Bahasa Tolaki dan Persebarannya


Bahasa Tolaki dan Persebarannya


Bahasa Tolaki adalah salah satu bahasa yang tergolong dalam keluarga bahasa Bungku-Laki. Di dalam keluarga behasa itu termasuk pula bahasa Mori. Bahasa Tolaki bersama dengan bahasa Mapute, Landawe, moronene, dan bahasa Laiwui termasuk bahasa Bungku. Sedangkan bahasa Tolaki itu sendiri mempunyai paling sedikit dua dialek, yaitu dialek bahasa Konawe, dan dialek bahasa Mekongga.

Penduduk yang berbahasa Tolaki sebagai cabang dari keluarga bahasa Bungku-Laki yang berpusat di wilayah sekitar Danau Matana bergeser ke arah selatan di hulu Sungai Lasolo dan Konawe'eha yang mula-mula berloksai di Andolaki. Selanjutnya bahasa ini bergeser ke timur sampai di pesisir sungai Lasolo dan sungai Lalindu di Kecamatan Asera. Ke tenggara sampai di wilayah-wilayah Kecamatan Mowewe, Tirawuta, Lambuya, Una'aha, Wawotobi, Lasolo, Sambara, Mandonga, Kendari, Ranome'eto, Pu'unggaluku, Tinanggea, Moramo, dan Wawoni'I. Ke selatan sampai ke wilayah Kecamatan Wundulako dan Kolaka. Dan ke barat sampai di wilayah Kecamatan Lasusua dan Pakue.


Beberapa Ciri Khas Bahasa Tolaki




1. Ciri-ciri fonologi dalam bahasa Tolaki itu adalah ciri-ciri yang menunjukkan bahwa bahasa ini adalah bahasa vokalis. Fonem vokal dalam bahasa Tolaki terdiri atas lima vokal tunggal, yaitu :
| a | [ a ]
| i | [ i ]
| u | [ u ]
| e | [ ε ]
| o | [ ɔ]




2. Di dalam pembentukan kata maka ang digunakan adalah imbuhan yang terbagi atas awalan, akhiran dan sisipan, serta sejumlah imbuhan kombinasi. Masing-masing imbuhan terdiri atas: 17 buah, 2 buah, 6 buah, dan 15 buah. Selain itu terdapat juga sejumlah imbuhan persona, yang meliputi: persona nominatif 11 buah, persona akusatif 6 buah, dan persona posesif 11 buah, serta beberapa morfem aspek yang terletak pada sebelum dan sesudah imbuhan persona.



3. Dalam proses pembentukan kata ditemui bentuk perubahan-perubahan morfofonemis yang menyangkut: p, t, k yang menjadi: mb, nd, ngg, apabila diawali dengan morfem mo-, po-, atau di dalam gabungan kata tertentu sebagai kompositum.



4. Ciri-ciri struktur kalimat dalam bahasa Tolaki adalah ciri-ciri yang menunjukan gejala inversi, reduplikasi. Gejala inversi tampak tidak hanya pada struktur (SP) dan (SPO) tetapi juga pada struktur (WSPOL), yaitu: waktu (keterangan waktu), Subyek, Obyek, dan Lokasi (keterangan tempat). Sedangkan gejala reduplikasi tampak pada struktur hubungan kalimat dengan kalimat dalam suatu konteks cerita. Selain cir-ciri tersebut, tampak juga bahwa kalimat diklasifikasikan ke dalam 2 golongan, yaitu kalimat inti dan kalimat turunan. Kalimat inti dengan struktur kalusa intransitif, transitif, dan ekuasional. Dan kalimat turunan adalah kalimat yang diturunkan dari pola kalimat initi melalui proses sintaksis transformasi. Kalimat ini dapat membentuk kalimat tanya, kalimat perintah, kalimat negatif atau kalimat pasif.




Penggunaan Bahasa Tolaki dan Penggolongannya




Ditinjau dari segi lapisan sosial pemakainya, dalam bahasa Tolaki seperti juga banyak bahasa yang lain, tampak bervariasi ke dalam beberapa gaya. Orang Tolaki sendiri membedakan adanya 3 jenis bahasa Tolaki, yaitu:


1. Tulura Anakia (bahasa golongan bangsawan)
Bahasa golongan bangsawan adalah bahasa yang dipakai dalam berkomunikasi antara sesama golongan bangsawan. Jikalau seorang dai golongan menengah atau dari golongan budak berbicara yang ditujukan kepada seseorang golongan bangsawan, maka ia juga menggunakan kata-kata dalam bahasa bangsawan.


2. Tulura Lolo (bahasa golongan menengah)
Bahasa golongan menengah adalah bahasa yang dipakai di kalangan umum masyarakat. Berbeda dengan bahasa golongan bangsawan yang penuh dengan perasaan melebihkan, meninggikan, membesarkan, pada bahasa ini antara pembicara dengan pendengar tidak ada perbedaan derajat meskipun berbeda umur, dan status sosial dalam masyarakat.



3. Tulura Ata (bahasa golongan budak)
Bahasa golongan budak adalah bahasa yang dipakai dalam kalangan budak. Bahasa ini disebut juga bahasa dalo langgai (bahasa orang bodoh-bodoh), maksudnya adalah bahasa yang kurang mengikuti aturan bahasa umum agar mudah dipahami oleh pendengarnya. Bahasa ini tampak dalam wujud tulura bendelaki (bahasa gagaj tetapi sesungguhnya kosong isinya), tulura magamba (bahasa yang menunjukkan kesombongan) dan dalam wujud tulura te'oha-oha (bahasa yang paling kasar kedengarannya) sebagai lawan dari bahasa sopan santun, seperti yang berlaku pada bahasa golongan bangsawan.



Ditinjau dari segi teknik berbicara dan makna pembicaraan serta maksud dan tujuan pembicaraan, tentu juga ada dalam bahasa Tolaki, berbagai gaya bahasa seperti bahasa resmi, bahasa akrab, bahasa kiasan dan sebagainya. Tetapi yang khusus dalam bahasa Tolaki adalah bahasa lambang kalo, yaitu bahasa isyarat dengan menggunakan kalo sebagai alat ekspresi dan komunikasi. Tanpa berkata-kata penerima bahasa lambang kalo telah dapat memahami maksud dan tujuan dari pemakai bahasa lambang kalo, karena kalo itu sendiri mengandung makna tertentu.



Selain gaya bahasa seperti yang disebutkan diatas, orang Tolaki juga mengenal adanya bahasa yang disebut:


1. Tuluran ndonomotuo (bahasa orang tua-tua)
Bahasa orang tua-tua adalah bahasa yang dipakai oleh orang tua-tua dalam memberikan nasihat, petuah, ajaran-ajaran leluhur bagi hidup dan kehidupan, terutama kepada generasi muda.


2. Tulura mbandita/tulura andeguru (bahasa ulama)
Bahasa ulama adalah bahasa seorang ulama dalam berbicara mengenai ilmu dan pengetahuan tentang dunia hakiki, dunia metafisika, dunia gaib, dan dunia akhirat.



3. Tulura ndolea/tulura mbabitara (bahasa upacara adat)
Bahasa upacara adat adalah bahasa yang dipakai oleh juru bicara dalam urusan adat perkawinan dan urusan peradilan. Dalam peradilan adat bahasa ini tampak dalam wujud harapan-harapan agar pihak yang bersengketa dapat damai. Sedangkan dalam urusan perkawinan misalnya dalam peminangan bahasa ini tampak dalam wujud kata-kata mempertemukan agar kedua belah pihak dapat saling cocok dalam apa yang harus diputuskan menurut wajarnya sesuai dengan ketentuan adat yang berlaku.



4. Tulura mbu'akoi (bahasa dukun)
Bahasa dukun adalah bahasa seorang dukun yang tampak abik terutama pada upacara-upacara yang bersifat ritual maupun dalam saat-saat membicarakan mengenai makhluk halus dan dunia gaib. Bahasa dukun banyak mengandung pernyataan-peryataan menyembah, memuja, memuji, dan meminta perlindungan terhadap makhluk halus, roh nenek moyang, dewa dan Tuhan, agar dirinya dan banyak orang setra khususnya bagi orang yang diupacarakan menjadi terhindar dari aneka ragam bala dan bencana, serta mengharapkan berkah dari mereka. Bahasa dukun ini disebut juga tulura mesomba (bahasa menyembah) dan tulura mongoni-ngoni (bahasa minta berkah)
0 Responses