Sistem Pengetahuan Masyarakat Bali


Pengelolaan Sumber Daya Alam
Kaitannya dengan pemanfaatan, penggunaan dan pengelolaan sumber daya alam tropika dan kelestarian alam/ lingkungan, masyarakat adat/tradisional Subak ini dengan indigenous environmental knowledge yang dimilikinya secara turun-temurun, dengan kekuatan memegang hukum adatnya, dengan kemampuan cosmological spiritualnya, dengan kuat nya religi yang dianutnya, mereka secara lebih arif mengorganisasikan seluruh kekuatannya itu melakukan pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya pertanian padi sawah. Bukti sejarah mengindikasikan bahwa sejak abad ke-11, semua petani yang lahannya terairi dari saluran irigasi yang sama menjadi satu kelompok kerjasama irigasi atau termasuk di dalam satu Subak. Ini merupakan sebuah lembaga adat (lembaga tradisional) yang mengatur pembangunan dan pemeliharaan bangunan pengairan, dan suplai air irigasi yang didistribusikan secara adil. Peraturan demikian sangat esensial untuk mengefisienkan penanaman padi-sawah di Bali, di mana air mengalir melalui jurang yang sangat dalam dan menyebrangi teras-teras dalam perjalanannya dari gunung ke laut. Setiap orang yang memiliki lahan pertanian padi atau sawah bergabung pada Subak setempat, yang selanjutnya menjamin setiap anggotanya mendapatkan air irigasi yang didistribusikan secara adil. Secara tradisi kepala Subak memiliki sawah pada bagian yang paling bawah dari bukit/pegunungan, sehingga air harus mengalir melalui sawah-sawah yang lain sebelum mencapai sawah miliknya. Subak bertanggung-jawab terhadap koordinasi kegiatan penanaman benih dan pemindahan bibit untuk mencapai kondisi di mana tanaman tumbuh secara optimal; demikian juga bertanggung jawab dalam upacara persembahan dan perayaan di pura subak.
Seluruh anggota diundang untuk Masyarakat tradisional Bali percaya bahwa kelangsungan hidup komunitasnya juga bergantung dari integritas terhadap budayanya. berpartisipasi pada kegiatant-kegiatan tersebut khususnya pada upacara persembahan kepada Dewi Bhatari Sri. Pertanian padi sawah dengan sistem Subak disakralkan karena mereka percaya pada eksistensi dewi-padi (Dewi Bhatari Sri, Sanghyang Sri) yang senantiasa memberi kemakmuran selama manusia masih loyal kepadanya. Untuk menjaga hubungan dengannya, setiap tahap kegiatan pertanian, sebelumnya diadakan upacara ritual untuk memohon izin dengan menyampaikan persembahan, karena itu melaksanakan pekerjaan di sawah dipertimbangkan sebagai bagian dari kewajiban masyarakat tradisional/adat Bali dan diwajibkan mengikuti aturan yang telah ditetapkan (hukum adat). Untuk melindungi norma, kepercayaan, dan budayanya dari kekuatan exogenous, beberapa aturan dan larangan pada aspek sosial dan budaya ditekankan dan dilegalkan dalam ketetapan hukum adat. Untuk menegakkan hukum adatnya terdapat mekanisme pengendalian yang disebut “Karma” (consequences). Mereka percaya bahwa ia akan mengalami hal-hal yang buruk apabila melakukan perbuatan buruk, dan sebaliknya. Mekanisme pengendalian lainnya yakni kontrol sosial berupa eksekusi hukuman (punishment) bagi yang melakukan pelanggaran, eksekusi dilakukan oleh Ketua Subak dan/atau Kelian Banjar.

Ketentuan dan Tradisi Dalam Sistem Subak :
  1. Petak-petak sawah dibuat dalam bentuk terasering mengikuti kontur.
  2. Menggunakan benih padi pada varietas lokal.
  3. Dewi Bhatari Sri tidak menyukai ( alergi ) bahan kimia sehingga pupuk kimiawi ( Urea, NPK, TSP )dan pestisida kimia ( DDT, Dieldrin, Endrin ) tidak digunakan.
  4. Setiap tahapan kegiatan pertanin terlebih dahulu dilakukan upacara ritual untuk memohon izin kepada Dewi Bhatara Sri.
  5. Dewi Bhatara Sri menyukai keindahan, sehingga jarak tanam padi harus teratur, rapih.
  6. Mengistirahatkan padi dengan rotasi jenis tanaman palawija.
  7. Upacara ritual di Pura Subak menyambut panen berhasil.
Interprestasi/Jastifikasi :
  1. Untuk kelancara air. Menghindari terjadinya erosi dan longsor.
  2.  Resisten terhadap hama Nilaparphata ligens. Memelihara plasma nutfah jenis tumbuhan lokal.
  3.  Menjamin sumber daya alam tidak terkontaminasi dan menjamin tidak terjadi pencemaran lingkungan karena limbah B3 ( Bahan Beracun dan Berbahaya ).
  4. Kalender kegiatan pertanian disesuaikan dengan iklim. Keseragaman dalam tahapan kegiatan pertanian dapat memutuskan siklus hidup hama padi tertentu.
  5. Efisien dalam penggunaan sumber daya alam. Memudahkan dalam pekerjaan penyiangan.
  6. Memutuskan siklus hidup hama padi tertentu. Memperbaiki struktur tanah dan kesuburan tanah
  7. integritas budaya tradisional.
 
Sumber :  
1. Pengantar Ilmu Antropologi, Prof. Dr. Koentjaraningrat
2. MANUSIA DAN KEBUDAYAAN DI INDONESIA, Prof.Dr.Koentjaraningrat
3. ENSIKLOPEDI SUKU BANGSA DI INDONESIA, Zulyani Hidayah
4. Wikipedia.com
5. bulletin.penataanruang.net


1 Response
  1. wahyuaditya Says:

    gak nyambung judul sama isinya,,,