Bahasa


BAHASA
Bahasa yang berkembang di masyarakat suku Tengger adalah bahasa JawaTengger yaitu bahasa Jawi kuno yang diyakini sebagai dialek asli orang-orangMajapahit. Bahasa yang digunakan dalam kitab-kitab mantra pun menggunakan tulisan Jawa Kawi. Suku Tengger merupakan salah satu sub kelompok orang Jawa yang mengembangkan variasai budaya yang khas. Kekhasan ini bisa dilihat dari bahasanya, dimana mereka menggunakan bahasa Jawa dialek tengger, tanpa tingkatan bahasa sebagaimana yang ada pada tingkatan bahasa dalam bahasa Jawa pada umumnya. Mereka menggunakan dua tingkatan bahasa yaitu ngoko, bahasa
sehari-hari terhadap sesamanya, dan krama untuk komunikasi terhadap orangyang lebih tua atau orang tua yang dihormati. Pada masyarakat Tengger tidak terdapat adanya perbedaan kasta, dalam arti mereka berkedudukan sama. Contoh:Aku (Laki-laki) = Reang , Aku ( wanita ) = Isun , Kamu ( untuk seusia)= Sira ,Kamu ( untuk yang lebih tua) = Rika, Bapak/Ayah= Pak , Ibu = Mak , Kakek=Wek , Kakak= Kang , Mbak= Yuk

Religi
Mayoritas suku tengger menganut  agama Hindu, namun agama Hindu yang dianut berbeda dengan agama Hindu di Bali, yaitu Hindu Dharma. Hindu yang berkembang di masyarakat Tengger adalah Hindu Mahayana. Kepercayaan masyarakat suku tengger lebih dipengaruhi oleh kepercayaan setempat. Mereka percaya kepada Sang Hyang Agung, roh para leluhur, hukum karma,reinkarnasi, dan moksa. Kepercayaan mereka kepada roh di personifikasikan antara lain sebagai danyang (makhluk halus penunggu desa) yang di puja di sebuah punden. Punden biasanya terletak di bawah pohon besar atau dibawah batu besar. Roh leluhur pendiri desa mendapatkan pemujaan yang lebih besar di sanggar pemujaan. Setahun sekali masy suku tengger mengadakan upacara pemujaan roh leluhur di kawah Gunung Bromo yang disebut dengan upacara kasudo. Ajaran agama tersebut di satukan dalam sebuah kitab suci yang ditulis di atas daun lontar yang dikenal dengal nama Primbon. Sesaji dan mantra amat kental pengaruhnya dalam masyarakat suku Tengger. Masyarakat Tengger percaya bahwa mantra-mantra yang mereka pergunakan adalah mantra-mantra putih bukan mantra hitam yang sifatnya merugikan.

Upacara-upacara yang dilakukan masyarakat tengger diantaranya.

  1. Yahya kasada, Upacara ini ilakukan pada 14 bulan kasada, mereka membawa ongkek yang berisi sesaji dari hasil pertanian, ternak dan sebagainya. Lalu dilemparkan kekawah gunung bromo agar mendapatkan berkah dan diberikan keselamatan oleh yang maha kuasa.
  2. Upacara Karo, Hari raya terbesar masyarakat tengger adalah upacara karo atau hari raya karo. Masyarakat menyambutnya dengan suka cita dengan membeli pakaian baru, perabotan, makanan, minuman, melimpah, dengan tujuan mengadakan pemujaan terhadap sang Hyang Widi Wasa.
  3. Upacara Kapat, jatuh pada bulan ke empat, bertujuan untuk memohon berkah keselamatan serta selamat kiblat, yaitu pemujaan terhadap arah mata angin.
  4. Upacara kawalu, jatuh pada bulan kedelapan, masyarakat mengirimkan sesaji ke kepala desa, dengan tujuan untuk kesehatan Bumi, air, api, angin, matahari, bulan dan bintang.
  5. Upacara kasanga, jatuh pada bulan kesembilan. Masyarakat berkelilling desa dengan membunyikan kentongan dan membawa obor tujuannya adalah memohon keselamatan.
  6. Upacara kasada, Jatuh pada saat bulan Purnama (ke dua belas) tahun saka, Upacara ini disebut sebagai upacara kuban.
  7. Upacara Unan, diadakan lima tahun sekali dengan tujuan mengadakan penghormatan terhadap roh leluhur.

0 Responses