Kesenian
musik melayu
Kesenian yaitu sebuah hasil karya yang
diciptakan oleh penciptanya sendiri untuk menghasilkan sebuah keindahan.
(www.google.com). Untuk itu kesenian ini menjadi warisan yang diturunkan dari
turun- temurun, agar masyarakat Melayu dapat dikenal dan memiliki indentitas
untuk diperkenalkan di masyarakat lain. Dalam kebudayaan Melayu terdapat
seni-seni seperti seni suara, dengan genrenya seperti berzikir dan azan.
Nyanyian ini bersifat keagamaan sehingga musik tidak digunakan saat bernyanyi.
Sedangkan seni vokal yang tergabung dengan musik adalah nyanyian-nyanyian yang
sifatnya menghibur.
Inilah
yang akan penulis bahas mengenai lagu-lagu Melayu, yang dinyanyikan oleh Nur
‘Ainun serta lagu ciptaannya. Sebagai penyanyi legendaris, dan juga sebagai
penyanyi yang mampu menyanyikan lagu-lagu dengan menggunakan rentak senandung,
mak inang, dan lagu dua. Kemudian ada Seni musik yaitu salah satu media
ungkapan hati. Sedangkan kesenian adalah salah satu daripada unsur kebudayaan
tesrsebut. (www.wikipedia.com)
Musik
mencerminkan kebudayaan masyarakat pendukungnya. didalam musik, terkandung
nilai-nilai dan norma-norma yang menjadi bagian daripada proses enlkulturasi
budaya, baik dalam bentuk formal maupun informal. Musik itu sendiri memilki
bentuk yang khas, baik dari sudut strukutal maupun genrenya dalam kebudayaan.
Demikian
juga yang terjadi dalam musik kebudayaan masyarakat Melayu Sumatera Utara.
Pertunjukan musik tradisional mengikuti aturan-aturan tradisional. Pertunjukan
ini, selalu berkaitan dengan penguasa alam, mantera (jampi) yang tujuannya
menjauhkan bencana,
mengusir
hantu atau setan. Musik tradisi Melayu berkembang secara improvisasi
berdasarkan transmisi.
Nama
alat-alat Musik Melayu :
1. Rebab Termasuk alat musik kordofon
(lute type) yang kegunaannya sebagai musik melody solo. Di jaman dahulu kala di
Persia terdapat rebab bertali satu yang digunakan untuk mengiringi diklamasi
yang disebut “rebab ul Shaer”. Rebab berasal dari Timur Tengah, kemudian ke
Persia dan India, barulah kemudiannya mencapai di kepulauan nusantara (Al-Farabi
870-950 M, di dalam bukunya “Kitab Al-Musiqi al Kabir”) pada abad 11 M, alat
musik rebab telah dilukiskan pada dinding Candi Borobudur. Perkataan rebab pada
orang Arab adalah “rabab” yang disempurnakan dengan alat gesek, kemudian
tersebar luas melalui Khalifah Islam di Cordoba (Spanyol) di abad ke 8 M. Lalu
menyebar ke Eropah Barat sehingga berbentuk cello dan kemudian menjadi biola
seperti yang diketahui sekarang. Melalui Turki dan Asia Tengah, ia masuk ke
Persia, India, Tiongkok, kemudian ke Asia Tenggara. Di Afganistan ia disebut
“rubab”, tetapi dalam bahasa Persia disebut “rabab” yang artinya kumpulan
alat-alat musik gesek. Sedangkan di India ada alat musik yang namanya “sarod”
berasal dari rebab yang dibawa dari Timur Tengah. Rebab mempunyai peranan yan
tinggi, sebagaimana halnya biola di negeri Barat, demikian jugalah rebab di
tanah Melayu. Penghormatan terhadap rebab dimungkinkan karena alat ini
mempunyai keterkaitan dengan upacara yang bersifat gaib. Suara rebab dapat
terdengar tinggi. Karena kedudukannya yang dianggap tinggi, rebab sering diukir
dan dihias baik kepalanya (kecopong) maupun batangnya (shaft). Batang pinggang
ramping dan biasanya terbuat dari kayu leban, panjang 3 kaki 6 inci, biasanya
diukir dari ujung kepala sampai akhir batanya. Tali (dawai) rebab ada 3 dan 2
buah dimainkan sekaligus bersama-sama. Nadanya E, A dan E tinggi, ada juga G,
D, A. Gesekannya terbuat dari kayu yang diukir dan bercemara, kemudian
dimainkan seperti menggesek cello. Batangnya memanjang melalui badannya yang disebut
“tempurung” dan muncul lagi di bawah sebagai kakinya. Lebar di atas kira-kira 8
inci, yang dibawah 4 ½ inci dan tebalnya 2 inci, tempurung biasanya terbuat
dari kulit kerbau. Ada juga yang disebut “susu” yang melengket pada kulit yang
kegunaannya untuk menekan suara (resonance). Cemara untuk gesekan terbuat
daripada ekor kerbau atau sabut kelapa. Pemain rebab meletakkan ibu jari
kanannya di samping kepala gesekan dan jari ke 2 dan ke 3 dibawah, lalu jari ke
4 dan 5 mengeraskan tali. Tali gesekan dimainkan pada bagian atas tempurung.
Belakang daripada rebab itu menghadap kepada pemainnya.
2. Gendang Panjang Di India disebut
“dhol”. Gendang panjang ini kedua sisinya ditutupi kulit. Selalu dimainkan dua
buah, yang besar disebut “induk” dan yang agak kecil bentuknya disebut “anak”.
Panjangnya rata-rata 21 inci terbuat darpada kayu merbau yang kerasa dan tahan
lama. Atu sisinya lebih kecil daripada sisinya yang lain. Gendang anak kulitnya
terbuat dari kulit kambing sedangkan gendang induk kulitnya terbuat dari kulit
kerbau. Kulit yang terletak di kedua sisinya itu diikat dengan rotan yang
dibelitkan. Untuk memainkan gendang panjang ini diperlukan keahlian tangan dan
jari-jari lincah, kecepatan, dan pandai meningkah menurut irama. Di dalam musik
untuk mengiringi silat. Biasanya gendang panjang ini dipukul dengan buah rotan.
3. Gedombak Gedombak dalam bahasa Arab
disebut “darabuka”, di Turki menyebutkan “deblak”, di Siam menyebutkan “thon”,
sedangkan di Persia menyebutnya “dompak”. Gendang ini berbentuk kerucut dengan
kepalanya bulat besar di taruh kulit kambing, sedangkan ekornya terbuka guna
utnuk mendengarkan suara dengan cara membuka dan mengatupkannya. Di beberapa
negeri Melayu, gedombak ini hanya dipergunakan dalam musik Melayu utnuk Menora,
Wayang Orang (Kelantan, Patani) tetapi di Serdang dan di Kepulauan Riau pernah
juga dipakai dalam musik Makyong. Gedombak besar disebut “induk” dan yang kecil
disebut “anak”.
4. Geduk Geduk adalah jenis gendang yang
dua sisinya berkulit, tetapi hanya satu sisi yang dimainkan, sedangkan sisinya
yang lain diletakkan di bawah. Memainkannya dengan kayu pemukul (stick).
Gendang induknya 15 inci besarnya dan gendang anaknya 12 inci dengan garis
tengahnya 9 inci. Untuk memperkuat rotan pada pengikat kulitnya, ditambahkan
lagi satu barisan ganda kayu. Geduk ini di pakai pada permulaan Wayang Kulit
Melayu atau Makyong.
5. Gong Gong termasuk di dalam golongan
idiophone atau bahasa Sankritnya Ghana vadya. Gong sudah lama tercantum pada
ukiran candi-candi di tanah Jawa Timur, tetapi tidak terdapat di candi-candi
Jawa Tengah. Gong yang diperbuat dari perunggu ini, sudah dikenal lama baik
melalui persuratan naskah-naskah maupun dalam ukiran di candi. Di Candi Kembar
di Muara Jambi, dalam suatu penggalian sejarah telah diketemukan sebuah gong
yang bertuliskan Cina yang diduga dari abad ke 13 M, dimana terdapat nama
seorang pejabat kerajaan. Di Tiongkok pada pemerintahan Raja Hsuan Wu pada
tahun 500-516 M telah dikenal gong yang saat itu disebut “sha-lo” dan memiliki
bunyi yang sangat keras jika dipukul, gong ini berasal dari Hsi Yu yaitu sebuah
daerah antara Tibet dan Burma. Kemungkinan besar ada kesamaan dengan gong yang
berada di Korea (cing dan di Assam caro). Menurut penelitian, India juga
mengenal gong, tetapi mendapat pengaruh dari Asia Tenggara yang mendapatnya
pula dari China. Ketibaan gong di nusantara dapat dipetik dari kronik dinasti
Tang (618 – 906 M) buku 222, bahwa raja P’oli naik gajah dengan iringan gendang
dan gong. Untuk orang Melayu, sejenis Gong yang agak tebal sisinya disebut
Tetawak yang biasanya dipakai untuk mengiringi tarian joget. Juga dipergunakan
untuk mengiringi teater tradisional semacam Makyong. Untuk Menora, Mendu,
Wayang Kulit Melayu dipakai 2 buah gong. Yang induk bernada C dan gong anak
bernada G. disamping itu sejenis gong kecil yang lantang suaranya disebut
Canang yang dipakai untuk menyampaikan berita. Gong yang lebih kecil disebut
Telempong atau Kromong berdiameter 6 ½ inci diletakkkan pada sebuah alat dengan
mukanya ke atas yang dipukul dengan kayu. Kegunaan telempong ini ialah
mengulangi melodi dasar. Ada juga Gong yang besar yang disebut “Mong” bernada C
yang dipakai bersama-sama 2 buah Tetawak dan Mong menyelinginya. Gong dianggap
mempunyai tenaga gaib sehingga pantang dilangkahi. Gong Melayu terbuat dari
gangsa dan berbusut. Gong yang tidak berbusut (gong ceper) menunjukkan pengaruh
dari Siam atau Cina.
6. Serunai Alat musik yang tergolong alat
tiup ini sudah tua sekali usianya, dan sudah ada sejak zaman Mesir Kuno, ianya
juga telah dipakai di tanah Arab sekitar 3000 tahun yang lalu. Mulanya dipakai
oleh balatentara, tetapi sejak 1000 tahun kemudian sudah pula mulai dipakai
untuk mengiringi tarian, lagu-lagu pada upacara perkawinan atau menyambut tamu
agung dan sebagai tanda waktu. Diantara bahasa Ara disebut “Zuma”, Cina
menyebutnya “Sona”, di India menyebutnya “Sahnay”, bahasa Persia “Surnay”. Alat
ini berkembang ke Eropah Barat dan menjadi cikal bakal dari oboe dan klarinet
sekarang. Kemudian sampai ke Turki, ke Persia, terus ke Timur jauh dan ke Asia
Tenggara melalui India. Dari bentuk Serunai ini, ada lagi diciptakan di India
dengan jenis yang lebih besar dan disebut dengan “Nagasvaram”. Serunai
dimainkan dengan menjaga aliran udara melalui lobangnya dan mendapatkan nada
(pitch) dengan menutup lobang-lobang yang ada. Panjang batangnya sekira 18
inci, kemudian ada “lidah Serunai” yang terbuat dari daun kelapa atau nibung
yang juga disebut “pipit”. Sedangkan pipit yang satu lagi dibiarkan tergantung
diikatkan dengan benang di alat tersebut sebagai serap. Pipit masuk ke mulut
dan menghembus dengan pipi digembungkan. Umumnya ia tidak memainkan melodi,
tetapi hanya sebagai obligato accompaniment pada sesebuah orkes atau pada
nyanyian. Ada 7 lobang dan sebuah di sebelah bawah. Meskipun kesemuanya ada 8
lobang, tetapi hanya 5 lobang yang dapat dimainkan sekaligus dengan berbagai
nada di mana nada umumnya adalah C. Tiga lobang di atas bernada G, A dan B.
Lobang ke 5 dan ke 6 bernada D dan E, sedangkan lobang ke 7 merupakan nada
antara. Jika lobang yang berada di sebelah bawah ditutupkan, maka nada akan
naik satu oktaf. Biasanya dalam lagu untuk pengiring silat dan inai, serunai
dimainkan dengan hembusan panjang dengan bergaya tanpa melodi tertentu. Dan
Serunai ini termasuk pada alat-alat Nobat Diraja Melayu.
7. Gambang Adalah jenis alat musik yang
menyerupai ataupun sama dengan Saron (Jawa) dan Garantung (Batak). Yang
memiliki 7 bilah kayu dengan nada 7, diletakkan di atas suatu tempat semacam
puan dan bilah-bilah kayu itu dipukul dengan kayu. Ada juga gambang yang lebih
dari 7 nada atau lebih dari satu oktaf dan dimainkan selaku melodi, tetapi alat
musik sudah jarang terlihat ini.
8. Ceracap Ceracap ialah dua bilah bambu
yang panjangnya kira-kira 35 cm, dan dipukulkan bersama-sama menurut irama
ketokan tertentu seperti orang bertepuk tangan. Ia merupakan alat perkusi
tambahan yang sering juga dipergunakan untuk musik Makyong.
9. Kesi Kesi adalah sepasang cymbal kecil
terbuat dari campuran tembaga juga dengan ukuran 2 inci dan disatukan dengan
tali untuk pegangannya, kemudian saling dipukulkan menurut tempo tertentu. Kesi
ini juga sering dipergunakan dalam musik Makyong. Dan alat ini kemungkinan
berasal dari Hindia Belakang. Alat ini juga dikenal di Laos, Burma dan Cina.
10. Gendang Joget (ronggeng) Gendang joget
(ronggeng) ini berbentuk bulat seperti rebana besar, badannya terbuat daripada
batang kayu Nyiur yang berukuran antara 40 cm dan ditutupi kulit kambing atau
kulit anak lembu di sebelahnya saja, dan sebelah yang lain sengaja tidak
berkulit. Kulit tersebut diikutkan kepada dinding kayu dengan rotan halus.
Untuk menegangkan kulitnya jika akan dimainkan maka satu rotan bulat kecil di
tekankan masuk antara kulit dengan dinding kayu sekelilingnya dari arah lobang
sebelah dalam. Rotan tersebut biasa disebut “sedak”. Untuk mengiringi nyanyian
ataupun tarian biasanya dipergunakan 2 buah gendang, yang besar disebut induk
dan yang agak kecil disebut anak. Yang pertama biasanya memberikan pukulan yang
tetap, sedangkan “anak” memberikan pukulan dengan irama beragam menyelingi
gendang induk. Untuk itu diperlukan kelincahan jari-jemari meningkah. Di antara
semua jenis gendang, gendang joget (ronggeng) inilah yang paling terkenal. Ada
yang mengatakan bahwa gendang ini berasal dari Timur Tengah, tetapi ada pula
yang mengatakan berasal dari orang Portugis.
11. Rebana Juga disebut “Tar” (bahasa
Arab). Di Cina Selatan menyebutnya “Daira”, di Maroko disebut “Bendir”. Alat
gendang rebana ini menyerupai gendang joget, dan hanya satu sisinya yang
ditutupi kulit kambing yang dipakukan kepada dinding kayu bulat, ditambah pula
dengan gemerincing bulat. Ada juga yang jenis besar disebut Rebana (mini)
disebut “Kompang” dan dimainkan mengiringi Rodat. Ketika mengiringi pengantin
atau tamu agung yang tiba. Iramanya bertingkah (inter locking).