Sistem Pangetahuan
Sistem pengetahuan suku mandar berbeda-beda menurut pengaruh lingkungan alam
dan kebutuhan yang dirasakan, berhubungan dengan kehidupan dan penghidupan
dalam suatu lingkup masyarakat. Seperti halnya dengan sebagian besar masyarakat
yang ada di berbagai daerah di Indonesia, masyarakat Mandar juga percaya
tentang hari-hari baik dan buruk, tentang “alamata atau tanda-tanda yang
diperlihatkan flaura dan fauna, tentang anggota tubuh manusia, juga
ramuan-ramuan obat tradisional.
Aktivitas Sosial dan Publik.
Memancing ikan
Aktifitas warga masyarakat Mandar yang cukup menarik
untuk dinikmati adalah aktivitas tradisional dalam mencari nafkah di laut
maupun di sungai. Mulai dari memancing ikan, atau sekedar mendayung lepa-lepa,
untuk menambang pasir di sungai Mandar.
Penyadap dan
Penanggul Nira
Penyadap nira adalah salah satu dari beragam aktivitas
warga yang cukup menarik untuk disimak dan banyak diminati oleh masyarakat
Mandar. Utamanya yang tingal di wilayah pedalaman. Bagi warga penyadap nira,
selain langsung menjajakan nira untuk diminum, tidak jarang pula mereka
langsung meraciknya sebagai bahan dasar pembuatan gula merah khas Mandar.
Dengan terlebih dahulu melalui beberapa tahapan. Yang tidak kalah menarik pada
aktivitas ini adalah proses pembuatannya yang masih tradisional, mulai dari
pembuatan manisan, hingga ke pencetakan dan proses pengeringannya.
Anyaman Kombu
Salah satu aktivitas masyarakat Mandar, yang juga menarik
untuk diamati adalah pengrajin anyaman kombu. Biasanya kombu difungsikan
sebagai wadah untuk buah-buahan langsat dan buah-buahan lainnya. Yang mebedakan
kombu dengan kerajinan anyaman lainnya terletak pada bahan dasarnya yang
diambil dari daun nipa dan palem yang berukuran besar.
Penenun Sarung Sutera
Mandar
Yang menarik dari aktivitas penenun sarung sutera Mandar
ini adalah bahwa ada pemahaman leuhur Mandar yang menyebut, tidak lengakp
seorang gadis Mandar jika ia tidak bisa menenun yang cakap menenun sarung sutra
Mandar juga sering dimaknai sebagai symbol kesetiaan.
Pemikul Makanan Kambing
Aktivitas pemikul maknanan kambing sebagai salah satu
aktivitas rutin masyarakat Mandar di daerah pedalaman tentunya sangat menarik
untuk diamati. Aktivitas mengambil makanan kambing dapat dijumpai di sore hari
menjelang malam di sepanjang jalan. Ini suda sangat melekat pada denyut nadi
kehidupan, mengingat banyaknya warga masyarakat yang bergelut dengan aktivitas
memelihara kambing sebagai bagian dari aktivitas menambah penghasilan.
Pemecah Kemiri
Yang menarik dari aktivitas pemecah kemiri adalah karena
aktivitas ini rata-rata digeluti oleh kaum perempuan. Walau sesekali dibantu
oleh kaum laki-laki. Dan seakan menjadi pengejewatahan dari konsep siwaliparry’
(saling bantu membantu), demi pengukuhan kehidupan ekonomi keluarga.
Siwaliparry’
Hal lain yang sangat menarik dan cukup unik di Mandar
adalah melekatnya konsep nilai siwliparry’. Konsep ini berangkat dari suatu
pemahaman. Bahwa ada kebersamaan dan kesetaraan antara perempuan dan
lak-laki, dalam menafkahi kehidupan. Perempuan-perempuan Mandar, utamanya
ibu-ibu rumah tangga, baik di wilayah pedalaman maupun di pesisiran, ikut
membantu suaminya, dalam mengerjakan kegiatan yang bernilai ekonomi. Untuk
medukung roda kehidupan perekonomian rumah tangga mereka.
Lihatlah perempuan-perempuan penambang pasir, penjemur
gabah, pengambil makanan ternak dan pemikul air enau. Juga perempuan-perempuan
pembuat gula aren, pembuat kasur kapuk, pemecah kemiri, dan perempuan pemintal
tali. Mereka menjalani konsep siwaliparri’ sebagai sebuah nilai budaya leluhur
orang Mandar. Dan akhirnya, pemandangan perempuan-perempuan Mandar yang
bekerja, menajadi sesuatu yang sangat akrab, dalam keseharian.
Suku Mandar selain memiliki dan mengetahui beberapa
pengetahuan atau kebudayaan yang berbeda mereka juga mempunyai suatu adat atau
mitos yang diketahui secara turun temurun. Seperti, seorang laki-laki atau
wanita suku Mandar sebelum ia menikah pada umumnya sering diberi bekal berupa
pengetahuan tentang hidup berkeluarga, ciri-ciri wanita atau laki-laki yang
membawa sial atau keuntungan-keuntungan, orang yang disinggung; membawa sial
yang disebut patula-tula yakni selalu meninggal suami atau istrinya.
Suku mandar mempunyai pengetahun tentang tahi lalat,
tanda yang disebut baba, yakni tanda yang berwarna merah atau hitam yang di
bawah sejak lahir, bentuk tubuh dan sebagainya yang dianggap baik atau tidak baik. Mereka juga
mengenal waktu, hari, bulan yang
baik atau tidak baik.
1. Satu hal yang dapat dijadikan
contoh adalah tahi lalat
yang dalam bahasa
Mandar tai
lali yang
terpola dalam pembagian sebagai
berikut :
a) Jika terdapat di leher atau bahu (di tengah) menandakan bahwa wanita atau laki-laki terutama wanita selalu mujur
dan tidak pernah kekurangan makan.
b) Wanita yang mempunyai tahi lalat di antara kedua alisnya, baik
sekali dijadikan istri karena ia seorang yang membawa kemujuran.
c) Wanita, yang mempunyai tahi lalat di bawah lubang ludungnya tidak baik
dijadikan istri.
d) Wanita yang mempunyai tahi lalat
di bawah mata sering suka menangis.
e) Laki-laki yang mempunyai tahi lalat pada alat
kelaminnya sering patula-tula (istrinya selalu meninggal).
f) Wanita yang ;mempunyai tahi lalat
pada alat kelaminnya sering meninggal
anaknya.
2. Mitos orang yang mempunyai baba :
a. Dan pusat ke atas pertanda baik.
b. Dan pusat ke bawah pertanda tidak
baik.
1) Sifat dan kelakuan manusia suka
marah ada garis di tengah ' dahi.
2) Bulu mata yang panjang cepat
terharu.
3) Bulu yang dianggap baik, bulan
Haji, bulan-Safar; bulan Maulid, Sa'ban, dan Zulhijjah.
4) Bulan yang dianggap tidak baik:
bulan Tassifi, yaitu bulan antara Idul Fitri dan Idul Adha yakni Zulkaiddah.
Suku Mandar sama halnya suku Bugis; mempunyai kepercayaan tentang waktu, maka
di dalam melaksanakan upacaraperkawinan dan dipilih bulan dan hari yang baik.
Seperti pada bulan Tassipi (Zulkaiddah) tidak ada orang yang melaksanaankan
perkawinan, tetapi sebalilnya pada bulan Sya'ban, Zulhijjah, Safar, banyak yang
melaksanakan perkawinan.
iii. Mitos burung hantu (karra) kalau
berbunyi membawa alamat
berbunyi satu kali panjang melewati hubungan, tanda akan melewati berita tidak baik.
iv. Kupu-kupu warna biasa masuk rumah
tanda akan ada rezeki.
v. Cecak (sassak) berbunyi sedang
mengobrol tanda setuju.
vi. Kucing (posa) yang ekornya
bercabang, membawa banyak rezki dan baik dipelihara.
vii. Kucing (posa) mengusap mukanya
tanda akan ada rezeki.
viii. Ular masuk rumah membawa
kecelakaan.
ix. Ayam (manu') betina dengan betina
berlaga tanda ada tamu.
x. Anjing (asu) melong-long tengah
malam tanda melihat setan
Untuk upacara adat; sirih (pamera'), pinang (taduh),
kelapa (anjoro), pisang (loka), tebu (pambe), daun pacar (lattigi) semua
mengandung arti simbolis yang baik.
Untuk ramuan obat : yaitu sirih dan dikeke.
Sri Hastuty. 2008. Manusia Mandar. Pustaka
Refleksi.
Mattulada, Prof. DR. HA. 1998. Sejarah, Masyarakat, dan
Kebudayaan Sulsel, Hasanudin University Press.