleh masyarakat Mandar. Utamanya yang tingal di wilayah pedalaman. Bagi warga penyadap nira, selain langsung menjajakan nira untuk diminum, tidak jarang pula mereka langsung meraciknya sebagai bahan dasar pembuatan gula merah khas Mandar. Dengan terlebih dahulu melalui beberapa tahapan. Yang tidak kalah menarik pada aktivitas ini adalah proses pembuatannya yang masih tradisional, mulai dari pembuatan manisan, hingga ke pencetakan dan proses pengeringannya.
       Anyaman Kombu
Salah satu aktivitas masyarakat Mandar, yang juga menarik untuk diamati adalah pengrajin anyaman kombu. Biasanya kombu difungsikan sebagai wadah untuk buah-buahan langsat dan buah-buahan lainnya. Yang mebedakan kombu dengan kerajinan anyaman lainnya terletak pada bahan dasarnya yang diambil dari daun nipa dan palem yang berukuran besar.
      Penenun Sarung Sutera Mandar
Yang menarik dari aktivitas penenun sarung sutera Mandar ini adalah bahwa ada pemahaman leuhur Mandar yang menyebut, tidak lengakp seorang gadis Mandar jika ia tidak bisa menenun yang cakap menenun sarung sutra Mandar juga sering dimaknai sebagai symbol kesetiaan.
           Pemikul Makanan Kambing
Aktivitas pemikul maknanan kambing sebagai salah satu aktivitas rutin masyarakat Mandar di daerah pedalaman tentunya sangat menarik untuk diamati. Aktivitas mengambil makanan kambing dapat dijumpai di sore hari menjelang malam di sepanjang jalan. Ini suda sangat melekat pada denyut nadi kehidupan, mengingat banyaknya warga masyarakat yang bergelut dengan aktivitas memelihara kambing sebagai bagian dari aktivitas menambah penghasilan.
            Pemecah Kemiri
Yang menarik dari aktivitas pemecah kemiri adalah karena aktivitas ini rata-rata digeluti oleh kaum perempuan. Walau sesekali dibantu oleh kaum laki-laki. Dan seakan menjadi pengejewatahan dari konsep siwaliparry’ (saling bantu membantu), demi pengukuhan kehidupan ekonomi keluarga.
      Siwaliparry’
Hal lain yang sangat menarik dan cukup unik di Mandar adalah melekatnya konsep nilai siwliparry’. Konsep ini berangkat dari suatu pemahaman. Bahwa  ada kebersamaan dan kesetaraan antara perempuan dan lak-laki, dalam menafkahi kehidupan. Perempuan-perempuan Mandar, utamanya ibu-ibu rumah tangga, baik di wilayah pedalaman maupun di pesisiran, ikut membantu suaminya, dalam mengerjakan kegiatan yang bernilai ekonomi. Untuk medukung roda kehidupan perekonomian rumah tangga mereka.
Lihatlah perempuan-perempuan penambang pasir, penjemur gabah, pengambil makanan ternak dan pemikul air enau. Juga perempuan-perempuan pembuat gula aren, pembuat kasur kapuk, pemecah kemiri, dan perempuan pemintal tali. Mereka menjalani konsep siwaliparri’ sebagai sebuah nilai budaya leluhur orang Mandar. Dan akhirnya, pemandangan perempuan-perempuan Mandar yang bekerja, menajadi sesuatu yang sangat akrab, dalam keseharian.
Suku Mandar selain memiliki dan mengetahui beberapa pengetahuan atau kebudayaan yang berbeda mereka juga mempunyai suatu adat atau mitos yang diketahui secara turun temurun. Seperti, seorang laki-laki atau wanita suku Mandar sebelum ia menikah pada umumnya sering diberi bekal berupa pengetahuan tentang hidup berkeluarga, ciri-ciri wanita atau laki-laki yang membawa sial atau keuntungan-keuntungan, orang yang disinggung; membawa sial yang disebut patula-tula yakni selalu meninggal suami atau istrinya.
Suku mandar mempunyai pengetahun tentang tahi lalat, tanda yang disebut baba, yakni tanda yang berwarna merah atau hitam yang di bawah sejak lahir, bentuk tubuh dan sebagainya yang dianggap baik atau tidak baik. Mereka juga mengenal waktu, hari, bulan yang baik atau tidak baik.
1. Satu hal yang dapat dijadikan contoh adalah tahi lalat yang dalam bahasa Mandar tai lali yang terpola dalam pembagian sebagai berikut :
a) Jika terdapat di leher atau bahu (di tengah) menandakan bahwa wanita atau laki-laki terutama wanita selalu mujur dan tidak pernah kekurangan makan.
b) Wanita yang mempunyai tahi lalat di antara kedua alisnya, baik sekali dijadikan istri karena ia seorang yang membawa kemujuran.
c) Wanita, yang mempunyai tahi lalat di bawah lubang ludungnya tidak baik dijadikan istri.
d) Wanita yang mempunyai tahi lalat di bawah mata sering suka menangis.
e) Laki-laki yang mempunyai tahi lalat pada alat kelaminnya sering patula-tula (istrinya selalu meninggal).
f) Wanita yang ;mempunyai tahi lalat pada alat kelaminnya sering meninggal anaknya.
2. Mitos orang yang mempunyai baba :
a. Dan pusat ke atas pertanda baik.
b. Dan pusat ke bawah pertanda tidak baik.
1) Sifat dan kelakuan manusia suka marah ada garis di tengah ' dahi.
2) Bulu mata yang panjang cepat terharu.
3) Bulu yang dianggap baik, bulan Haji, bulan-Safar; bulan Maulid, Sa'ban, dan Zulhijjah.
4) Bulan yang dianggap tidak baik: bulan Tassifi, yaitu bulan antara Idul Fitri dan Idul Adha yakni Zulkaiddah. Suku Mandar sama halnya suku Bugis; mempunyai kepercayaan tentang waktu, maka di dalam melaksanakan upacaraperkawinan dan dipilih bulan dan hari yang baik. Seperti pada bulan Tassipi (Zulkaiddah) tidak ada orang yang melaksanaankan perkawinan, tetapi sebalilnya pada bulan Sya'ban, Zulhijjah, Safar, banyak yang melaksanakan perkawinan.
iii. Mitos burung hantu (karra) kalau berbunyi membawa alamat berbunyi satu kali panjang melewati hubungan, tanda akan melewati berita tidak baik.
iv. Kupu-kupu warna biasa masuk rumah tanda akan ada rezeki.
v. Cecak (sassak) berbunyi sedang mengobrol tanda setuju.
vi. Kucing (posa) yang ekornya bercabang, membawa banyak rezki dan baik dipelihara.
vii. Kucing (posa) mengusap mukanya tanda akan ada rezeki.
viii. Ular masuk rumah membawa kecelakaan.
ix. Ayam (manu') betina dengan betina berlaga tanda ada tamu.
x. Anjing (asu) melong-long tengah malam tanda melihat setan
Untuk upacara adat; sirih (pamera'), pinang (taduh), kelapa (anjoro), pisang (loka), tebu (pambe), daun pacar (lattigi) semua mengandung arti simbolis yang baik.
Untuk ramuan obat : yaitu sirih dan dikeke.


Sri Hastuty. 2008. Manusia Mandar. Pustaka Refleksi.
Mattulada, Prof. DR. HA. 1998. Sejarah, Masyarakat, dan Kebudayaan Sulsel, Hasanudin University Press.


0 Responses