BAB V SISTEM EKONOMI SUKU GAYO

Sistem Ekonomi Suku Gayo
Sistem mata pencaharian
Orang Gayo, kehidupan masyarakat di hutan atau pegunungan dipaksa untuk mengolah tanah sebagai sumber mata pencahariannya, seperti mengolah tanah untuk menanam padi, berkebun, dan berburu hewan untuk lauknya disamping menangkap ikan di danau, sungai dan parit, oleh sebab itu di Gayo banyak jenis peralatan yang diciptakan untuk membantu kegiatan tersebut.
Topografi alam yang berlembah lembah, berbukit-bukit dengan hamparan kopi. Mayoritas penduduk bermata pencaharian sebagai petani kopi, peternak, palawija, home industri, nelayan dan pedagang. Menurut Mahmud Ibrahim (2007:60) Yang menonjol di dataran tinggi Gayo adalah perkebunan kopi yang sangat bagus, juga didukung dengan tanah yang subur dan udara yang sejuk. Dataran tinggi Gayo merupakan penghasil kopi terbesar diprovinsi Aceh, rata-rata kopi yang dihasilkan diekspor keluar negeri seperti Jepang, Jerman, singapura, Malaysia, Amerika, dan Belanda .
Dataran tinggi Gayo juga terkenal dengan hasil palawijanya yang mengisi semua sektor pasar di provinsi Aceh, rata-rata hasil palawija yang dihasilkan dikirim ke ibukota provinsi untuk menunjang kebutuhan masyarakat perkotaan. Dataran tinggi Gayo memiliki berbagai potensi yang dikembangkan masyarakat, ini tergantung pada tempat dan kondisinya, karena tidak semua lahan yang ada dataran tinggi Gayo dapat ditanam perkebunan kopi, ada beberapa sektor yang dipakai sebagai tempat untuk berternak, seperti daerah Isak, Lingge, dan Lumut di kecamatan Isak, mayoritas penduduk disini mengembala ternak, seperti, kerbau, sapi, domba, biri-biri, dan kambing.
Sektor pariwisata, di dataran tinggi Gayo mempunyai danau laut tawar, pantai menye, goa putri pukes, legenda loyang Datu, makam Reje Lingge, home industri, air terjun, pantan terong, kuliner belum lagi di daerah kabupaten Bener Meriah, Gayo Lues dan lainnya. Objek wisata ini juga merupakan penunjang mata pencaharian masyarakat sekitar.
Mata pencaharian yang berkembang di tanah Gayo memiliki keragaman. Sebab banyak sektor yang dapat dijadikan lahan pekerjaan yang menguntungkan. Berikut ini merupakan mata pencaharian masyarakat suku Gayo :
A.           Mendulang emas
Di pedalaman Gayo Lues, di desa Sangir dan Paluh, penduduknya pernah mendulang emas. Yang dalam pencuciannya mereka menggunakan wadah yang terbuat dari kayu. Di daerah kampung penampakan, penggalangan, bukit, kute lintang, pria dan wanitanya dapat mencari  emas. Bisanya laki-laki hanya mendulang emas pada musim lueh belang. Sedangkan wanita dapat melakukannya kapan saja sepanjang tahun. Bagi masyarakat Suku Gayo, mendulang emas belumlah menjadi pekerjaan yang menguntungkan. Mereka melakukan pekerjaan ini karena tidak memiliki pekerjaan lain. Berkaitan dengan pekerjaan ini beredarlah kepercayaan-kepercayaan yang membayangi penduduk. Bila seseorang berhati jelek maka orang tersebut tidak akan mendpatkan emas. Jika menemukan tempat pendulangan baru, mereka pun harus melakukan kenduri. Selanjutnya meminta izin pemilik tempat dan yang terdiri dari empat unsur yakni tanoh, wih, rara, kuyu (tanah, air, api, dan angin atau udara). Keempat unsur ini harus dimuliakan. Dalam menimbang emas mereka menggunakan biji beras sebagai anak timbangannya. Karena jumlah emas di daerah Gayo sedikit menyebabkan harga emas tersebut menjulang tinggi.
B.            Berdagang hasil hutan
Pemanfaatan hasil hutan yang dilakukan oleh masyarakat Gayo semata-mata hanya untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Hasil hutan yang biasa mereka jual adalah kayu api, bambu, rotan, damar. Jenis rotan yang biasa dijumpai adalah we pedih atau we lilin (merupakan jenis rotan untuk pengikat), we jernang, we lama, we pukuh atau kukuh, we ris, we nange, we sensim (digunakan untuk menyemat atap atau mengikat pagar), we sidem, we ketol, we radang, we silah, we udang, dan we benang. Rotan yang disalurkan ke pesisir pantai adalah we sege. Pekerjaan yang menguntungkan dalam berdagang hasil hutan adalah mengumpulkan getah. Orang kaya Gayo menjadikan getah ini seperti objek mencari emas. Sebab mengumpulkan getah ini bukanlah pekerjaan yang mudah. Mula-mula mencari terlebih dahulu batangnya, menakik, dan memilih antara keempat macam jenisnya sampai menampung getahnya. Karena banyaknya pohon yang ada di hutan, menyebabkan semakin bervarasinya nama-nama getah yang di ambil. Selain itu dengan nama-nama getah tersebut dapat dibedakan harga jualnya.
C.            Petani
Semua masyarakat Gayo pada intinya bermata pencaharian petani. Jabatan-jabatan yang disandang saat ini, hanyalah pekerjaan sampingan. Merawat dan menjaga tanah sawah mereka melebihi apa yang telah dilakukan masyarakat di Aceh. Mereka yang kelebihan uang, mula-mulanya memperbanyak tanah sawah dengan cara membeli, menggadai atau membuka lahan baru. Kemudian barulah mereka membeli kerbau. Untuk pengerjaannya orang kaya tersebut dapat memanfaatkan tenaga anak-anak dari saudara mereka yang belum nikah.  Menurut orang Gayo, pekerjaan bertani bukanlah pekerjaan yang hina. Hampir di seluru tanah Gayo orang sudah menanam padi di sawah untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Sawah merupakan dasar pokok dalam penentuan kesejahteraan penduduk di seluruh tanah Gayo.
D.           Mengaduk mesiu
Orang yang bekerja mengaduk mesiu disebut sebagai guru nyabung ubet. Bahan dasar dari pembuatan mesiu adalah garam (sire), arang kayu, belerang yang diaduk menjadi satu. Orang yang terkenal akan pekerjaan mengaduk ubet adalah orang alas dan orang batak karo. Cara pembuatan mesiu dapat dikatakan sederhana. Mula-mula garam diaduk dengan tanah yang telah bercampur dengan kotoran yang terdapat di bawah rumah tua. Kemudian bahan tersebut dimasak lalu disaring. Karang kayu yang baik didapat dari orang kayu abang-abang, seupik, atau geluni. Belerang yang terdapat di Gayo Lues didapat dari gunung lesten. Kemudian bahan tersebut diaduk menjadi empat bagian salpeter dengan satu bagian arang kayu dan satu bagian belerang, ditumbuk jadi satu lalu disaring dan dijemur sampai kering. Adukan yang benar-benar kering bisa bertahan sampai satu tahun.
E.            Pengukir
Pekerjaan ukir-mengukir tidak banyak dikerjakan di tanah Gayo. Pengukir Gayo kadang-kadang menjadikan berbagai media untuk mengukir. Seperti halnya mengukir di atas balok papan, tangga, pintu-pintu rumah yang terbuat dari kayu.
F.             Penjahit
Penjahit di tanah Gayo belum ditekuni sebagai pekerjaan sehari-hari. Para penjahit di suku Gayo kebanyakan adalah laki-laki. Sehingga tidak heran keahlian dalam membordir pun sepenuhnya dikerjakan oleh laki-laki.
G.           Peternak
Mata pencaharian ini banyak yang dilakukan masyarakat Suku Gayo. Mereka memanfaatkan hewan ini sebagai pembantu utama dalam mengerjakan tanah pertanian, dan dagingnya dijadikan barang dagangan yang membawa keuntungan besar untuk mereka. Ternak yang biasa dipelihara masyarakat suku Gayo adalah kerbau (koro). Dalam pemeliharaannya, pada malam hari kerbau harus dinyalakan api. Hal ini merupakan cara untuk mengumpulkan kerbau-kerbau dan dengan sendirinya kerbau tersebut tidur mengelilingi api yang telah dinyalakan. Namun tidak hanya dengan cara tersebut, ada pula ternak-ternak yang dimasukkan ke dalam kandang. Selama musim sawah, ternak-ternak d jaga jangan sampai memasuki area persawahan. Dan barulah setelah selesai panen, ternak tersebut dibiarkan merumput. Masyarakat Gayo mengharapkan dengan merumputnya kerbau tersebut memberikan sisi lain yang menguntungkan dari kotorannya. Kotoran  dari kerbau tersebut dapat dijadikan sebagai pupuk.
Dari masyarakat Gayo sendiri, tidak ada usaha sama sekali untuk mengembangbiakkan ternaknya dan upaya perbaikan mutu keturunan. Pengebirian hanya dilakukan pada kambing agar menjadi gemuk. Di tanah Gayo ini sapi tidak banyak diternakkan sebab sapi tidak begitu suka makan rumput di daerah pegunungan. Selain itu susunya pun jarang diperah dan dagingnya pun kurang diminati masyarakat Gayo.
Selain kerbau, kuda juga merupakan salah satu hewan yang di ternakkan oleh masyarakat suku Gayo. Kuda tersebut banyak digunakan untuk mengunjungi tempat-tempat yang jauh, digunakan untuk membawa padi dari sawah bila sawah tersebut letaknya jauh dari rumah, dan kebanyakan dari mereka bertenak kuda hanya untuk di jual.
  • Komoditi Utama suku Gayo
Kopi Gayo
 Kopi Gayo (Gayo Coffee) merupakan salah satu komoditi unggulan yang berasal dari Dataran Tinggi Gayo. Perkebunan Kopi yang telah dikembangkan sejak tahun 1926 ini tumbuh subur di Kabupaten Bener Meriah dan Aceh Tengah. Kedua daerah yang berada di ketinggian 1200 m dpl tersebut memiliki perkebunan kopi terluas di Indonesia, yaitu seluas 73.782 hektar. Kopi Gayo telah terkenal sampai ke manca negara. Mayoritas masyarakat Suku Gayo yang mendiami kedua kabupaten ini berprofesi sebagai Petani Kopi. Varietas Arabika mendominasi jenis Kopi yang dikembangkan oleh para petani Kopi Gayo.
Di pasaran kopi dunia, kopi Arabika sejak lama telah dikenal dengan sebutan Sumatera Mandailing/Lintong Coffee. Dan akhir-akhir ini kopi Aceh Tengah telah dijual dengan nama Gayo Mountain. Beberapa kalangan bahkan menilai kopi dari daerah ini memiliki kualitas tertinggi di dunia.

Sumber : Hurgronje, C. Snouck.1996.Gayo Masyarakat dan Kebudayaannya awal abad ke-20.Jakarta:Balai Pustaka
                 http://sumpek.wordpress.com/tag/kopi-gayo/
                 http://ansar-senibudaya.blogspot.com/
http://www.lintasgayo.com
3 Responses
  1. Ricky Says:

    Sangat tidak membantu


  2. Ricky Says:

    Sorry dibajak temen hahaha