KEHIDUPAN SOSIAL KEMASYARAKATAN SUKU AMBON
- · Bentuk Desa di Ambon
Desa adat suku Ambon dibangun sepanjang jalan utama
antarasatu desa dengan desa yang lain saling berdekatan, atau bisa juga dalam bentuk kelompok yang
terdiri dari rumah-rumah yang dipisahkan oleh tanah pertanian. Bentuk kelompok kecil rumah-rumah itu disebut ”Soa”. Rumah
asli Ambon, sama seperti di Nias, Mentawai, Bugis Toraja, dan suku lainnya di Indonesia, di bangun dengan tiang kayu yang tinggi.
Beberapa “Soa” yang letaknya berdekatan satu dengan yang lain dalam sebuah kampung yang disebut dengan ”Aman”. Kumpulan
dari beberapa ”Aman” disebut dengan ”Desa” yang juga disebut dengan ”Negari” dan dipimpin oleh seorang
”Raja” yang diangkat dari klen-klen tertentu yang memerintah secara turun-temurun, dan kekuasaan di
dalam negari dibagi-bagi untuk seluruh klen
dalam komunitas negeri. Pusat dari sebuah Negari dapat dilihat dengan
adanya balai pertemuan, rumah raja, gereja, masjid, rumah alim ulama, toko, dan
kandang berbagai hewan peliharaan. Dalam
proses sosio-historis, ”negari-negari” ini mengelompok dalam komunitas agama
tertentu, sehingga timbul dua kelompok masyarakat yang berbasis agama, yang
kemudian dikenal dengan sebutan
Ambon Sarani dan Ambon Salam. Pembentukan negeri seperti ini memperlihatkan
adanya suatu totalitas kosmos yang mengentalkan
solidaritas kelompok, namun pada dasarnya rentan terhadap kemungkinan konflik.
Oleh sebab itu, dikembangkanlah suatu
pola manajemen konflik tradisional sebagai pencerminan kearifan pengetahuan lokal guna mengatasi
kerentanan konflik seperti Pela,
Gandong; yang diyakini mempunyai kekuatan supranatural yang sangat mempengaruhi perilaku sosial kedua kelompok
masyarakat ini; dan hubungan kekerabatan lainnya.
- · SISTEM KEMASYARAKATAN
Dalam kehidupan masyarakat Maluku pada umumnya dan Ambon pada khususnya, hubungan
persaudaraan atau kekeluargaan terjalin atau terbina sangat akrab dan kuat antarasatu desa
atau kampung dengan desa atau kampung yang lain. Hubungan kekeluargaan atau persaudaraan yang terbentuk
secara adat dan merupakan budaya orang
Maluku atau Ambon yang sangat dikenal
oleh orang luar itu dinamakan dengan istilah "PELA". Hubungan pela ini dibentuk oleh para datuk atau
para leluhur dalam ikatan yang begitu
kuat. Ikatan pela ini hanya terjadi antaradesa kristen dengan desa kristen dan juga desa kristen dengan desa islam. Sedangkan antara desa Islam dengan
desa Islam tidak terlihat (Frank L. Cooley, Mimbar dan Takhta, Jakarta: PSH,
1987,hlm 183). Dengan demikian,
walaupun ada dua agama besar diMaluku
(Ambon), akan tetapi hubungan mereka memperlihatkan hubungan persaudaraan
ataupun kekeluargaan yang begitu kuat. Namun seperti ungkapan memakan si
buah malakama atau seperti tertimpa durian runtuh, hubungan kekeluargaan atau
persaudaraan yang begitu kuatpun mendapat
cobaan yang sangat besar, sehingga
tidak dapat disangkali bahwa hubungan yang begitu kuatdan erat, ternyata pada
akhirnya bisa diruntuhkan oleh kekuatan politik yang menjadikan agama sebagai alat pemicu kerusuhan yang sementara bergejolak di Maluku (Ambon), yang
sampai sekarang sulit untuk dicari jalan keluarnya. Hubungan persaudaraan dan kekeluargaan yang
begitu kuat dipatahkan dengan
kekuatan agama yang dilegitimasi oleh kekuatan
politik hanya karena kepentingan-kepentingan “bigbos” atau orang-orang tertentu.
Seperti telah dijelaskan sebelumnya bahwa setiap ”Soa” dipimpin oleh seorang kepala
”Soa”, yang bertugas mengerjakan urusan administrasi harian, baik itu urusan tradisional, maupun untuk urusan pemerintahan
Indonesia. Sedangkan beberapa kesatuan ”Soa” yang disebut dengan ”Negari”,
dipimpin oleh seorang ”raja” yang diangkat berdasarkan keturunan. Tetapi walaupun ”raja” diangkat berdasarkan keturunan, aturan
adat suku Ambon dalam memilih suatu
pemimpin, pada umumnya dilakukan dengan cara pemilihan dengan cara
pemungutan suara.Berikut adalah beberapa ”Sanitri” atau pejabat tradisional
dalamkehidupan sosial masyarakat Suku Ambon :
Tuan tanah
Seseorang yang
ahli dalam bidang pertanahan dan kependudukan
Kapitan
Seseorang yang
ahli dalam peperangan
Kewang
Seseorang yang
bertugas untuk menjaga hutan
Marinyo
Seseorang yang bertugas memberikan berita dan pengumuman. Dalam kemasyarakatan Suku Ambon,
banyak dijumpai Organisasi-organisasi kemasyarakatan yang memiliki berbagi
macam visi danmisi. Berikut
beberapa contoh organisasi kemasyarakatan SukuAmbon :
Patalima
Lima bagian,
merupakan orang-orang yang tinggal di sebelah timur. Namun dilihat dari sejarah di mana Suku Ambon pernah dikuasai oleh
Ternate dan Tidore, organisasi ini nampaknya dibentuk untuk menunjukkan pengaruh kerajaan Ternate dan Tidore,
dan jugauntuk membantu pertahanan dari serangan musuh.
Jajaro
Organisasi
kewanitaan Suku Ambon
Ngungare
Organisasi kepemudaan
Pela Keras
Organisasi antar Soa yang fokus pada kegiatan kerjasama suatu proyek antar Soa, peperangan, dan lain-lain.
Pela Minum Darah
Hampir sama
dengan Pela Keras. Organisasi ini mengikat persatuan mereka dengan cara
meminum, darah mereka masing-masing yang dicampur menjadi satu.
Pela Makan Sirih
Organisasi
antar Soa yang fokus pada bidang pembangunan masjid, gereja, dan sekolah
Muhabet
Organisasi yang
mengurus semua kegiatan upacara kematian
Patasiwa
sembilan bagian, merupakan kelompok orang-orang Alifuru yang bertempat tinggal di sebelah barat sungai mala sampai
ke Teluk upaputih di sebelah selatan. Patasiwa
dibagi menjadi dua kelompok yaitu
patasiwa hitam dan patasiwa putih.
·
Patasiwa hitam warga-warganya di
tato, sedangkan patasiwa putih tidak.
- · Pengertian Pela
Pela berasal
dari kata "Pila" yang berarti "buatlah sesuatu untuk bersama". Sedangkan jika ditambah dengan
akhiran -tu, menjadi "pilatu", artinya adalah menguatkan,
usaha agar tidak mudah rusuh atau pecah.
Tetapi juga ada yang menghubungkan kata pela ini dengan pela-pela yang berarti
saling membantu atau menolong. Dengan beberapa pengertian ini, maka dapat
dikatakan bahwa PELA adalah suatu ikatan persaudaraan atau kekeluargaan
antaradua desa atau lebih dengan tujuan saling membantu atau menolong satu
dengan yang lain dan saling merasakan senasib penderitaan. Dalam arti bahwa senang dirasakan bersama
begitupun susah dirasakan bersama
(Adat dan Upacara Perkawinan Daerah Maluku,Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1977/1978, hlm 27).
Ikatan pela ini diikat dengan suatu sumpah dan dilakukan dengan cara minum darah
yang diambil dari jari-jari tangan yang dicampur dengan minuman keras lokal
maupun dengan cara memakan sirih pinang. Hubungan pela ini biasanya terjadi karena ada peristiwa yang melibatkan kedua kepala
kampung atau desa, dalam rangka saling membantu dan menolong satu sama lain.
Dalam ikatan pelaini memiliki serangkaian nilai dan aturan yang mengikat
masing-masing pribadi yang tergabung dalam persekutuan persaudaraan atau kekeluargaan itu. Aturan
itu antara lain adalah: tidak boleh menikah sesama
pela atau saudara sekandung dalam pela. Jika hal ini dilakukan maka akan terjadi hal-hal yang tidak diinginkan atau terjadi hukuman bagi yang melanggaranya (op.cit.,
Cooley, hlm184).
- · Jenis-Jenis Pela
a) Pela Keras Atau Pela Minum Darah Dikatakan demikian
oleh karena pela ini ditetapkan melalui sumpah para pemimpin leluhur kedua
belah pihak dengan cara meminum
darah yang diambil dari jari-jari mereka yang dicampur dengan minuman keras lokal dari satu gelas. Hal ini memateraikan sumpah persaudaraan untuk
selama-lamanya. Pela ini biasanya
atau umumnya adalah hasil dari keadaan perang. Artinya bahwa setelah kedua
kapitan dari dua desa tersebut saling bertarung dan pada akhirnya tidak
ada yang bisa saling mengalahkan, maka
diangkat sumpah untuk mengakhiri permusuhan
itu. Sumpah itu dimaksudkan untuk mengikat "persaudaraan darah" untuk selamanya. Sehingga dalam perkembangannya jika yang satu mereka susah atau memerlukan bantuan, maka yang lain harus membantu.
Inilah komitmen yang sudah merupakan kewajiban ataupun keharusan. Semua warga dari desa-desa yang angka pela ini
tidak terlepas dari tuntutan-tuntutan, antara lain: - tidak boleh
menikah- saling membantu dan memikul beban. Pela
keras ini biasa disebut juga dengan pela tuni ataupun pelabatukarang.
b) Pela Lunak Atau Pela Tampa Sirih. Jenis pela ini tidak diikat
dengan sumpah yang memakai darah, tetapi hanya dengan memakan sirih pinang. Ikatan pela ini terjadi karena bertemu dalam
situasi yang mengundang untuk saling membantu, misalnya pada saat terjadi angin ribut ada yang menolongnya. Ataupun
juga pela jenis ini terbentuk melalui kegiatan masohi atau bantuan tenaga dari
satu desa pada desa lain. Pela ini tidaklah keras, karena tidak dilarang untuk menikah sesama pela.
c) Pela Ade Kaka. Pela jenis ini pada umumnya merupakan
hasil pertemuan kembali antara adik-kakak yang bersaudara dimana tadinya berpencar
dan telah membentuk kampung sendiri. Umumnya pela saudara ini berlangsung
antara kampung-kampung yang beragama
kristen dan Islam. Pela ini biasanya dikenal dengan nama Pela Gandong. Dengan
demikian dapat dikatakan bahwa walaupun
ada berbagai jenis pela akan tetapi semuanyamempunyai hakekat yang satu, yaitu ikatan persaudaraan atau kekeluargaan
yang berlangsung untuk selamanya karena diikatdengan sumpah darah.
- · Panas Pela
Panas Pela adalah suatu kegiatan yang dilakukan setiap tahunantara desa yang telah sama-sama
mengankat sumpah dalam ikatan pela untuk mengenangkan kembali peristiwa angka pelayang terjadi pada awalnya. Selain
itu juga kegiatan panas pela ini juga pada intinya adalah untuk lebih
menguatkan, mengukuhkan hubungan
persaudaraan dan kekeluargaan.
- · Hubungan Budaya Pela Dengan Rekonsiliasi
Pada hakikatnya pela telah mengandung unsur rekonsiliasi.Oleh karena dalam budaya pela itu
sendiri dinyatakan bagaimana ikatan yang kuat dalam menjalin kedamaian ata
kehidupan yang saling merasakan susah dan senang secara bersama. Akan tetapi dengan melihat situasi yang terjadi
akhir-akhir ini yangmenumbangkan
ikatan pela oleh karena ikatan agama yang begitu kuat karena permainan politik yang menggunakan agama sebagai kendaraan, maka tidak dapat disangkal, pasti
semua orang akan bertanya mengapa ikatan persaudaraan yang begitu kuat
mengikat hubungan antara desa yang satu
dengan yang lain, apalagi ikatanagama dapat runtuh. Inilah suatu
pergumulan.
- · SISTEM KEKERABATAN
Sistem kekerabatan orang Ambon berdasarkan hubungan patrilineal yang
diiringi pola menetap patrilokal. Kesatuankekerabatan amat penting yang lebih besar dari keluarga batih adalah mata
rumah atau fam yaitu suatu kelompok kekerabatan yang bersifat patrilinal. Mata rumah
penting dalam hal mengatur perkawinan warganya secara exogami dan dalam hal
mengatur penggunaan tanah-tanah deti yaitu tanah milik kerabat
patrilineal
Disamping kesatuan
kekerabatan yang bersifat unilateral itu ada juga kesatuan
lain yang lebih besar dan bersifat bilateral yaitu famili atau kindred. Famili merupakan
kesatuan kekerabatan disekeliling
individu yang terdiri dari warga-warga yang masih hidup dari
mata rumah asli
yaitu semua keturunan
keempat nenekmoyang
- · Marga Ambon
Marga Ambon
merujuk kepada nama keluarga atau marga yang dipakai di belakang nama depan
masyarakat Ambon/Maluku. Nama-nama marga di sini tidak mencakup nama-nama marga
Maluku Utara maupun Maluku Tenggara.
Di Indonesia Timur nama marga biasa juga disebut fam, yang menunjukkan pengaruh dari bahasa Belanda. Kata fam berasal dari kata familienaam yang berarti "nama keluarga".
Marga Ambon diambil dari nama keluarga yang digunakan oleh ayah. Nama anak dari sebuah keluarga akan ditambahkan nama keluarga sang ayah di belakangnya. Dari nama-nama marga Ambon ini, dapat dilihat pengaruh Portugis dan Belanda khususnya, yang menunjukkan besarnya pengaruh penjajahan kedua bangsa itu di wilayah ini.
Di Indonesia Timur nama marga biasa juga disebut fam, yang menunjukkan pengaruh dari bahasa Belanda. Kata fam berasal dari kata familienaam yang berarti "nama keluarga".
Marga Ambon diambil dari nama keluarga yang digunakan oleh ayah. Nama anak dari sebuah keluarga akan ditambahkan nama keluarga sang ayah di belakangnya. Dari nama-nama marga Ambon ini, dapat dilihat pengaruh Portugis dan Belanda khususnya, yang menunjukkan besarnya pengaruh penjajahan kedua bangsa itu di wilayah ini.
Referensi :
ningrat,
kountjara. 2004. Manusia dan Kebudayaan Indonesia. Jakarta : Djambatan