Sejarah
Suku
Tengger yang beragama Hindu hidup di
wilayah Gunung Bromo,Jawa Timur. Ada banyak makna yang dikandung dari kata
Tengger. Secaraetimologis, Tengger berarti berdiri tegak, diam tanpa bergerak
(Jawa). Biladikaitkan dengan adat dan kepercayaan, arti tengger adalah
tengering budi luhur.Artinya tanda bahwa warganya memiliki budi luhur. Makna
lainnya adalah: daerah pegunungan. Tengger memang berada pada lereng pegunungan
Tengger dan Semeru. Ada pula pengaitan tengger
dengan mitos masyarakat tentang suami istri cikal bakal penghuni wilayah
Tengger, Yakni Rara Anteng dan Joko Seger Hikayat Rara Anteng dan Jaka Seger. Alkisah, pada zaman
dahulu, ada seorang putri Raja Brawijaya
dengan Permaisuri Kerajaan Majapahit. Namanya Rara Anteng. Karena situasi
kerajaan memburuk, Rara Anteng mencari
tempat hidup yang lebih aman. Ia dan para punggawanya pergi ke Pegunungan
Tengger. Di Desa Krajan, ia singgah satu windu, kemudian melanjutkan perjalanan
ke Pananjakan. Ia menetap di Pananjakan dan mulai bercocok tanam. Rara Anteng kemudian diangkat anak oleh Resi Dadap,
seorang pendeta yang bermukim di Pegunungan
Bromo.Sementara itu, Kediri juga kacau sebagai akibat situasi
politik di Majapahit. Joko Seger, putra seorang brahmana, mengasingkan diri ke
Desa Kedawung sambil mencari pamannya yang tinggal di dekat Gunung Bromo.
Didesa ini, Joko Seger mendapatkan informasi adanya orang-orang Majapahit yang
menetap di Pananjakan. Joko Seger pun melanjutkan perjalanannya sampai
Pananjakan. Joko Seger tersesat dan bertemu Rara Anteng yang segera mengajaknya
kekediamannya. Sesampai di kediamannya, Rara Anteng dituduh telah berbuat
serong dengan Joko Seger oleh para pinisepuhnya. Joko Seger membela Rara Anteng
dan menyatakan hal itu tidak benar, kemudian melamar gadis itu. Lamaran diterima. Resi Dadap Putih
mengesahkan perkawinan mereka. Sewindu sudah perkawinan itu namun tak juga
mereka dikaruniai anak. Mereka bertapa 6 tahun dan setiap tahun berganti arah.
Sang Hyang Widi Wasa menanggapi semedimereka. Dari puncak Gunung Bromo keluar
semburan cahaya yang kemudian menyusup ke dalam jiwa Rara Anteng dan Joko
Seger. Ada pawisik mereka akan dikaruniai anak, namun anak terakhir harus
dikorbankan di kawah Gunung Bromo.Pasangan
ini dikarunia 25 anak sesuai permohonan mereka, Karena wilayah Tengger
penduduknya sangat sedikit. Putra terakhir bernama R Kusuma. Bertahun-tahun
kemudian Gunung Bromo mengeluarkan semburan api sebagai tanda janji harus
ditepati. Suami istri itu tak rela mengorbankan anak bungsu mereka. R Kusuma
kemudian disembunyikan di sekitar Desa Ngadas. Namun semburan api itu sampai
juga di Ngadas. R Kusuma lantas pergi ke kawah Gunung Bromo. Dari kawah
terdengar suara R Kusuma supaya saudara-saudaranya hidup rukun. Ia rela
berkorban sebagai wakil saudara-saudaranya dan masyarakat setempat. Ia
berpesan, setiap tanggal 14 Kesada, mintaupeti hasil bumi. Cerita lain menunjukkan
saudara-saudara R Kusuma menjadi penjaga tempat-tempat lain. Kini upacara itu
terkenal dengan nama Kesada. Pada upacaraKesada, dukun selalu meriwayatkan
kisah Joko Seger dan Rara Anteng
Selain namanya diambil dari
akhiran nama pemimpin mereka yaitu Roro Anteng dan Joko Seger.
Kata `Tengger` selain berasal dari perpaduan nama terakhir leluhur mereka secara
etimologis, Tengger berarti berdiri tegak, diam tanpa bergerak (Jawa), kata
tengger melainkan juga bermakna cermin keluhuran budi pekerja. Hal inilah yang
melahirkan pranata dan kearifan lokal yang diwarisi dari para pendahulu yang
masih terjaga sampai saat ini. Bahkan masy tengger percaya bahwa bencana akan
menimpa keluarga mereka jika salah satu dari mereka tidak patuh terhadap
peraturan yang berlaku di sana.