Sistem Sosial Suku Baduy


Sistem Sosial Masyarakat Baduy

Suku Baduy adalah bukan suku yang terasing, melainkan suatu suku yang mengasingkan diri dengan pola kehidupannya patuh terhadap hokum adat hidup mandiri dengan tidak meminta bantuan kepada oranglain, menutup diri sendiri dari pengaruh budaya luar. Adapun cara hidup mereka baik dengan sesame warga, bergotong royong, taat terhadap adat. Setia sekata dalam pandangan berlindung kepada pusaka Karuhun, dan amanat leluhurnya sekalipun tidak tersurat tetapi tersirat dalam ingatan sehingga patuh dan taat terhadap peraturan hukum adat yang dipimpin oleh kepala adat (puun).
Menurut masyarakat Baduy pergantian musim adalah mendatangkan dan meninggalkan untuk kesejahteraan manusia, hidup rukun, saling memberi dan menerima dengan saling membutuhkan adalah hal yang merupakan pelengkap untuk menimbulkan rasa perdamaian, Karena jika sering menciderai dan membinasakan akan mendatangkan bencana dan perpecahan.
Adapun amat dari ukum adat mampu mengatur tatanan kehidupan untuk kesejahteraan dan tatanan yang senapas dengan lingkungannya sehingga hidup dan kehidupannya mempunyai keseragaman kata dan perbuatan.

Hukum Masyarakat Baduy

Hukum masyarakat baduy disesuaikan dengan kategori pelanggaran berat dan ringan. Hukum ringan yaitu hukuman yang sifatnya degan pemanggilan tersangka (pelanggar) aturan oleh puun untuk diperingati, contoh masalah pelanggaran ringan seperti : beradu mulut dengan dua atau lebih warga Baduy. Sedangkan hukum berat adalah tersangka (pelaku) mendapatkan hukuman dipanggil oleh jaro setempat dan diberi peringatan.
Yang namanya hukum berat adalah : jika seseorang ada seseorang warga mengeluarkan setets darah sedikitpun sudah dianggap berat, berzinah dan berpakaian seperti orang kota.  Banyak larangan yang di atur oleh masyarakat Baduy diantaranya seperti, tidak bole sekolah, tidak boleh mememilahar hewan ternak yang berkaki empat, tidak diperkenankan memakai kendara bila bepergian, dilarang memanfaatka elektronik, dan memakai alat rumah tangga mewah dan beristri lebih dari satu.
Didalam proses pernikahan masyarakat Baduy yang akan menikah selalu dijodohkan dan tidak berpacaran. Orang tua laki-laki akan bersilatuhrahmi kepada orang tua perempuan dan memperkenalkan kedua anak mereka masing-masing. Setelah mendapat kesempatan, kemudian diproses dengan tiga kali lamaran yaiu :
1.       Orang tua laki-laki harus melapor ke jaro (kepala Kampung) dengan membawa daun sirih,buah pinang, gambir secukupnya.
2.      Selain membawa sirih,buah pinang dan gambir pelamar membawa cincin yang terbuat dari baja putih sebagai emas kawin.
3.      Mempersiapkan alat-alat rumah tangga, baju serta seserahan untuk pihak perempuan. Uniknya dalam adat, orang Baduy tidak mengenal istilah poligami dan perceraian, mereka diperbolehkan nikah kembali jika dari salah satu mereka telah meninggal.


Pemerintahan Masyarakat Baduy

Masyarakat Kanekes mengenal dua sitem pemerintahan, yaitu sistem nasional. Yang mengikuti aturan Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan sistem adat yang mengikuti adat istiadat yang dipercaya oleh masyarakat. kedua sistem tersebut digabungkan atau di akulturasi sedemikan rupa sehingga tidak terjadi perbenturan. Secara Nasional penduduk Kanenkes dipimpin oleh kepala desa yang disebut dengan Kepala Desa (jaro pemerintah, di bawah camat dan secara adat tunduk pada pimpinan ada Kanekes yang tertinggi adalah “Puun” .
Adapun struktur organisasi masyarakat Baduy secara adat Kanekes :
Pemimpin adat tertinggi dalam masyarakat Kanekes adalah “Puun”, yang ada dikampung tangtu. Jabatan terseut berlangsung turun menurun, namun tidak otomatis dari bapa keanak, melainkan dapat juga kekerabat lainnya. Jangka waktu jabatan puun tidak ditentukan, hanya berdasarkan kemampuan seseorang memegang jabatan tersebut.
Pelaksanaan sehari-hari pemerintahan adat kapuunan (kepuunan) dilaksanakan oleh jaro yang dibagi dalam empat jabatan, yaitu jaro tangtu,jaro tanggungan, jaro pamarentah.
Jaro tangtu mempertanggung jawabkan pada pelaksanaan hukum adat pada warga tangtu dan berbagai macam urusan lain.
Jaro dangka bertugas menjaga,mengurus dan memelihara tanah titipan leluhur yang ada didalam dan diluar Kanekes. Jaro dangka brjumlah 9orang, yang apabila ditambah dengan 3 jaro tangtu disebut jaroduabelas. Pimpinan dari jaro duabelas disebut dengan jaro tanggungan.
Jaro pamarentah secara adat bertugas sebagai penghubung antara adat kanekes dengan pemerintah Nasional, yang dalam tugasnya dibantu dengan pangwia, carik, dan kakolot lembur atau tertua kampung.
Pada tingkat tangtu terdapat tiga puun, yang tidak hanya menjadi pemimpin agama dan adat tertinggi dikampung tantu, tetapi juga untuk selurh kanekes. Semua pimpinan bawahan termasuk jaro pamarentah harus tunduk kepda mereka. Puun dengan menjalankan aktifitasnya dibantu oleh sejumlah pejabat adat dan agama. Pejabat adat dan beragama yang tertinggi berfungsi sebagai penasehat adalah Tangkesan yang disebut dukun Putih. Beliau biasanya berasal dan berkedudukan di desa cikopeng.
Puun mempubyai staff yang lengkap seperti, Seurat atau gilang Seurat yang menjadi pembantu puun untuk berbagai hal. Jabatan seurat hanya ada di Cikeusik dan Cibeo, tetapi tidak ada di Cikertawana. Jaro tangtu membantu seurat dan puun secara langsung. Penyampaian berita dan lain-lainnya dilakukan oleh pembantu umum. Jumlahnya tergantung dari kekerapan kerja, upacara dan pelaksanaan pikukuh.

Semacam dewan penasihat puun terdapat di setiap kampung tangtu, yang disebut baresan (barisan, dewan atau kumpulan) atau sering disebut baresan salapan, karena terdiri dari sembilan orang tokoh, termasuk jaro tangtu, seurat dan lainnya. Fungsi baresan adalah membantu puun dan jaro tangtu memecahkan berbagai masalah dan melaksanakan pikukuh.

Dengan demikian seorang puun didukung oleh panasihat batin melalui tangkesan dan penasihat pelaksanaan pikukuh oleh baresan salapan. Pengawasan para puun mampu menjangkau wilayah dan seluruh warga Kanekes melalui tanggungan jaro duawelas dan dukun-dukun lembur serta kokolot dan kokolotan lembur.

Dalam konteks itu, pamarentahan Baduy berfungsi untuk mensucikan dan membuat tapa dunia, termasuk memelihara alam sebagai pusat dunia, sedangkan dunia beserta isinya dijaga oleh keturunan muda, dan sultan-sultan Banten yang harus membuat dunia ramai.seorang pemimpin agama dihubungkan dengan garis keturunan yang paling tua, sedangkan seorang pemimpin politik dihubungkan dengan garis keturunan yang paling muda. Kekuasaan agama dihubungkan dengan para leluhur atau karuhun dan kekuasaan politik dihubungkan dengan aktivitas manusia untuk memenuhi kebutuhan hidup. Itu artinya, seorang pemimpin agama mewujudkan identatis masyarakat Baduy, sedangkan seorang pemimpin politik mengurus kehidupan duniawi termasuk mengurus dan memelihara kelestarian tanah.
Untuk melangsungkan aktivitasnya itu, kegiatan duniawi dipusatkan di tangtu Cibeo, sedangkan aktivitas ritual dan keagamaan berada di tangtu Cikeusik. Namun tangtu dalam menjalankan aktivitasnya itu saling menyokong dan sekaligus saling terikat. Karena diantara keduanya saling memberikan pengaruh untuk mengokohkan tradisi Baduy yang bersandar pada pikukuh karuhun, yaitu: ‘nu lain kudu dilainkeun, nu enya kudu dienyakeun, nu ulah kudu diulahkeun’. Artinya, yang bukan harus dikatakan bukan, yang benar harus dikatakan benar dan yang dilarang harus dikatakan dilarang.



Reverensi : 
Danasasmita, Saleh dan Anis Djatisunda. 1985. Kehidupan Masyarakat Kanekes. Bandung Proyek Sundanologi, Dep. Pendidikan & Kebudayaan R.I.
Garna, Judistira K. 1987. Orang Baduy. Bangi: Penerbit Universiti Kebangsaan Malaysia.
Garna, Judistira K. 1988. Tangtu Telu Jaro Tujuh Kajian Struktutal Masyarakat baduy di Banten Selatan Jawa Barat Indonesia. 
Tesis Ph.D. Universiti Kebangsaan Malaysia.Geise, N.J.C. 1952 Badujs en Moslims in Lebak Parahiang, Zuid Banten. Disertasi.
 Leiden.Jacobs, J. dan J.J. Meijer. 1891. De Badoej’s. ‘s-Gravenhage: Martionus Nijhoff.


0 Responses