Batak Toba di Kabupaten Toba Samosir
A.Astronomis
Kabupaten Samosir ini terletak pada 20 24‘ - 20 25‘
Lintang Utara dan 980 21‘ - 990 55‘ BT. Secara Administratif Wilayah
Kabupaten Samosir diapit oleh tujuh Kabupaten, yaitu di sebelah Utara
berbatasan dengan Kabupaten Karo dan Kabupaten Simalungun; di sebelah Timur
berbatasan dengan Kabupaten Toba Samosir; di sebelah Selatan berbatasan dengan
Kabupaten Tapanuli Utara dan Kabupaten Humbang Hasundutan; dan di sebelah Barat
berbatasan dengan Kabupaten Dairi dan Kabupaten Pakpak Barat.
Batak Samosir merupakan sub atau bagian dari suku Batak Toba. Suku Batak Samosir meliputi Kabupaten Samosir dan sebagian kecil Kabupaten Toba Samosir yang sekarang yang wilayahnya meliputi Pulau Samosir dan sekitarnya. Kabupaten Samosir terletak pada wilayah dataran tinggi, dengan ketinggian antara 700 – 1.700 m di atas permukaan Laut, dengan komposisi;
700 m s/d 1.000 m dpl = ± 10 %
1.000 m s/d 1.500 m dpl = ± 25 %
> 1.500 m dpl = ± 65 %
Dengan Komposisi kemiringan sebagai berikut :
0 - 20 (datar) = ± 10 %
2 - 150 (landai) = ± 20 %
15 - 400 (miring) = ± 55 %
> 400 (terjal) = ± 15 %
Kabupaten Samosir memiliki 10 buah sungai yang keseluruhannya
bermuara ke Danau Toba. Sebahagian dari sungai tersebut telah dimanfaatkan
untuk mengairi lahan sawah seluas 3.987 ha, lahan sawah yang beririgasi
setengah teknis (62,13 % dari luas yang ada). Panjang saluran irigasi di
Kabupaten Samosir mencapai 74,77 km, terdiri dari irigasi setengah teknis 70,63
km (21,53 km saluran primer dan 49,10 km saluran sekunder) dan irigasi
sederhana 4,14 km.
Luas lahan produktif di Kabupaten Samosir (2002) mencapai 69.798 ha, terdiri dari lahan sawah 7.247 ha (10,4 %), dan lahan kering 62.551 ha (89,6 %). Terbatasnya sarana irigasi, modal dan tenaga kerja kasar mengakibatkan hanya 14.110 ha (22,56 %) lahan kering yang dikelola. Selebihnya merupakan lahan tidur seluas 48.441 ha atau 77,44 % dari lahan kering yang dapat dikelola.
Luas lahan produktif di Kabupaten Samosir (2002) mencapai 69.798 ha, terdiri dari lahan sawah 7.247 ha (10,4 %), dan lahan kering 62.551 ha (89,6 %). Terbatasnya sarana irigasi, modal dan tenaga kerja kasar mengakibatkan hanya 14.110 ha (22,56 %) lahan kering yang dikelola. Selebihnya merupakan lahan tidur seluas 48.441 ha atau 77,44 % dari lahan kering yang dapat dikelola.
·
C.klimatologis
Sebagai daerah pertanian dan sebagian penduduknya hidup dan menggantungkan dengan pertanian, curah hujan merupakan salah satu faktor eksternal yang menentukankeberhasialn pertanian penduduk. Rata-rata curah hujan yang terjadi di Kabupaten Samosir pada tahun 2003 berdasarkan hasil pengamatan dari 7 (tujuh) stasiun pengamatan adalah sebesar 177 mm / bulan dengan jumlah hari hujan sebanyak 11 hari.
Temperatur Kabupaten Samosir berkisar antara 170 C - 290 C dengan kelembaban udara rata-rata 85 persen dan tergolong dengan beriklim tropis.
Curah hujan tertinggi terjadi bulan November dengan rata-rata 440 mm dengan jumlah hari hujan sebanyak 15 hari. Curah hujan terendah terjadi pada bulan Juni s/d Agustus berkisar dari 31 s/d 56 mm per bulan, dengan hari hujan 5 s/d 7 hari. Kecamatan yang tertinggi rata-rata curah hujannya adalah Harian sebesar 302 mm, sedangkan yang terendah adalah Nainggolan rata-rata sebesar 120 mm.
D.Demografis
a .Jumlah dan Persebaran Penduduk
Jumlah
penduduk Kabupaten Samosir dari tahun ke tahun mengalamipeningkatan. Berdasarkan data BPS
Kabupaten Samosir bekerjasama denganBappeda
Kabupaten Samosir bahwa pada tahun 2007 jumlah penduddukKabupaten Samosir sebesari 131.205 jiwa atau 30.945
RT, pada Tahun 2008meningkat menjadi 131.549 Jiwa atau sebanyak 31.274
KK dan pada tahun 2009meningkat menjadi 135.563 jiwa atau sebanyak 30.892 RT.Peningkatan jumlah penduduk tersebut menunjukkan
bahwa rata-rata lajupertumbuhan penduduk pada periode 2007-2009, adalah sebesar
0,99 persenper tahunnya. Laju pertumbuhan penduduk yang rendah ini
diperkirakan akibatbanyaknya penduduk yang
melakukan migrasi keluar baik untuk melanjutkanpendidikan atau untuk
mendapatkan pekerjaan yang lebih layak serta telahadanya kesadaran
masyarakat tentang pentingnya Program KB.
b.Ratio Kependudukan
Data dari BPS Kabupaten Samosir menunjukkan jumlah penduduk
perempuanlebih banyak dari laki-laki, dengan
perbandingan pada setiap 100 pendudukperempuan terdapat 97,79 penduduk
laki-laki. Hal ini disebabkan kemungkinan penduduk laki-laki daerah ini pergi keluar meninggalkan Kabupaten
Samosiruntuk mencari nafkah, melanjutkan sekolah atau bahkan menetap di tempattujuan.
c.struktur kependudukan menurut umur
Bila dilihat komposisi penduduk menurut usia, ternyata penduduk
KabupatenSamosir masih tergolong struktur usia
produktif. Ini ditunjukkan dari persentasependuduk usia muda (di bawah 15 tahun) sebesar 30,30%, penduduk usia 15 tahun sampai dengan 64 tahun
sebesar 63,76% dan penduduk usia 65 tahun keatas sebesar 5,94 %
d. Struktur Kependudukan menurut Lapangan Pekerjaan
Struktur
kependudukan menurut lapangan pekerjaan di Kabupaten Samosirmenunjukkan bahwa
sektor pertanian merupakan lapangan pekerjaan yangpaling dominan, jika
dibandingkan dengan sektor lainnya. Dari tabel di atasdiperoleh sekitar 92,74 % penduduk
daerah ini bekerja di sektor pertanian, dansisanya sekitar 7,26 % bekerja di
sektor lainnya. Tingginya persentase pekerjapada sektor pertanian di Kabupaten
Samosir, antara lain disebabkan daerah inimempunyai
potensi yang cukup besar dalam bidang pertanian dan masihdibutuhkan
pengembangan pada sektor yang lain.
E.Sejarah
1.periode pra aksara
Dilakukan melalui tradisi lisan, dimana pengertian tradisi lisan itu sendiri adalah sebagai berikut.
Ø Tradisi
lisan merupakan tradisi yang terkait dengan kebiasaan/ adat istiadat,
menggunakan bahasa lisan dalam menyampaikan pengalaman sehari-hari dari
seseorang kepada orang lain.
Ø Tradisi
lisan dapat juga diartikan sebagai penggungkapan lisan dari satu generasi ke
generasi yang lain,dst.
Ø Menurut
Kuntowijoyo,tradisi lisan merupakan sumber sejarah yang merekam masa lampau
masyarakat manusia.
Tradisi sejarah masyarakat sebelum
menggenal tulisan merupakan tradisi dalam mewariskan pengalaman masa lalu serta
pengalaman hidup sehari-hari yang terkait dengan adat istiadat, kepercayaan,
nilai moral pada generasi mereka sendiri dan generasi yang akan datang melalui
tradisi lisan, peringatan-peringatan berupa bangunan serta alat hidup
sehari-hari. Tradisi lisan mengandung kejadian-kejadian sejarah, nilai-nilai
moral, keagamaan, adat istiadat, cerita khayalan, peribahasa, lagu dan mantra,
serta petuah leluhur.
Tradisi lisan ada sejak manusia
memiliki kemampuan berkomunikasi meskipun belum mengenal tulisan tetapi mereka
telah mampu merekam pengalaman masa lalunya.
Sebagai
contoh tradisi lisan:
- Aktivitas bercocok tanam sampai sekarang masih ada karena diwariskan secara bertahap dan turun temurun dari nenek moyang kita kepada generasi selanjutnya.
- Aktivitas membuat gerabah yang mulai dikenal pada masa bercocok tanam yang semakin berkembang, Bagaimana cara mereka mewariskan keahliannya?
1.
Cara Masyarakat Mewariskan Masa Lalunya
Proses pewarisan kebudayaan pada masyarakat yang belum mengenal tulisan dilakukan melalui keluarga dan masyarakat atau orang lain disekitarnya.
a. Keluarga
Penggenalan
dilakukan dari hal-hal sederhana yang mudah dipahami seperti:
- aspek-aspek material (benda buatan manusia yang dapat diraba dan dilihat)
- hingga proses pengenalan yang lebih rumit yaitu kebudayaan non material seperti; kepercayaan terhadap roh,norma dan nilai yang ada di tengah’’ masyarakat,kebudayaan,bahasa daerah batak toba asli,dll.
Pewarisan
tersebut dilakukan dengan cara sosialisasi adat istiadat/kebiasaan baik secara:
§
langsung (secara lisan diberitahukan mengenai tradisi dan adat istiadat yang
berlaku)
§
tidak langsung (dengan memberi contoh dalam hal perilaku sehari-hari).
§
Selain disampaiakan secara lisan, juga dilakukan melalui cerita atau dongeng
(sebab dalam dongeng disisipkan pesan-pesan mengenai nilai-nilai atau sesuatu
yang dipandang baik untuk dilakukan maupun mengenai sesuatu yang dipandang
tidak boleh dilakukan.contohnya ,adanya larangan untuk anak perempuan tidak
boleh makan di depan pintu,karna akan menghambat datangnya jodoh dari si anak
tersebut.
b. Masyarakat
Masyarakat merupakan sekelompok orang yang memiliki kesamaan budaya, wilayah identitas, dan berinteraksi dalam suatu hubungan sosial yang tersetruktur.
Masyarakat
mewariskan masa lalunya melalui:
Ø
Tradisi dan adat istiadat (nilai,norma yang mengatur perilaku dan hubungan
antar individu dalam kelompok).
Adat
istiadat yang berkembang di suatu masyarakat harus dipatuhi oleh anggota
masyarakat di daerah tersebut. Adat istiadat sebagai sarana mewariskan masa
lalu terkadang yang disampaikan tidak sama persis dengan yang terjadi di masa
lalu tetapi mengalami berbagai perubahan sesuai perkembangan zaman. Masa lalu
sebagai dasar untuk terus dikembangkan dan diperbaharui.
Contohnya,pada
masa lalu masyarakat jika melakukan upacara adat seperti pernikahan harus
menggunakan pakaian adat lengkap,sedangkan sekarang dapat diganti dengan kebaya
untuk perempuan dan jas untukl laki laki agar terkesan lebih menarik.
Ø
Nasihat dari para leluhur, dilestarikan dengan cara menjaga nasihat tersebut
melalui ingatan kolektif anggota masyarakat dan kemudian disampaikan secara
lisan turun temurun dari satu generasi ke generasi selanjutnya.
Ø
Peranan orang yang dituakan (pemimpin kelompok yang memiliki kemampuan lebih
dalam menaklukkan alam) dalam masyarakat.
Contoh:
Adanya
keyakinan bahwa roh-roh harus dijaga, disembah, dan diberikan apa yang
disukainya dalam bentuk sesaji.
Pemimpin
kelompok menyampaikan secar lisan sebuah ajaran yang harus ditaati oleh anggota
kelompoknya.
Ø
Membuat suatu peringgatan kepada semua anggota kelompok masyarakat berupa
lukisan serta perkakas sebagai alat bantu hidup serta bangunan tugu atau makam.
Semuanya itu dapat diwariskan kepada generasi selanjutnya hanya dengan
melihatnya.
Contoh;
makam raja sisimangaraja xix,makam raja sidabutar ,dll
Ø
Kepercayaan terhadap roh-roh serta arwah nenek moyang dapat termasuk sejarah
lisan sebab meninggalkan bukti sejarah berupa benda-benda dan bangunan yang
mereka buat.
Seperti:
Menhir
(tugu batu), merupakan tugu peringgatan bagi generasi yang akan datang behwa di
tugu tersebut terdapat arwah nenek moyang yang harus disembah.contoh,tugu raja
sidabutar
2. Jejak-jejak Sejarah Masyarakat sebelum Mengenal Tulisan
Folklor, Mitologi, Legenda, Upacara, dan Lagu-lagu digolongkan dalam teks lisan sebagai bagian kebudayaan lisan dan dapat dijadikan sebagai sumber untuk penulisan sejarah (historiografi) setelah dibandingkan dengan sumber-sumber lain yang sezaman.
Terdapat
sejarah di dalamnya yaitu berupa ingatan kolektif yang tersimpan dalam ingatan masyarakat
yang diwariskan secara turun temurun melalui tradisi lisan.
a. Folklor
Folklor adalah tradisi lisan dari suatu masyarakat yang tersebar atau diwariskan secara turun temurun.
Menurut
Kamus Besar Bahasa Indonesia, Folklor adalah adat istiadat tradisional dan
cerita rakyat yang diwariskan secara turun temurun, tetapi tidak dibukukan.
Ciri-ciri
folklor:
v
Folkor diciptakan, disebarkan, dan diwariskan secara lisan (dari mulut ke
mulut) dari satu generasi ke generasi berikutnya.
v
Folklor bersifat tradisional, tersebar di wilayah (daerah tertentu) dalam
bentuk relatif tetap, disebarkan diantara kelompok tertentu dalam waktu yang
cukup lama(paling sedikit 2 generasi).
v
Folklor menjadi milik bersama dari kelompok tertentu, karena pencipta
pertamanya sudah tidak diketahui sehingga setiap anggota kolektif yang
bersangkutan merasa memilikinya (tidak diketahui penciptanya)
v
Folklor mempunyai kegunaan dalam kehidupan bersama. Diantaranya sebagai alat
pendidik, pelipur lara, protes sosial, dan proyeksi keinginan yang terpendam.
v
Folklor terdiri atas banyak versi
v
Mengandung pesan moral
v
Mempunyai bentuk/berpola
v
Bersifat pralogis
v
Lugu, polos
Menurut
Jan Harold Brunvard, ahli folklor dari Amerika Serikat, folklor dapat
digolongkan ke dalam tiga kelompok besar berdasarkan tipenya, yaitu:
1) Folklor Lisan
Merupakan folkor yang bentuknya murni lisan, yaitu diciptakan, disebarluaskan, dan diwariskan secara lisan.
Folkor
jenis ini terlihat pada:
(a)
Bahasa rakyat adalah bahasa
yang dijadikan sebagai alat komunikasi diantara rakyat dalam suatu masyarakat
atau bahasa yang dijadikan sebagai sarana pergaulan dalam hidup sehari-hari.
Seperti: logat,dialek, kosa kata bahasanya, julukan.
(b)
Ungkapan tradisional adalah
kelimat pendek yang disarikan dari pengalaman yang panjang. Peribahasa biasanya
mengandung kebenaran dan kebijaksanaan. Seperti, peribahasa, pepatah.
(c)
Pertanyaan tradisional
(teka-teki)
Menurut
Alan Dundes, teka-teki adalah ungkapan lisan tradisional yang mengandung satu
atau lebih unsur pelukisan, dan jawabannya harus diterka.
(d)
Puisi rakyat adalah
kesusastraan rakyat yang sudah memiliki bentuk tertentu. Fungsinya sebagai alat
kendali sosial, untuk hiburan, untuk memulai suatu permainan, mengganggu orang
lain. Seperti: pantun, syair, sajak.
(e)
Cerita prosa rakyat, merupakan
suatu cerita yang disampaikan secara turun temurun (dari mulut ke mulut) di
dalam masyarakat.Seperti: mite, legenda, dongeng.
(f)
Nyanyian rakyat, adalah sebuah
tradisi lisan dari suatu masyarakat yang diungkapkan melalui nyanyian atau
tembang-tembang tradisional. Berfungsi rekreatif, yaitu mengusir kebosanan
hidup sehari-hari maupun untuk menghindari dari kesukaran hidup sehingga dapat
manjadi semacam pelipur lara. Seperti: lagu-lagu daerah.
2) Folklor Sebagian Lisan
Merupakan folklor yang bentuknya merupakan campuran unsur lisan dan bukan lisan. Folklor ini dikenal juga sebagai fakta sosial. Yang termasuk dalam folklor sebagian lisan, adalah:
(a)
Kepercayaan rakyat (takhyul),
kepercayaan ini sering dianggap tidak berdasarkan logika karena tidak bisa
dipertanggungjawabkan secara ilmiah, menyangkut kepercayaan dan praktek
(kebiasaan). Diwariskan melalui media tutur kata.
(b)
Permainan rakyat, disebarkan
melalui tradisi lisan dan banyak disebarkan tanpa bantuan orang dewasa
(c)
Pesta Rakyat
pesta yang diadakan ketika musim panen atau pada saat saat tertenti misalnya upacara memasuki rumah,ulang tahun atau hari jadi daerah tersebut.
pesta yang diadakan ketika musim panen atau pada saat saat tertenti misalnya upacara memasuki rumah,ulang tahun atau hari jadi daerah tersebut.
(f)
Upacara Adat yang berkembang di
masyarakat didasarkan oleh adanya keyakinan agama ataupun kepercayaan
masyarakat setempat. Upacara adat biasanya dilakukan sebagai ungkapan rasa
terima kasih pada kekuatan-kekuatan yang dianggap memberikan perlindungan dan
kesejahteraan kepada mereka.
3) Folklor Bukan Lisan
Merupakan folklor yang bentuknya bukan lisan tetapi cara pembuatannya diajarkan secara lisan. Seperti halnya dengan suku bangsa Indonesia lainnya ,batak toba di daerah toba samosir ini juga memiliki cara berkomunikasi atau pesan pesan yang ingin di sampaikan.Biasanya meninggalkan bentuk materiil(artefak). Yang termasuk dalam folklor bukan lisan:
(
a) Arsitektur rakyat
a) Arsitektur rakyat
Arsitektur merupakan sebuah seni atau
ilmu merancang bangunan khas batak toba yang memiliki arti dan maksud dari
setiap bagiannya.
(b) Kerajinan tangan rakyat
Awalnya
dibuat hanya sekedar untuk mengisi waktu senggang dan untuk kebutuhan rumah
tangga.sebagai contoh yaitu patung patung yang terbuat dari batu,namun masih
tergolong dalam seni murni kasar.
(c) Pakaian/perhiasan tradisional yang khas dari daerah batak toba di kasan toba samosir seperti ulos.setiap ulos yang di pakai di setiap upacara atau acara memiliki maksud dan arti yang berbeda beda.
(d) Obat-obatan tradisional (kunyit dan jahe sebagai obat masuk angin)
(e) Masakan dan minuman tradisional seperti arsik,dekke na niura( ikan yang di makan tanpa harus di masak terlebih dahulu,cukup dengan mengungkepnya dengan asam hingga ikan tersebut matang).
Mite (myth)
berarti
cerita yang memiliki latar belakang sejarah, dipercayai oleh masyarakat sebagai
cerita yang benar-benar terjadi, dianggap suci, banyak mengandung hal-hal gaib,
contohnya asal usul batu gantung yang menyerupai tubuh seorang gadis.
Sejarah
Kerajaan
– Kerajaan Batak
- Kerajaan Batak Tua
Berdasarkan
informasi data yang dapat saya kumpulkan, baik yang berasal dari cerita rakyat,
maupun data kepustakaan, konon kabarnya; sekitar abad pertama Masehi, telah
berdiri kerajaan Batak (Pa’ta), berkedudukan di Batahan (diperkirakan, di
sekitar kota Natal sekarang). Wilayah kekuasaannya meliputi seluruh pantai
barat Sumatera, yang pada zaman dahulu, disebut pulau Andalas (Baca: Adda las
?), sampai ke pulau Jawa bagian barat yang dihuni oleh suku Badui.
Konon
sebutan/istilah Badui, berasal dari bahasa Austronesia purba yang juga masih
banyak dipergunakan oleh orang Batak sekarang, terdiri dari dua suku kata,
Ba-niadui, yang berarti Nun disana.
Pada masa
itu, bangsa Batak, menganut suatu kepercayaan yang disebut Agama Malim; pimpinannya
disebut Raja Malim,
dibantu oleh para Nabi yang disebut Panurirang,
dan para pengikutnya disebut Parmalim.
Berkaitan
dengan pemerintahan, Raja Malim bertindak sebagai penasehat dan disebut Paniroi/Sitiroi. (Seorang
ahli ilmu bumi dari Iskandariah, bernama Claudius Ptolomeus, menyebutnya Satyroy). Kepala pemerintahan
yang disebut Sirajai jolma
bertindak sebagai Pemangku adat/Penegak hukum. (Bandingkan : Executip)
Terbetik
berita, bahwa pada masa jayanya kerajaan Batak dahulu itu, didirikanlah Kampus
Perguruan tinggi Parmalim di Gunungtua, dimana masih terdapat sisa-sisa
peninggalannya hingga sekarang, antara lain: Candi Portibi, Biaro Bahal I,
Bahal II, Bahal III, Sitopaon (Sitopayan), Candi Pulo, Candi Barumun, Candi
Singkilon, Candi Sipamutung, Candi Aloban, Candi Rondaman Dolok, Candi Bara,
Candi Magaledang, Candi Sitopayan dan Candi Nagasaribu.
Candi
Bahal I
Candi Bahal III
Aksara Batak Tua
Raja raja
dari Sriwijaya yang muncul kemudian dan berkuasa di pantai timur pulau Sumatra,
tidak pernah mengganggu keberadaan kerajaan Batak di bagian barat; konon
kabarnya, karena mereka masih ada hubungan keluarga; sama sama keturunan
keluarga Sailendra, yaitu keluarga yang datang dari pulau Sai lam=Sai
lan=Ceylon.
*.Menurut
Drs. Nalom Siahaan, dalam bukunya Adat Dalihan Natolu hal. 9, disebutkan, bahwa
di Palembang, terdapat batu bertulis yang berjudul Marmangmang. Dalam buku
Sejarah Indonesia, ada juga yang menceritakan tentang prasasti kedukan bukit,
yang berisikan sumpah sarapah, terdiri dari empatbelas baris. Marmangmang dalam
bahasa Batak adalah Martolon,
yang berarti=Mengangkat sumpah. Patut dipertanyakan, apa hubungannya batu
marmangmang yang di Palembang itu dengan orang Batak ?
Di daerah
Sumatra bagian selatan, terdapat banyak nama/ istilah yang punya kesamaan
dengan bahasa Batak (Karakteristik Batak), antara lain:
Palembang
= Palumbang = luaskan/kembangkan
Lampung
= Lampung(u) = (semakin kumpul/bersatu.
Rajabasa
= Raja nabasa = Raja yang budiman.
To
lang bawang (ejaan Cina) = Tulang
bao (ejaan Batak), berarti Paman dari istri.
Kubu
= Benteng pertahanan.
Dihubu
= Ditaklukkan / di rebut.
Sakai
= Sangkae baca: Sakkae)=1/4
Dan masih
banyak lagi nama / istilah seperti itu, khususnya di daerah sekitar Danau Ranau
dan Ogan Komering.
Kedatangan
berbagai etnis India ke pantai timur Sumatera dan pantai Barat Sumatera Utara
sudah jauh sekali sebelum Masehi, yaitu membawa agama Hindu dan terakhir
kemudian juga agama Budha terutama masa arus angin dari India ke Barus pada
bulan Nopember dan Desember. Prof. Coomalaswamy* menulis bahwa Sumatera yang mula-mula sekali
dari sejak sebelum Masehi menerima pendatang Hindu-India. Mereka membawa aksara
Pallawa dan
bahasa Sansekerta.
Abad ke-V Masehi gelombang dari
India Selatan membawa agama Budha ke Sumatera dan memperkenalkan aksara Nagari yang menjadi cikal
bakal aksara Melayu Kuno, Batak dan lain-lain.
Sejak
abad ke-3 M, transportasi perdagangan di kepulauan Nusantara berada di tangan
orang Cola. Pusat di Tamilakam, diambil alih oleh orang Pallava yang kemudian
pula ditaklukkan oleh Cola kembali diabad ke-9 M. Juga pada tahun 717 M pendeta
Tamil Wajabodhi membawa aliran Tantrisme Mahayana Budha ke MALAYU seperti
terdapat di candi di Padang Lawas dan patung Adytiawarman di Pagarruyung.
Kesemuanya bersamaan dengan membawa juga pengaruh atas perdagangan dan
adat-budaya kepada masyarakat di pantai Barat Sumatera Utara dan mereka membawa
aksara PALLAWA.
Menurut
Tome Pires (1515 M) Raja Pasai dan sebagian penduduknya berasal dari India
Islam dari Bengal. Banyak Pedagang Gujarat, Kling dan Bengal di sini.
Di Lobu
Tua (Barus) pantai barat Propinsi Sumatera Utara telah ditemukan Batu Bersurat,
tetapi atas perintah pembesar Belanda kepada Raja Barus Sutan Mara Pangkat
sebahagian telah dihancurkan. Adapun sisa-sisa dari pecahan batu prasasti itu
ada disimpan di seksi arkeologi Museum Pusat Jakarta, dan inskripsinya sudah
diterjemahkan oleh PROF. DR. K. A. NILAKANTA SASTRI dari Univ. Madras ditahun
1931, yang menurut beliau prasasti itu dibuat ditahun Saka 1010 (=1088 M.). Itu
masa pemerintahan RAJA COLA Kerajaan yang diperintah oleh KULOTUNGGADEWA-I yang
menguasai wilayah Tamil di India Selatan.
Kalau kita baca “HIKAYAT MELAYU” karangan
Bendahara Melaka TUN SRI LANANG (abad ke-16 M), itu memang cocok dengan apa
yang tertulis di prasasti TANJORE (1030 Saka), ketika Raja RAJENDRA COLA DEWA-I
pada tahun 1025 M menyerang Sriwijaya dan kerajaan-kerajaan di Sumatera Utara
dan (Pannai, Lamuri Aceh) Malaya. Dari Prasasti Lobu Tua itu kita ketahui
bagaimana eratnya hubungan perdagangan dan budaya “benua” India dengan
Sumatera. Prasasti Lobu Tua itu berisi tentang aktivitas perdagangan kumpulan
konglomerat Tamil yang dikenal dengan nama “MUPAKAT DEWAN 1500”. Anggotanya
terdiri dari berbagai sekte Brahmana, Wisnu, Mulabhadra dan lain-lain.
Keberbagai negara mereka pergi membawa barang dengan kapal mereka sendiri dan
disitu mendirikan Loji (gudang yang berbenteng yang dijaga oleh perajurit
mereka). Mereka tidak tunduk kepada sesuatu kerajaanpun tetapi disambut hangat
oleh setiap negeri/yang dikunjungi mereka.Prasati Lobu Tua
Selanjutnya
menurut sejarah, pada tahun 1.000. Masehi, kerajaan Batak ini, pernah
mengirimkan utusan ke negeri Cina, untuk memperkenalkan hasil bumi. Berita ini,
tertulis didalam buku Ling Wei Taita, disusun oleh Chou Ku Fei pada zaman
dinasti Ming. Mendengar berita pegiriman utusan dagang ini, raja Negeri Cola
dari India selatan menjadi tersinggung, karena antara negeri Batak dan Negeri
Cola, telah lama terjalin hubungan dagang.
Pada
tahun 1024, Raja Rajendra Cola Dewa (1012–1044 ) dari negeri Cola menyerbu
negeri Batak berbarengan dengan penyerbuan Kerajaan Sriwijaya, dan pada tahun
1029, setelah berperang selama lima tahun, negeri Batak dapat ditaklukkan. Raja
negeri Batak ditangkap, tetapi tidak dibunuh; negeri itu ditinggalkan begitu
saja tanpa pemerintahan.
- Kerajaan Batak, Barus
Setahun
kemudian setelah jatuhnya kerajaan Batak tua (Batahan), yaitu sekitar tahun
1030, berbareng dengan munculnya kerajaan-kerajaan baru, pecahan dari kerajaan
Batak Tua dahulu, Raja Malim (Pimpinan agama Malim) dari Gunungtua, menobatkan
menantunya menjadi raja, sirajai jolma (Kepala Pemerintahan), berkedudukan di
Barus. Untuk menunjukkan bahwa dialah yang mulamula/pertama menjadi raja
di kerajaan Batak Barus, maka dinamakanlah dia Raja Mula. Pada waktunya, raja Mula digantikan
oleh anaknya, yaitu Raja Donia,
kemudian Raja Donia digantikan oleh anaknya yaitu Raja Sorimangaraja Batak I (Sorimangaraja
= Sri Maharaja). Sepeninggal Sorimangaraja Batak I, naik tahtalah anaknya
yang kedua bernama Nasiak
dibanua; kemudian, raja Nasiakdibanua digantikan oleh anaknya,
bergelar Sorimangaraja Batak II.
Dari
permulaannya sudah demikian, raja-raja Batak Barus selalu mengambil isteri dari
keluarga Raja Malim ; kebiasaan ini dipandang perlu dipertahankan, demi menjaga
keserasian pemerintahan (Konstelasi politik); Sorimangaraja Batak II pun,
memperisterikan putri Raja Malim juga, yang melahirkan lima orang putra
baginya; Putra sulung bernama Siraja Bahar, kedua bernama Sinambeuk, ketiga si
Pakpak, ke empat bernama Jonggolnitano dan yang kelima bernama Raja Mangisori
yang juga disebut Nagaisori.
Dari
kelima orang putra Sorimangaraja Batak II sebagai mana disebutkan diatas, hanya
Sinambeuk yang mengambil isteri dari keluarga Raja Malim, yaitu saudara
perempuan dari Raja Malim Mutiaraja. Dari perkawinannya itu, Sinambeuk
memperoleh seorang putra yang dinamakan Si
Raja Batak; dia inilah yang kelak dikemudian hari mendirikan
perkampungan Sianjur mulamula di tanah Toba.
Pada masa
pemerintahan Sorimangaraja Batak II, datanglah orang Melayu Pagarruyung
menyerbu negeri Batak Barus; mereka dibantu oleh para saudagar Islam yang
datang dari Gujarat, pertempuran pun terjadilah, banyak orang, mati terbunuh.
Melihat situasi yang tidak menguntungkan itu, Sorimangaraja Batak II agaknya
sudah dapat memper hitungkan, bahwa dia akan kalah perang, maka pada suatu
kesempatan, dialihkannyalah kekuasaan pemerintahannya kepada Raja Malim
Mutiaraja keponakannya itu (Paraman), dengan perjanjian, bahwa kelak dikemudian
hari, kalau situasi sudah memungkinkan, kerajaan itu harus dikembalikan kepada
ahli waris. Mereka mengikat perjanjian itu dengan suatu tanda barang pusaka,
yang mereka namakan Tabutabu
sitara pullang, ia sian i dalanna ro, ingkon tusi do dalanna sumuang,
yang berarti: Dari mana datangnya, harus kesitu juga kembalinya.
Sejak
peristiwa pengalihan kekuasaan itu, Mutiaraja memegang dua tampuk kepemimpinan,
yaitu: selaku pimpinan agama disebut Raja
Malim dan selaku Kepala pemerintahan (Sirajai jolma), disebut Raja Uti.
Pada
awalnya, gelaran Kepala pemerintahan itu disebut Raja Unte (baca: Utte), hal
ini berkaitan dengan kebiasaan Mutiaraja selaku pimpinan agama (Raja Malim),
selalu mempergunakan Jeruk purut (Unte pangir) didalam upacara-upacara keagamaan.
Disebut juga Mutiaraja itu dengan sebutan Raja Mangalambung yang arti harfiahnya, menyamping/dari samping,
karena dia bukan dari ahli waris. Seirama dengan penggelaran itu, dikemudian
hari, muncullah kebiasaan sesajenan yang membedakan pimpinan agama dengan
Kepala pemerintahan; Jika seseorang ingin berhubungan dengan pimpinan agama
(Raja Malim), maka sesajenannya adalah kambing warna putih (Hambing sibontar),
tetapi jika ingin berhubungan dengan Kepala pemerintahan (Raja Uti), maka
sesajenannya adalah kambing warna hitam (Hambing silintom).
Perkiraan
Sorimangaraja Batak II tentang perang itu menunjukkan kebenarannya ; dia
bersama anaknya Sinambeuk, mati terbunuh dalam perang.
Pada
zaman itu, sudah menjadi kebiasaan, bahwa semua keturunan raja yang kalah perang,
harus dibunuh, agar tidak muncul kerajaan baru yang akan balas dendam; maka
demi keselamatan, setelah Sorimangaraja Batak II mati terbunuh, melarikan
dirilah para keluarga raja selagi ada kesempatan.
Konon
kabarnya, setelah beberapa generasi kemudian, terbetiklah berita, bahwa:
*
Keturunan Si Raja Bahar telah bermukim di Desa Garo (Garo = Pisang) yang
kemudian berubah sebutan menjadi Karo.
*
Keturunan Si Raja Batak, anak dari Sinambeuk, bermukim di Toba.
*
Keturunan Si Raja Pakpak, bermukim di Dairi (Dai Ri).
*
Keturunan Jonggol ni Tano yang memperanakkan Raja Pandudu dan Raja
Mante(Mantela), bermukim di Aceh Pidie (Perlu diteliti lagi, apakah Pidie,
berasal dari kata Pudi ? ).
*
Keturunan Nagaisori (Raja Mangisori), bermukim di Daerah Singkil dan Tapak
Tuan.
Selanjutnya,
perkembangan agama Islam di Barus sangatlah pesatnya, terlebih lagi setelah
penguasa Barus masuk memeluk agama itu. Orang Batak yang pertama masuk agama
Islam di Barus adalah seorang guru pencak silat, bernama Guru Marnangkok;
setelah dia, banyaklah orang Batak masuk memeluk agama Islam di Barus.
Tak lama setelah penaklukan negeri Barus, bersepakatlah
penguasa negeri itu dengan para saudagar Islam, untuk mendirikan negeri baru
berbasis Islam yang mereka namakan Negeri
Fansur, orang Batak meyebutnya Pansur.(baca: Paccur).
- Kerajaan Batak, Pea Langge.
Sejak
zaman dahulukala, Raja Malim selaku
pimpinan agama Malim, selalu dipilih berdasarkan rapat
kenabian, bukan seperti kerajaan yang menjadi warisan turun-temurun.
Dimasa tuanya Mutiaraja, dipilihlah penggantinya untuk memimpin agama dan
pemerintahan, (Jabatan rangkap), maka terpilihlah Raja Malim/Raja
Uti II.
Pada
masa jabatan Raja Malim / Raja Uti
IV, datanglah raja negeri Fansur dari Barus
menyerbu negeri Batak Pea Langge, terjadilah pertempuran,
saling bunuh membunuh. Setelah Ompu Bada (Ompu Bada = Panglima Perang) yang
memimpin pasukan Pea Langge mati terbunuh, maka, takluklah negeri
itu.
Raja
Malim/Raja Uti IV bersama para pengikut setia
nya, menyingkir ke suatu pulau di lautan Hindia, disebelah barat Pea
Langge.; sesuai dengan bentuk pulaunya, dinamakanlah pulau itu, Pulo Munsung Babi. (Sekarang
ini didalam peta, dinamakan Pulau Babi, masuk Kecamatan Pulau banyak).
Sejak
itu, raja Malim / Raja Uti IV dengan
para peng gantinya Raja Malim/Raja Uti V, VI dan Raja
Malim/Raja Uti VII, disebut oranglah dengan sebutan Raja dari Pulau Munsung Babi,
akan tetapi, dikemudian hari, demi gampang nya diucapkan, disebut/disingkat
oranglah dengan sebutan Raja
Munsung Babi.
* Nama
Raja Uti II dan para penggantinya, belum dapat diketahui.
* Cerita
rakyat di Toba tentang Raja Uti, disarikan tersendiri dalam Bab V.
Sipahusorhusoron ni roha.
- Kerajaan Sianjurmulamula.
Sebagaimana
telah disampaikan diatas, bahwa sebelum Sorimangaraja Batak II mati terbunuh,
dia sempat mengalihkan kekuasaannya kepada Raja Malim Mutiaraja.
Setelah
kerajaan Batak Barus jatuh ketangan musuhnya, didalam situasi yang serba
semraut, Mutiaraja menyuruh si Raja Batak keponakannya itu (Bere), agar
melarikan diri kesuatu tempat yang ditunjukkannya; diberikannya seruas bambu
yang berisikan dua gulungan surat (Dokumen), terdiri dari Pustaka Tombaga
Holing yang berisikan ilmu kemiliteran dan Pustaka Surat Agong yang berisikan
ilmu Tata Negara
Selanjutnya,
berangkatlah si raja Batak menuju tempat yang dimaksudkan oleh Mutiaraja
pamannya itu; susah payahnya diperjalanan naik gunung turun lembah, tidak
dihitung-hitung lagi berapa hari sudah berlalu. Di suatu hari, dalam kondisi
capek kelelahan, istirahatlah dia disuatu tempat, lalu duduk diatas sebongkah
batu datar (batu ceper) yang dinamakannya batu peristirahatan (Batu Pangulonan), akan tetapi
dikemudian hari, dinamakan oranglah itu Batu Hobol, ada juga yang menyebutnya
Batu Hobon. Setelah tenaganya pulih kembali, dilanjutkanlah perjalanan; rasa
capek dan terik matahari membuatnya kehausan, namun perjalanan harus juga
diteruskan, berjalan dan berjalan, menahankan capek dan kehausan; tak disangka
tak di nyana, ditemukannya sebuah umbul air, lalu minumlah dia melepas dahaga,
maka dinamakannyalah umbul air itu Aek
sipaulak hosa loja, yang berarti: umbul air pemulih
tenaga. Setelah minum sepuasnya, diteruskan lagi perjalanan, hingga pada
waktu hari mulai senja, sampailah dia ditempat yang dituju, yaitu sebuah Gua
batu yang dipesankan oleh pamannya Mutiaraja gelar Raja Malim/ Raja Uti I;
kemudian, dinama kannyalah gua itu Liang
Raja Uti. (Liang = Gua).
Batu
Hobol
Demikianlah
agaknya kebiasaan orang di zaman dahulu kala, kalau mau berdoa (Martonggo)
kepada Tuhan sang pencipta, haruslah di puncak gunung, karena menurut pikirnya,
lebih dekatlah dari sana berseru kepada sang pencipta Ompu Mulajadi nabolon, yang
bermukim di benua atas, dilangit yang ketujuh, maka pada hari-hari berikutnya,
si Raja Batak merencanakan naik ke puncak gunung yang ada dekat disana, untuk
menyampaikan doa permohonannya. Pada hari yang ditentukan, diambilnya seekor
ikan besar, yaitu Ihan Batak/Dengke layan (sejenis ikan Jurung), dimasaknya dan
dibawa naik ke puncak untuk dipersembahkan sebagai sajian khusus, pengalas
permohonan; kemudian, dinamakannyalah tempat itu Pusuk Buhit, yang berarti:
puncak bukit.
(Batu
pangulonan, Aek sipaulak hosa loja, Gua Raja Uti, maupun Pusuk Buhit, terletak
di daerah Kabupaten Samosir sekarang)
Konon
menurut berita, selang beberapa waktu setelah jatuhnya Barus, Mutiaraja gelar
Raja Malim/Raja Uti I, diam-diam dalam rahasia, dia bersama puterinya, datang
dari Barus ke Toba mencari si Raja Batak keponakanya itu; mereka berjumpa dan
bermalam di Gua batu/Liang Raja Uti selama dua malam. Dalam pertemuannya itu,
Mutiaraja gelar Raja Malim/Raja Uti I, mengamanahkan kepada Si Raja Batak untuk
mempersiapkan berdirinya kembali kerajaan Batak.
- Kerajaan Batak, Bakkara.
Sebelum
kita cerita tentang kemunculan kerajaan
Batak di Bakkara, baiklah terlebih dahulu disampaikan, bahwa berdasarkan
informasi data yang dapat dikumpulkan, Raja Manghuntal
lahir pada tahun 1520, dan dinobatkan menjadi Raja Sisingamangaraja I pada
tahun 1550.oleh Raja Uti VII di Pulau Munsung Babi.
*. Dalam
Sejarah umum, tercatat bahwa Portugis telah menaklukkan negeri Malaka pada
tahun 1511, berarti, Raja Manghuntal (Sisingamangaraja I), belum lahir pada
waktu itu.
Berdasarkan
Silsilah yang sudah baku dikalangan orang Batak Toba, Raja Manghuntal adalah
generasi yang ketujuh dari Si Raja Batak; jadi, kalau di hitung-hitung satu
generasi adalah 25 (dua puluh lima ) tahun, dalam arti sudah
pantas punya anak, maka Si Raja Batak tentulah sudah
lahir, 175 tahun lebih dahulu dari Raja Manghuntal, yaitu sekitar tahun 1345;
dan kalau benar Si Raja Batak itu berumur sembilan belas tahun pada waktu
berangkat menyingkir dari Barus, maka Si Raja Batak, mestinya sudah
tiba di Toba, sekitar tahun 1364.
Perjanjian
Sorimangaraja Batak II dengan Raja Malim Mutiaraja yang ditandai dengan barang
pusaka “Tabutabu
sitarapullang, ia sian i dalanna ro, ingkon tusi do dalanna sumuang”,
agaknya beredar juga secara rahasia dari mulut ke mulut dan dari generasi ke
generasi, diantara orang-orang tertentu dari kalangan keluarga Si Raja Batak di
Toba. Sangkarsomalidang, anak sulung raja Isumbaon, pergi ke Barus dan bermukim
disana sebagai mata-mata (Inteligen) melihat/menunggu kemungkinan pengembalian
kekuasaan atas kerajaan Batak, akan tetapi, pada masa itu, situasinya belum
memungkinkan; Sariburaja pun, pergi juga ke Barus dengan maksud yang sama, akan
tetapi, situasinya serupa juga, belum memungkinkan.
Lama
sesudah itu, setelah beberapa generasi kemudian, sampailah berita kepada raja
Manghuntal di Bakkara, bahwa Raja Malim/Raja Uti VII, ada bermukim di Pulau
Munsung babi, maka disuatu waktu, berangkatlah raja Manghuntal kesana untuk
membicarakan perjanjian yang dibuat oleh leluhurnya Sorimangaraja Batak
II. Sehubungan dengan niatan itu, Raja Malim /Raja Uti VII, terlebih
dahulu meneliti kemampuan raja Manghuntal (semacam test uji coba termasuk
kesaktian). Setelah di yakininya, bahwa raja Manghuntal memang mampu untuk
maksud itu, maka sepakatlah Raja Malim/Raja Uti VII, mengembalikan kekuasaan
atas kerajaan Batak kepada raja Manghuntal (ahli waris), sesuai dengan
perjanjian Tabu tabu sitara pullang, ia sian i dalanna ro, ingkon tusi do
dalanna sumuang.
Didalam
acara penobatannya, pihak Raja Uti disimbolkan, mulai dari Raja Uti I s/d Raja
Uti VII, menyerahkan kembali kekuasaan atas kerajaan Batak sesuai perjanjian,
dan sebagai tanda pengembalian, secara simbolik, diserahkanlah 7 (tujuh) macam
barang pusaka, yaitu:
1.
Piso Solam Debata, tanda sitiop harajaon (Keris, tanda pemegang kekuasaan).
Keris Batak,
2. Hujur
siringis, siungkap mata mual (Tombak, pembuka mata air).
3.
Tumtuman sutora malam, Tali tali harajaon (Mahkota)
4.
Ulos Sandehuliman, siambat api (Kain/Ulos pemadam api permusuhan, bahwa tidak
akan ada permusuhan antara Raja/Kepala pemerintahan dengan Raja Malim pimpinan
agama).
5.
Lage silintong pinartaraoang omas, lapik panortoran ni Raja (Tikar permadani,
alas tempat Raja menari).
6.
Tabu tabu sitarapullang, ia sian i dalanna ro, ingkon tusi do dalanna sumuang
(perjanjian).
7.
Gajah sibontar, pangurupi di nadokdok (Gajah putih simbol tanggung
jawab).
Pada
Acara pelantikannya, disebutlah raja Manghuntal
dengan gelaran Sisingamangaraja I (pemula Dinasti Sisingamangaraja); dan
setelah pengembalian itu, berakhirlah masa pemerintahan dinasti Raja
Uti; maka, dengan demikian, terwujudlah apa yang dicita-citakan/
direncanakan oleh Si Raja Batak bersama Mutiaraja pamannya itu pada waktu
kujungan dua harinya di Toba; Kerajaan Batak berdiri kembali dibawah
pemerintahan dinasti Sisingamangaraja, berkedudukan di Bakkara.