Bab 5 Sistem ekonomi
Semua
orang Indonesia pasti telah mengetahui
bahwa sebagian besar orang tiong hoa yang tinggal di Indonesia memiliki
mata pencaharian sebagai pedagang.memang
50% orang tiong hoa (berasal dari hokien) yang bertempat dibagian pulau jawa
yang memiliki mata pencaharian sebagai pedagang. Tetapi ada juga orang tiong hoa yang tinggal di
daerah lain di indonesia yang berprofesi sebagai petani, penanam sayur dan
penangkap ikan. Contohnya saja orang tiong hoa yang berada di Kalimantan barat,melainkan
sebagai petani bukan sebagai pedagang. Tiadak hanya sebagai pedagang tetapi
tiong hoa ada juga yang sebagai pegawai, dokter, insinyur.
Bidang
perdagangan yang di geluti oleh kamu tionghoa memiliki sistem tertentu. Sistem
yang dianut nya adalah sistem kekerabatan atau kekeluargaan. Sebagian besar
usah yang dilakukan orang tionghoa adalah usaha kecil yang hanya durus oleh
satu keluarga. Seandainya usaha meraka berkembang dan ingin membuka cabang,
maka cabang yang di buaka biasanya di pegang oleh kerabat mereka. Bahkan bila
usaha terus menerus berkembang dan ingin dijadikan perseroan terbatas maka usaha itu akan tetap di pegang oleh keluarga
nya atau yang satu marga oleh nya.
Masyarakat tionghoa secara alami memiliki
naluri berdagang yang cukup tinggi. Hal ini terbukti dari fakta yang ada
kehidupan sehari-hari dimana hampir semua sektor perdagangan di Indonesia
masyarakat Tionghoa.
Banyak
keturunan tionghoa memiliki perusahaan besar dan biasanya merupakan bisnis
keluarga, contohnya:
1. Anne Avantie, perancang busana
2. BobHasan, pengusaha, mantan Menteri
Perindustrian dan Perdagangan
3. Charles Saerang, pengusaha
4. Ciputra, pengusaha
5. Eka Tjipta Widjaja, pengusaha, pendiri
Sinarmas Group
6. Hary Tanoesoedibjo, pengusaha,pendiri Bakti
Investama
8.
Kwik Kian Gie,
ekonom, mantan Menteri Koordinator Ekonomi
11.
Oei Tiong Ham,
pengusaha, konglomerat pertama di Indonesia
12.
Oei Wie Gwan,
pengusaha rokok, pendiri Djarum
14.
Tommy Winata,
pengusaha, pendiri Artha Graha Group
15.
William Soeryadjaya, pengusaha, Pendiri Astra
Internationa
Etos kerja
1. Jika seseorang
tionghoa ingin berdagang, maka biasanya keluarganya mendukung penuh hal
tersebut dan kegiatan dagang tesebut langsung menjadi bisnis keluarga.
2. Masyarakat
terdahulu mempunyai pemikiran baha tidak perlu sekolah tinggi-tinggi, mereka
maksimal hanya berpindidikan SMA kemudian melanjutkan berdagang
Sejarah perekonomian
Target pemerintah kolonial untuk mencegah
interaksi pribumi dengan etnis Tionghoa melalui aturan passenstelsel dan
Wijkenstelsel itu ternyata menciptakan konsentrasi kegiatan ekonomi orang
Tionghoa di perkotaan. Ketika perekonomian dunia beralih ke sektor industri,
orang-orang Tionghoa paling siap berusaha dengan spesialisasi usaha
makanan-minuman, jamu, peralatan rumah tangga, bahan bangunan, pemintalan,
batik, kretek dan transportasi. Tahun 1909 di Buitenzorg (Bogor) Sarekat Dagang Islamiyah didirikan oleh RA Tirtoadisuryo mengikuti model Siang Hwee (kamar dagang orang Tionghoa) yang dibentuk tahun 1906 di Batavia. Bahkan pembentukan Sarekat Islam (SI) di
Surakarta tidak terlepas dari pengaruh asosiasi yang lebih dulu dibuat oleh
warga Tionghoa. Pendiri SI, Haji Samanhudi, pada mulanya adalah anggota Kong Sing, organisasi
paguyuban tolong-menolong orang Tionghoa di Surakarta. Samanhudi juga kemudian membentuk Rekso Rumekso yaitu
Kong Sing-nya orang Jawa.
Di Bali hingga kini masih banyak pura
yang mempunyai kuil khusus untuk
menghormati Cong Po Kong, nenek moyang para jurumasak. Ketika survai di sana,
Myra menemukan satu kuil penting di Pura Ulun, Danau Batur, Kintamani. Ia
menemukan hal yang sama di dua tempat lain, yaitu di Pura Teluk Biu, juga di
Danau Batur, dan satunya lagi di sebuah wihara di Gianyar.
Konon, Pura Ulun dibangun untuk memperingati jurumasak Laksamana Zheng-he yang
terkenal (kadang-kadang juga disebut Cheng Ho). Laksamana Zheng-he ini memang
terkenal karena muhibahnya ke pulau-pulau di Nusantara pada awal abad ke-15.
Alkisah, jurumasak ini sedang berperahu mencari rempah-rempah ke pulau-pulau
dekat Pulau Jawa. Badai dan topan menyerang, menghancurkan perahunya, sehingga
ia tidak bisa kembali ke pangkalannya di Semarang. Ia berdoa minta bantuan.
Malaikat datang membantunya, dan berjanji akan "menerbangkannya" kembali ke
Semarang. Syaratnya, jurumasak tidak boleh melihat ke bawah sepanjang
"penerbangan" itu. Tetapi, ia ingkar janji. Ia melirik ke bawah ketika melihat
keindahan alam Kintamani. Akibatnya, ia dijatuhkan di sana.
Sang Jurumasak tidak keberatan tinggal di tempat yang asri itu. Di sakunya masih
ada sebiji lychee, kacang tanah, dan bawang putih. Ketiga biji itu ditanamnya.
Konon, dengan ketiga unsur itulah ia mengubah menu makanan orang Bali sejak saat
itu.
Sang Jurumasak kemudian menikah dengan perempuan setempat, dan mempunyai seorang
putri yang sangat cantik. Setelah dewasa, putri cantik ini dipersunting Raja.
Mungkin Sang Raja sering dimanja oleh Sang Jurumasak dengan masakan-masakannya
yang istimewa. Sepeninggalnya, Sang Putri diizinkan membangun kuil kecil di
dalam puri. Kuil inilah yang hingga sekarang masih diziarahi orang. Belum lama
ini bahkan sudah dipugar dan diperbesar.
menghormati Cong Po Kong, nenek moyang para jurumasak. Ketika survai di sana,
Myra menemukan satu kuil penting di Pura Ulun, Danau Batur, Kintamani. Ia
menemukan hal yang sama di dua tempat lain, yaitu di Pura Teluk Biu, juga di
Danau Batur, dan satunya lagi di sebuah wihara di Gianyar.
Konon, Pura Ulun dibangun untuk memperingati jurumasak Laksamana Zheng-he yang
terkenal (kadang-kadang juga disebut Cheng Ho). Laksamana Zheng-he ini memang
terkenal karena muhibahnya ke pulau-pulau di Nusantara pada awal abad ke-15.
Alkisah, jurumasak ini sedang berperahu mencari rempah-rempah ke pulau-pulau
dekat Pulau Jawa. Badai dan topan menyerang, menghancurkan perahunya, sehingga
ia tidak bisa kembali ke pangkalannya di Semarang. Ia berdoa minta bantuan.
Malaikat datang membantunya, dan berjanji akan "menerbangkannya" kembali ke
Semarang. Syaratnya, jurumasak tidak boleh melihat ke bawah sepanjang
"penerbangan" itu. Tetapi, ia ingkar janji. Ia melirik ke bawah ketika melihat
keindahan alam Kintamani. Akibatnya, ia dijatuhkan di sana.
Sang Jurumasak tidak keberatan tinggal di tempat yang asri itu. Di sakunya masih
ada sebiji lychee, kacang tanah, dan bawang putih. Ketiga biji itu ditanamnya.
Konon, dengan ketiga unsur itulah ia mengubah menu makanan orang Bali sejak saat
itu.
Sang Jurumasak kemudian menikah dengan perempuan setempat, dan mempunyai seorang
putri yang sangat cantik. Setelah dewasa, putri cantik ini dipersunting Raja.
Mungkin Sang Raja sering dimanja oleh Sang Jurumasak dengan masakan-masakannya
yang istimewa. Sepeninggalnya, Sang Putri diizinkan membangun kuil kecil di
dalam puri. Kuil inilah yang hingga sekarang masih diziarahi orang. Belum lama
ini bahkan sudah dipugar dan diperbesar.
Orang Tionghoa memang terkenal dalam
pencarian mereka terhadap bahan dan bumbu
masak eksotis. Untuk mendapatkannya, mereka tak segan menentang badai dan alam
yang ganas. Tidak heran bila dalam menu mereka didapati elemen-elemen kuliner
langka seperti sarang burung, teripang, hisit atau sirip hiu, cakar beruang,
daging ular, otak monyet, dan masih banyak lagi yang tidak berani kita impikan.
Berdasarkan temuan dari kapal-kapal yang kandas di perairan dekat pulau-pulau
Bangka dan Belitung, terungkap bukti bahwa orang Tionghoa sudah mencari bumbu
dan bahan eksotis itu sejak zaman dinasti Tang (619-920).
Cara memasak pun harus mengikuti teknik tertentu. Karena itu alat-alat memasak
merupakan bagian penting dalam rumah tangga orang Tionghoa. Beberapa alat masak
itu juga jamak ditemukan di Indonesia. Misalnya, tungku arang yang disebut
anglo. Ini sebetulnya berasal dari bahasa Tionghoa yang berarti tungku angin.
Alat ini biasanya terbuat dari tanah liat dengan lubang-lubang angin untuk
menghidupkan bara arang. Bila tidak ada angin, maka api harus dikipas agar arang
membara.
Wajan penggorengan juga sebenarnya berasal dari Tiongkok. Namanya wok. Wok
bahkan sekarang populer di seluruh dunia. Dasarnya bulat hingga panasnya bisa
merata. Dengan wok kita bisa menggoreng, menumis, bahkan juga mengukus. Tim ikan
biasanya dikukus dalam wok karena tidak ada panci yang cukup besar untuk
mengukus ikan utuh.
masak eksotis. Untuk mendapatkannya, mereka tak segan menentang badai dan alam
yang ganas. Tidak heran bila dalam menu mereka didapati elemen-elemen kuliner
langka seperti sarang burung, teripang, hisit atau sirip hiu, cakar beruang,
daging ular, otak monyet, dan masih banyak lagi yang tidak berani kita impikan.
Berdasarkan temuan dari kapal-kapal yang kandas di perairan dekat pulau-pulau
Bangka dan Belitung, terungkap bukti bahwa orang Tionghoa sudah mencari bumbu
dan bahan eksotis itu sejak zaman dinasti Tang (619-920).
Cara memasak pun harus mengikuti teknik tertentu. Karena itu alat-alat memasak
merupakan bagian penting dalam rumah tangga orang Tionghoa. Beberapa alat masak
itu juga jamak ditemukan di Indonesia. Misalnya, tungku arang yang disebut
anglo. Ini sebetulnya berasal dari bahasa Tionghoa yang berarti tungku angin.
Alat ini biasanya terbuat dari tanah liat dengan lubang-lubang angin untuk
menghidupkan bara arang. Bila tidak ada angin, maka api harus dikipas agar arang
membara.
Wajan penggorengan juga sebenarnya berasal dari Tiongkok. Namanya wok. Wok
bahkan sekarang populer di seluruh dunia. Dasarnya bulat hingga panasnya bisa
merata. Dengan wok kita bisa menggoreng, menumis, bahkan juga mengukus. Tim ikan
biasanya dikukus dalam wok karena tidak ada panci yang cukup besar untuk
mengukus ikan utuh.