Religi
Sejarah Islam Banjar dimulai seiring dengan sejarah
pembentukan entitas Banjar itu sendiri. Menurut kebanyakan peneliti, Islam
telah berkembang jauh sebelum berdirinya Kerajaan Banjar di Kuin Banjarmasin,
meskipun dalam kondisi yang relatif lambat lantaran belum menjadi kekuatan
sosial-politik.
Kerajaan Banjar, dengan demikian, menjadi tonggak sejarah
pertama perkembangangan Islam di wilayah Selatan pulau Kalimantan. Kehadiran
Syekh Muhammad Arsyad al-Banjar lebih kurang tiga abad kemudian merupakan babak
baru dalam sejarah berikut ini kepercayaan yang dianut masyarakat
Banjar, yang dipilah
menjadi kepercayaan asal ajaran Islam dan kepercayaan asal kebudayaan lokal.
Sebenarnya sulit untuk memilah, karena kepercayaan-kepercayaan yang nampaknya bersifat lokal, namun
unsur-unsur Islamnya ditemukan juga; demikian pula kepercayaan-kepercayaan yang jelas-jelas bersumber dari
ajaran Islam, tetapi mengandung unsur-unsur yang
tidak dapat diketahui sumbernya. Yang pertama, umpamanya, tentang kepercayaan
terhadap wali lokal, yang kuburannya menjadi sasaran ziarah, selalu ada
ceritera tentang suara orang membaca tahlil di sekitar kuburan itu, yang tidak
diketahui sumbernya. Yang kedua, umpamanya, tentang malaikat yang dapat dijadikan
sahabat gaib.
Kepercayaan Islam
Orang Banjar meyakini sepenuhnya keenam rukun iman, dan melaksanakan dengan
rajin kelima rukun Islam. Orang Banjar percaya bahwa tidak ada Tuhan selain
Allah, dan bahwa Allahlah yang menciptakan alam dan seluruh isinya, termasuk
makhluk-makhluk halus. Allah Maha Kuasa dan Maha Mengetahui, menciptakan segala
sesuatu dari tidak ada menjadi ada dan sanggup pula menjadikannya dari ada
menjadi tidak ada. Sesuai dengan kemahatahuanNya ini, orang Banjar juga percaya
bahwa Allah telah menentukan segala sesuatu sejak semula (azali), tetapi
rincian tentang kepercayaan kepada takdir ini tidak berhasil diungkapkan.
Pada hari kiamat nanti semua orang akan dibangkitkan
dari kuburnya dan dihalau ke padang mahsyar untuk ditimbang amal baik dan amal
buruknya. Buku berisi catatan amal baik dan amal buruk, hasil karya malaikat
tertentu, diperlihatkan, dan masing-masing tidak dapat berkelit atau membantah
isi buku amalnya, karena setiap anggota tubuh yang digunakan untuk berbuat
buruk akan menjadi saksi.
Setelah penimbangan amal, semua orang, dengan melalui
sebuah titian yang lebih halus dari sehelai rambut dan lebih tajam dari sembilu,
melewati lautan api menuju ke surga. Mereka yang telah tamat mengaji al-Qur’an
dapat menumpang sebuah kapal, jelmaan kitab al-Qur’an, ketika menyeberang
tersebut. Tergantung amal perbuatannya sewaktu hidup di dunia, seseorang
melewati lautan api tersebut seperti kilat, yang lain agak lambat, sangat
lambat, tertatih-tatih, bahkan ada yang jatuh. Orang-orang muslim yang berat
amal buruknya lebih dibanding amal baik-nya akan dimasukkan ke dalam neraka
guna menebus dosa-dosanya, sebelum akhirnya dimasukkan ke dalam surga menyusul
para muslim yang taat yang telah lebih dahulu berada di sana.
Umumnya orang Banjar hafal di luar kepala nama-nama ke 25
rasul yang penting, meski pun kadang-kadang lupa ketika merincinya. Berkenaan
dengan Nabi Muhammad semua orang hafal nama kedua orang tuanya,
isteri-isterinya dan anak-anaknya, meski pun dua yang terakhir ini barangkali
tidak semuanya, dan nama beberapa sahabatnya. Syafaat Nabi Muhammad sangat diharapkan
pada hari kiamat nanti, yang akan meringankan azab, yang tidak mungkin
diberikan oleh nabi yang lain. Nabi Muhammad mempunyai sebuah telaga tempat
umatnya memuaskan dahaga pada teriknya hari kiamat di padang mahsyar kelak.
Seksi berikutnya akan mengemukakan anggapan orang Banjar tentang (anak) Nabi
Sulaiman dan Nabi Khaidir.
Orang Banjar yakin bahwa Allah telah menurunkan
kitab-kitab suci guna menunjang rasul-rasulnya dalam menjalankan misi
risalahnya masing-masing, yaitu Taurat (kepada Nabi Musa), Zabur (kepada Nabi
Daud), Injil (kepada Nabi Isa) dan, yang terakhir al-Qur’an (kepada Nabi
Muhammad). Selain dari pada itu juga Allah menurunkan lembaran-lembaran kecil
(di lapangan orang menyebut sahifah) kepada Nabi Ibrahim, Nabi Musa dan Nabi
Syis. Berkenaan dengan kitab al-Qur’an, mereka yakin masih banyak rahasia yang
terkandung di dalamnya yang belum terungkapkan, baik bersangkutan dengan amalan-amalan
bacaan yang berguna bagi kehidupan di dunia mau pun di akhirat, atau pun
kegunaan lainnya.
Meski pun tidak termasuk unsur dalam rukun iman, di dalam
ajaran Islam termasuk
juga kepercayaan tentang wali, orang yang kedudukannya istimewa di sisi Tuhan.
Di kalangan masyarakat
Banjar wali (lokal)
nampaknya ialah manusia keramat, orang suci, dan kuburannya menjadi sasaran ziarah.
Sasaran ziarah lainnya
ialah mesjid-mesjid keramat dan situs candi Agung.
Kepercayaan Eks Budaya Lokal
Kepercayaan eks kebudayaan lokal yang mewarnai keislaman masyarakat
Banjar pada
hakekatnya mengandung paham tentang keunggulan kelompok kerabat bubuhan dan tokoh tertentu mereka dibandingkan dengan
bubuhan lain atau warga selebihnya. Kewibawaan tokoh-tokoh ini
berlanjut terus setelah mereka meninggal dunia, sehingga akhirnya dimitoskan
menjadi tokoh di dunia gaib yang berfungsi menjaga
keseimbangan kosmos dan memelihara adat istiadat.
Demikianlah, selain malaikat (jin, iblis dan setan), yang bersumber dari
ajaran Islam, orang
Banjar juga percaya pada makhluk-makhluk halus lain, yang asal jelmaan manusia
dan yang memang seasalnya makhluk halus. Semua makhluk halus tersebut
dipercayai sebagai makhluk ciptaan Tuhan pula seperti halnya manusia. Makhluk-makhluk
halus tersebut ialah orang-orang gaib, yang asal cikal bakal raja-raja Banjar
yang wafat.
Atau makhluk halus yang menghuni hutan dan danau atau rawa tertentu yang asal
nenek moyang bubuhan
tertentu yang biasa dipanggil datu, yang dapat diduga asal tokoh
yang menyingkir ke tempat tersebut dan menetap disana.
Makhluk halus lainnya ialah berbagai makhluk bawah air,
yaitu naga, tambun, dan buaya, ketiganya yang asal jelmaan nenek moyang. Selain
tokoh nenek moyang yang wapat, ada pula kelompok bubuhan tertentu yang yakin
bahwa sepasang moyangnya dahulu telah menjelma menjadi naga dan seterusnya
hidup sebagai makhluk bawah air itu sampai saat ini.
Makhluk halus lainnya ialah macan dan tabuan, keduanya
yang gaib, yang dikonsepsikan hidup di gunung, dan buaya gaib yang hidup di dalam
air. Macan dan
buaya konon
di dalam lingkungannya hidup bermasyarakat seperti halnya manusia, dan di
antaranya ada yang dapat menyaru dan dengan demikian bergaul dengan manusia lainnya,
yang dapat dikenali dengan tanda-tanda fisik yang berbeda (antara lain tangan
dan kaki yang relatif lebih pendek, dan tiadanya lekukan pada bibir atasnya).
Makhluk halus lainnya ialah yang dikonsepsikan sebagai
mengganggu atau mendatangkan penyakit atau dapat disuruh dukun
menyebabkan sakit: kuyang,
hantu beranak, hantu sawan, hantu karungkup, hantu pulasit. Dan
makhluk halus (hantu)
yang dikonsepsikan sebagai jelmaan manusia yang telah mati, karena mengaji ilmu
yang salah atau karena meminum salah satu minyak sakti agar kaya, kebal (taguh) atau
kuat perkasa (gancang).
Bayi dilahirkan bersama-sama dengan saudara-saudaranya, yang semuanya gaib,
yaitu biasanya berupa personifikasi dari benda-benda yang menyertainya ketika
lahir.
Selain itu di dalam kosmologi orang Banjar termasuk juga
alam yang tidak kelihatan, alam gaib, antara lain, sebagai tempat makhluk-makhluk
halus hidup bermasyarakat. Nampaknya dunia ini bagi orang Banjar relatif atau
tumpang tindih, sebab mungkin saja hutan rawa, semak belukar atau pokok kayu
tertentu sebenarnya di dalam dunia gaib ialah kota, perkampungan, atau gedung
megah milik orang gaib. Dunia gaib di balik apa yang nampak ini di kalangan
tertentu disebut sebagai bumi lamah (harpiah: bumi lemah). Juga ada istilah bumi rata untuk
dunia gaib berupa gua-gua di gunung-gunung batu, yaitu tempat pemukiman
masyarakat macan
gaib. Istilah yang pertama agak luas penyebarannya, sedangkan yang
kedua lebih terbatas. Sebenarnya ada dunia gaib lain lagi, yaitu dunia para
buaya yang terletak di bawah permukaan sungai, yang tidak penulis ketahui
namanya.
Keterampilan atau kelebihan, bahkan juga kewibawaan, yang
dimiliki seseorang konon bukan semata-mata diperoleh dengan belajar, melainkan
dapat pula terjadi berkat kekuatan gaib yang ada pada dirinya, karena ilmu gaib
yang diwarisinya, atau karena adanya makhluk gaib yang menopangnya. Selain itu
orang yang mempunyai keterampilan khusus atau mempunyai keistimewaan
dibandingkan orang lain (seniman wayang, seniman topeng, ulama, tokoh berwibawa di kalangan bubuhan)
dianggap mempunyai potensi untuk mengobati; hal ini nampaknya ada kaitannya
dengan kekuatan gaib yang diduga ada padanya atau adanya makhluk gaib yang
menopangnya. Selain itu berkembang anggapan bahwa bila ada 40 orang dalam suatu
majelis doa atau majelis sembahyang jenazah, pasti termasuk di dalamnya orang
yang saleh, yang doa-nya atau pun kutuknya sangat makbul.
Orang Banjar percaya bahwa berbagai benda, termasuk
binatang atau tumbuh-tumbuh-an dan bacaan tertentu mempunyai khasiat atau
kegunaan tertentu, yang penulis istilahkan sebagai tuah. Demikian pula orang,
binatang atau tumbuh-tumbuhan dan mungkin juga benda-benda lain mempunyai diri
yang lain yang penulis istilahkan sebagai semangat dan di lapangan diistilahkan
sebagai sumangat, ngaran (nama), raja (raja), dan ngaran raja. Tentang tuah dan
semangat ini lihat uraian berikutnya..
suatu kelakuan religius memperjelas dan mengungkapkan kepercayaan religi,
berfungsi mengkomunikasikannya ke dunia luar dan merupakan perwujudan dari usaha
para warga komunitas untuk berkomunikasi dengan Tuhan atau makhluk-makhluk
halus yang menjadi isi kepercayaan.
Di samping itu kelakuan ritual atau seremonial tertentu
berfungsi meningkatkan solidaritas masyarakat pula. Dengan demikian ber-bagai
kelakuan religius yang terungkap dalam masyarakat Banjar dapat ditelusuri
referensinya asal ajaran Islam atau dapat dikembalikan kepada kepercayaan
Islam, dan yang lain dapat dicari asal usulnya dari kepercayaan asal kebudayaan
lokal. Kali ini juga kita tidak dapat memilah secara ketat.
Pokok-pokok kewajiban ritual Islam tergambar dalam rukun Islam, yaitu
kewajiban sembahyang, puasa, zakat, haji dan mengucapkan kalimat syahadat.
Tetapi ungkapan religius umat di kawasan ini meliputi pula berbagai kelakuan
kolektif yang bersifat ritual, seremonial atau pengajaran: ibadah bersama di
rumah-rumah ibadah, perayaan maulud, perayaan mi’raj, berbagai selamatan,
berbagai kelakuan ritual bersangkutan dengan kelahiran, perkawinan dan
kematian, dan berbagai bentuk mengaji.
Sedangkan wujud kelakuan ritual yang dapat dikembalikan
pada kepercayaan asal kebudayaan lokal ialah berbagai bentuk upacara bersaji,
berbagai upacara tahap hidup individu, berbagai upacara mandi, berbagai tabu
dan keharusan, sering berkenaan dengan pakaian dan perhiasan, keharusan ziarah
ke tempat-tempat tertentu, dan tabu membawa makanan tertentu di dalam
kendara-an. Namun di dalam kelakuan tersebut sering kali terkandung unsur-unsur
yang dapat dikembalikan kepada ajaran Islam.