Kebudayaan Menghadapi Masa Depan
Di tengah era globalisasi yang tengah melanda dunia suku bugis tetap mencoba mempertahankan kebudayaan yang mereka miliki. Banyak sekali kebudayaan dan peradatan yang dimiliki oleh suku bugis. Masuknya hal-hal baru ke suku bugis tidak terlalu mempengaruhi kebudayaan yang mereka miliki. Suku bugis tetp mampu mempertahankan dan menjaga tradisi serta budaya yang telah turun menurun di wariskan oleh nenek moyangnya.
Mengapa suku bugis mampu menjaga dan mempertahankan kebudayaan dan tradisi yang mereka miliki? Bagaimana cara mereka mempertahankan dan menjaga kebudayaan yang mereka miliki?
Suku bugis adalah suku yang sangat menjunjung tinggi harga diri dan martabatnya. Mereka akan menghindarkan melakukan hal-hal yang di larang serta menjauhkan diri dari dari hal-hal yang dapat berakibat mempermalukan diri sendiri apalagi keluarga.
Dahulu suku bugis tidak akan segan mengusir bahkan membunuh saudara atau keluarganya sendiri apabila ada yang melakukan kesalahan atau membuat malu keluarga. Namun kini hal seperti itu sudah jarang terjadi karena tidak ingin menanggung malu dan melanggar hokum adat. Suku bugis masih tetap memegang adat malu. Adat ini masih tetap di junjung tinggi oleh masyarakat bugis walaupun tiak seketat dulu.
Dengan adanya adat malu inilah suku bugis tetap mampu menjaga segala tindakannya sehingga mereka akan takut untuk melakukan tindakan yang membuat malu. Suku bugis juga masih sangat menjunjung tradisi tolong menolong dan tradisi saling menghormati satu sama lain dengan kuat.
Tradisi inilah yang sangat mendorong terciptanya harmonisasi dan hubungan yang baik antar sesama masyarakat.selain itu ada pula adat panen yang hingga kini masih di pertahankan. Dimana sebelum panen terjadi masyarakat suku bugis mengadakan tudang sipulung atau dapat di artikan kumpul besar atau musyawarah bersama. Tudang sipulung di lakukan untuk menentukan kapan panen akan dilakukan, sehingga masyarakat serempak akan menanam dan memanen padinya secara bersamaan. Mereka juga mengurusnya bersamaan mulai dari pembajakan sawah, penanaman, pengarian hingga panen tiba.
Dari penjelasan di atas dapat kita lihat bahwa masyarakat bugis masih tetap mampu menjaga budaya nya di tengah derasnya arus globalisasi yang melanda. Namun tetap saja ada sebagian kecil dampak globalisasi yang di alami di masyarakat bugis. Salah satu contohnya adalah masuknya hape dan tv ke masyarakat bugis, kini remaja remaja di suku bugis sudah mulai meniru gaya dan cara berpakaian atau bahasa yang ada di televisi. Meskipun tidak banyak hal ini akan membawa dampak dan menyebar ke generasi generasi suku bugis berikutnya.
Kebudayaan suku bugis sebagai asset pariwisata
Suku bugis yang mempunyai daerah di dataran yang subur serta wilayah perairan yang sangat luas menjadikan wilayahnya sangat potensial untuk dijadikan asset pariwisata.
Salah satu contohnya adalah pulaau Samalona, Pulau Samalona merupakan wilayah Kota Makassar yang luasnya sekitar 2,34 hektar. Pulau ini merupakan salah satu objek wisata bahari yang banyak dikunjungi wisatawan lokal maupun mancanegara. Kawasan pulau ini sangat bagus utuk menyelam, karena di sekelilingnya terdapat karang-karang laut yang dihuni beraneka ragam ikan tropis dan biota laut lainnya. Pulau ini berjarak sekitar 6,8 Km dari Kota Makassar yang dapat ditempuh sekitar 20 – 30 menit dengan menggunakan speed boot. Di lokasi ini juga terdapat beberapa penginapan sederhana berbentuk rumah panggung yang dapat menampung sekitar 20 orang. Selain itu, tersedia juga beberapa warung makanan yang menyediakan aneka ragam seafood segar.
Nah sangat potensial bukan wilayah perairan di suku bugis yang mampu menarik minat hingga mancanegara?
Selain pulau samalona di makasar juga terdapat benteng somba opu, Benteng Somba Opu dibangun pada tahun 1525 oleh Sultan Gowa ke IX. Benteng ini merupakan pusat perdagangan dan pelabuhan rempah-rempah yang ramai dikunjungi pedagang dari Asia dan Eropa. Pada tahun 1669, benteng ini dikuasai oleh VOC kemudian dihancurkan hingga terendam oleh ombak pasang. Tahun 1980-an, benteng ini ditemukan kembali oleh sejumlah ilmuawan. Dan pada tahun 1990, benteng ini direkonstruksi sehingga tampak lebih baik. Kini, Benteng Somba Opu menjadi sebuah objek wisata bersejarah di Kota Makassar yang di dalamnya terdapat beberapa bangunan rumah adat Sulawesi Selatan yang mewakili suku Bugis, Makassar, Mandar, dan Toraja. Selain itu, terdapat juga sebuah meriam dengan panjang 9 m dan berat 9.500 kg serta sebuah museum yang berisi benda-benda bersejarah peninggalan Kesultanan Gowa.
Sekarang tinggal bagaimana suku bugis untuk tetap menjaga an memelihara semua kebudayaan dan kelebihan alam hyang mereka miliki sehingga di masa depan tetap mejadi asset yang berharga di pariwisata dan di suku bugis itu sendiri