Suku Sunda
Jawa-Bali
Suku bangsa sunda sering juga
disebut orang priangan. Masyarakat ini
mendiami sebagian besar wilayah provinsi Jawa barat, mulai dari kota-kota besar
Bandung, Bogor, Sukabumi, Tasikmalaya, sampai ke desa-desa. Pola perkampungannya mengelompok pada t dan terdiri dari beberapa puluh buah
rumah yang masing-masing juga mengelompok, kelompok-kelompok rumah dalam
sebuah kampung disebut babakan. Kemudian beberapa buah kampung dengan
batas-batas historis tertentu membentuk kesatuan desa.
Jumlah populasi suku bangsa sunda
pada masa sekarang sulit dipastikan tap diperkirakan paling tidak ada sekitar
20 juta jiwa. Dari sensus tahun 1930 ada
skitar 4.600.000 jiwa ( atau
tepatnya 4.639.469 jiwa) orang sunda.
Bahasa sunda mengenal tingkatan
bahasa, yaitu, bahasa lemes( bahasa halus) yang ditemukan di daerah kabupaten
Ciamis, tasikmalaya, garut, bandung, sumedang,sukabumi dan cianjur, Bahasa kasar yang dibagi lagi menjadi Cohag (
kasar ) dan cohag pisan ( kasar sekali )
Mata pencaharian utama masyarakat
Sunda adalah bercocoktanam di sawah dan ladang. Tanaman pokok adalah padi, yang ditanam di sawah yang umumnya
bertingkat-tingkat. Dikebun atau ladang
mereka suka bertanam sayur-mayur, di samping taaman ekspor seperti teh, kina,
kelapa sawit, selain ada pula yang mengusahakan peternakan dan perikanan kolam,
kerajinan tangan, anyam-anyaman, kerajinan tembikar dan sebagiannya. Kemajuan di bidang pendidikan menyebabkan
pula banyak orang sunda bekerja sebagai pamong, eksekutif, pendidikan, pedagang
besar, pengusaha dan lain-lainnya.
Prinsip garis keturunan atau
hubungan kekerabatan orang sunda adalah bilateral. Keluarga ini memperoleh kekuatan sosial dalam
kesatuan dengan keluarga luaas yang mereka sebut golongan, sebagian ini masyarakat juga mengenal
kekerabatan yang ambilineal karena hanya mencakup kerabat di sekitar ego, akan
tetap berorientasi kepada kakek moyang, sistem ini disebut bondoroyot.
Pemimpin formal masyarakat sunda sudah cukup lama
mengikuti sistem birokrasi maju,
kepemimpnan formal berurutan dari provinsi, daerah tingkat dua
kecamatan, desa sampai ke kampung-kampung, pamong desa terdiri dari kepala
desa,juru tulis, polisi desa, ulu-ulu, amil, kepala kampung, dan ketua rukun
tetangga. Pemimpin informal yang ada
mungkin sisa dari bentuk kepemimpinan terdisional yang sekarang masih cukup
disegani didaerah-daerah tertentu, seperti para pemuka agama, amil kolot,
gangirang, sesepuh dan lainnya.
Sistem pelapisan dalam kehidupan masyarakat sunda yang
masih ada umumnya disebut golongan menak,
yaitu kaum bangsawan yang berasal dari keturunan pejabat pemerintahan
belanda dulu, mereka biasannya memakai gelar Raden, kemudian ada golongan
rakyat biasa yang disebut cacah atau somah.
Bedasarkan harta kekayaan dalam pelapisan sosial ini ada juga yang
disebut golongan jelema beunghar atau jelegut ( orang kaya ) dan melarat,
orang-orang kaya yang memeliki tanah yang luas biasa diebut nu boga tanah
(pemilik tanah) dan yang tidak punya tanah garapan disebut nu garap (penggarap)
Sebagian orang sunda memeluk agama islam, tetapi juga
sekarang ada yang beragama katholik, walaupun begitu dalam kehidupan sehari-hari sisa-sisa kepercayaan dari kakek
moyang masih nampak, misalnnya dengan pengadaan sesajen kepada arwah keruhun (
leluhur) untuk meminta keberkahan sebelum pekerjaan-pekerjaan yang
penting. Selain itu masih banayakyang
kepercayaan kepada mahluk gaib dukun dan tukang teluh yang membuat pelet. Guna-guna,
asihan, susuk dan sebagainnya
Kesenian sunda ada yang dipengaruhi kebudayaan jawa,
tetapi kesenianyang dianggap asli masyarakat ini juga banayk ditemukan, seperti
wawacan ( seni tradisi lisan agama islam ) dan beluk ( seni suara untuk membawakan wawancara
) wayang golek sunda memang di pengaruhi
oleh kebudayaan jawa mataram , akan tetapi sudah berkembangan menurut citarasa
orang sunda
Sangkuang-syiaga-yenimu
Dan banayak lagi kesenian tradisional sunda yang cukup
terkenal dan sudah dikembangkan kembali.
Sumber.
Harnojo 1983, Depdikbud 197/1978,1989