- AGAMA DAN ADAT
Mayoritas penduduk di Maluku
memeluk agama Kristen dan Islam. Hal ini dikarenakan pengaruh penjajahan
Portugis dan Spanyol sebelum Belanda yang telah menyebarkan kekristenan
dan pengaruh kesultanan Ternate dan Tidore
yang menyebarkan Islam di wilayah Maluku. Pemantapan kerukunan hidup beragama dan antar umat beragama masih mengalami gangguan khususnya selama
pertikaian sosial di daerah ini.
Redefinisi dalam rangka reposisi agama
sebagai landasan dan kekuatan moral, spiritual serta etika dalam kehidupan
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara harus mendapatkan perhatian yang
sungguh-sungguh melalui pendidikan agama
agar dapat mendorong munculnya kesadaran masyarakat bahwa perbedaan
suku, agama ras dan golongan, pada
hakekatnya merupakan anugerah Tuhan Yang
Maha Kuasa. Terkait dengan itu, maka peran para pemuka agama dan
institusi-institusi keagamaan dalam mendukung terciptanya keserasian dan
keselarasan hidup berdasarkan saling
menghormati diantara sesama dan antar sesama umat beragama.
- UPACARA ADAT
* Masuk Baileu ( Rumah adat masyarakat Ambon )
Untuk masuk baileu orang
harus melakukan upacara terlebih dahulu yaitu minta izin pada roh-roh yang ada
di baileu. Dalam upacara ini, maweng mengorbankan seekor sapi.
* Cuci Negri
Di daerah Jawa, acara adat
ini di kenal dengan bersih desa. Dalam acara ini semua penduduk di wajibkan
membersihkan rumah, pekarangan, dan baileu, upacara ini jika tidak dilakukan
maka seluruh desa bisa kejangkitan penyakit atau panennya gagal.
*Antar Sontong
Antar sontong yaitu para
nelayan berkumpul menggunakan perahu dan
lentera untuk mengundang cummi-cumi dari dasar lautmengikuti cahaya lentera mereka menuju pantai di
mana masyarakat sudah menunggu mereka untuk menciduk mereka dari laut.
*Pukul Manyapu
Pukul manyapu adalah acara adat tahunan
yang dilakukan di Desa Mamala-Morela, Upacara
adat yang tergolong ekstrem ini digelar setiap tanggal 7 Syawal menurut
perhitungan kalender Hijriah/kalender Islam, atau pada hari ke tujuh setelah
Hari Raya Idul Fitri. Biasanya, peserta upacara adalah pemuda dari dua
desa adat yang bertetangga tersebut. Namun, bila ada peserta dari daerah lain
yang ingin berpartisipasi, bisa mendaftarkan diri kepada panitia tiga hari
sebelum upacara dilaksanakan. Sekalipun Pukul Sapu adalah tradisi umat Islam
Maluku, namun upacara ini juga dihadiri dan melibatkan umat Kristen di daerah
tersebut, terutama mereka yang memiliki ikatan kekerabatan (pela) dengan masyarakat
dua desa adat ini, seperti masyarakat Desa Lateri yang memiliki ikatan
kekerabatan dengan Desa Mamala dan Desa Waai yang mempunyai hubungan
kekeluargaan dengan Desa Morella. Bahkan, terkadang upacara yang dihelat pada
“lebaran hari ke tujuh” ini juga diikuti oleh keturunan Maluku yang sudah
menjadi warga negara Belanda.
Ada yang unik dari adat ini setelah acara pembukaan, upacara adat Pukul Sapu pun dimulai
dengan diiringi tepuk tangan dan sorak-sorai dari para penonton. Ada para
peserta yang hanya menggunakan celana pendek, ikat kepala, dan bertelanjang
dada dibagi ke dalam dua kelompok dan berdiri berhadap-hadapan. Kedua
kelompok tersebut secara bergantian akan menyabetkan lidi enau yang berada di
genggaman masing-masing ke pinggang, dada, dan punggung peserta di
hadapannya sampai lebam dan berdarah-darah. Untuk mengatur pergantian kelompok
yang dicambuk dan kelompok yang menyambuk, para peserta mengikuti aba-aba
dari koordinator upacara atau mengikuti alunan gendang. Pergantian juga
bisa dilakukan bila peserta yang dicambuk telah terdesak hingga mendekati
tempat penonton di pinggir lapangan.
Uniknya, meskipun sekujur tubuh peserta upacara memar-memar dan mengeluarkan darah, namun tak terlihat pada mereka ringis kesakitan atau rintihan mengaduh. Di samping itu, bercak sabetan dan goresan darah akibat cambukan lidi enau dapat disembuhkan dengan cepat tanpa meninggalkan bekas. Di Desa Morella, luka-luka akibat cambukan diobati dengan ramuan dari daun jarak yang terkenal berkhasiat menyembuhkan luka. Juga bisa diobati dengan mengoleskan minyak kelapa yang telah didoakan oleh para tetua adat kepada bagian tubuh yang luka. Minyak kelapa yang dapat mengobati luka dengan cepat tersebut dinamakan minyak Mamala atau minyak Tasala. Konon, khasiat minyak ini telah kesohor ke mana-mana, sehingga menarik minat para ilmuan dari dalam dan luar negeri untuk menelitinya.
Uniknya, meskipun sekujur tubuh peserta upacara memar-memar dan mengeluarkan darah, namun tak terlihat pada mereka ringis kesakitan atau rintihan mengaduh. Di samping itu, bercak sabetan dan goresan darah akibat cambukan lidi enau dapat disembuhkan dengan cepat tanpa meninggalkan bekas. Di Desa Morella, luka-luka akibat cambukan diobati dengan ramuan dari daun jarak yang terkenal berkhasiat menyembuhkan luka. Juga bisa diobati dengan mengoleskan minyak kelapa yang telah didoakan oleh para tetua adat kepada bagian tubuh yang luka. Minyak kelapa yang dapat mengobati luka dengan cepat tersebut dinamakan minyak Mamala atau minyak Tasala. Konon, khasiat minyak ini telah kesohor ke mana-mana, sehingga menarik minat para ilmuan dari dalam dan luar negeri untuk menelitinya.
Setelah upacara adat Pukul Sapu usai, hal lain yang menarik
ialah para penonton memperebutkan lidi-lidi enau dan minyak kelapa bekas
peserta upacara. Hal ini dikarenakan lidi-lidi atau minyak tersebut diyakini
membawa keberuntungan. Selain untuk memperoleh keberuntungan, sebagian
masyarakat menganggap kedua benda tersebut sekadar kenang-kenangan mengikuti
upacara adat Pukul Sapu yang dihelat sekali dalam setahun itu.
*Acara
Obor Pattimura
Setiap tanggal 15 Mei, di Maluku
pemerintah bersama rakyat setempat melakukan prosesi adat dan kebangsaan dalam
memperingati hari Pattimura. Yang paling terkenal adalah lari
obor dari Pulau Saparua menyebrangi lautan menuju Pulau Ambon, untuk
selanjutnya diarak-arak sepanjang 25 kilometer menuju kota Ambon.
Prosesi ini diawali dengan
pembakaran api obor secara alam di puncak Gunung Saniri di Pulau Saparua.
Gunung Saniri adalah salah satu ritus sejarah perjuangan Pattimura karena di
tempat itulah, awal dari perang rakyat Maluku melawan Belanda tahun 1817.
Dalam sejarahnya, di Gunung
Saniri berkumpul para Latupati atau Raja-Raja dan tokoh masyarakat Pulau
Saparua. Mereka melakukan Rapat Saniri (musyawarah raja-raja) untuk menyusun
strategi penyerangan ke Benteng Durstede di Saparua yang dikuasai Belanda. Thomas Matulessy dari desa Haria
lantas diangkat sebagai Kapitan atau panglima perang dengan gelar
Pattimura.
Penyerangan rakyat ke benteng
Durstede melalui Pantai Waisisil tidak menyisahkan satupun serdadu Belanda
termasuk Residen Belanda Van de Berk dan keluarganya. Semuanya tewas terbunuh
dan yang hidup hanyalah putra Van de Berk yang berusia lima tahun. Dia
diselamatkan oleh Pattimura. Belakangan, putra Van de Berk ini diserahkan
kembali kepada pemerintahan Belanda di Ambon.
Dari penyerangan inilah api
perjuangan terus dikobarkan. Kemenangan Pattimura yang berhasil menjatuhkan
Benteng Durstede menjadi inspirasi kepada rakyat lainnya untuk angkat senjata
melawan Belanda. Peperangan pun terjadi hampir di seluruh daerah di Maluku.
Dalam perjalanannya, Pattimura dan rekan-rekannya berhasil ditangkap oleh
Belanda lewat siasat liciknya. Mereka diputuskan oleh Pengadilan di Ambon
dengan hukuman mati.
- Sistem Perkawinan
Orang
Ambon mengenal tiga macam cara perkawinan yaitu kawin lari, kawin
minta dan kawin masuk
- Kawin Lari atau Lari Bini
Adalah sistem perkawinan
yang paling lazim. Hal ini terutama disebabkan karena orang Ambon umumnya lebih suka menempuh jarak pendek untuk menghindari
prosedur perundingan dan upacara. Kawin lari sebenarnya tidak diinginkan dan dipandang kurang baik oleh kaum kerabat wanita
namun disukai oleh pihak pemuda. Terutama karena pemuda hendak menghindari kekecewaan mereka bila ditolak dan
menghindari malu dari keluarga pemuda
karena rencana perkawinan anaknya ditolak oleh keluarga wanita. Bisa
juga karena takut keluarga wanita menunggu sampai mereka bisa memenuhi segala
persyaratan adat. Bentuk perkawinan yang kedua adalah
- Kawin Minta
Yang terjadi apabila seorang pemuda telah menemukan seorang
gadis yang hendak dijadikan istri,
maka ia akan memberitahukan hal itu kepada
orang tuanya. Kemudian mereka mengumpulkan anggota famili untuk membicarakan masalah itu dan membuat
rencana perkawinan. Disini diperbincangkan
pula pengumpulan kekayaan untuk membayar mas kawin, perayaan perkawinan
dan sebagainya. Akan tetapi cara perkawinan
semacam ini umumnya kurang diminati terutama bagi keluarga ang kurang mampu
karena membutuhkan biaya yang besar. Bentuk
perkawinan yang ketiga adalah
- Kawin Masuk atau Kawin Manua
Pada
perkawinan ini, pengantin pria tinggal dengan keluarga
wanita. Ada tiga sebab utama terjadinya perkawinan ini:
1.Karena
kaum kerabat si pria tidak mampu membayar maskawin
secara adat.
2.Karena
keluarga si gadis hanya memiliki anak tunggal dan tidak punya anak laki-laki
sehingga si gadis harus memasukkan
suaminya ke dalam klen ayahnya untuk menjamin kelangsungan
klen.
3.Karena
ayah si pemuda tidak bersedia menerima menantu perempuannya yang disebabkan karena perbedaan status atau karena alasan lainnya. Orang-orang yang beragama Islam pada umumnya menikah sesuai
dengan hukum Islam. Namun disini juga
terjadi hal yang sama, yaitu apabila sang suami belum mampu membayar maskawin menurut adat maka wanita itu tidak perlu
ikut bersama suaminya. Selain wajib membayar mahar (mas kawin menuruthukum Islam), pengantin laki-laki juga harus
membayar harta adat yang berupa
sisir mas, gong dan madanolam
Secara
umum, poligini
diijinkan, kecuali bagi mereka yang beragama Nasrani
- Kain Berkat
Sebuah tradisi dalam
pernikahan masyarakat ambon, yaitu pembayaran berupa kain putih dan minuman
keras ( Tuak ) oleh klen penganten laki-laki kepada klen penganten perempuan,
jika tidak dilakukan maka keluarga muda itu akan jadi sakit dan mati.
ningrat, kountjara. 2004. Manusia dan Kebudayaan Indonesia.
Jakarta : Djambatan