SISTEM SOSIAL
Masyrakat Batak tidak terlepas dari masalah
marga. Perkataan marga berasal dari bahasa
Sansekerta, yang berarti jalan atau satu arah, satu keturunan sedarah dan satulingkungan adat. Dalihan Natolu merupakan
ikatan kekerabatan adat istiadat
padamasyarakat
Batak. Adapun komposisi dari Dalihan Natolu adalah terdiri dari :
•Dongan Tubu (teman semarga)
•Hula-hula (orang tua dari istri atau mertua)
•Boru (putri saudara perempuan kita beserta
keturunannya)Jadi,
Dalihan Sabutuha adalah
pihak keluarga yang semarga dalam hubungan bapak
(patrilineal). Anak laki-laki dan anak perempuan yang semarga tidak boleh
salingkawin mengawini satu sama lain.
Susunan patrilineal ini merupakan tulang punggungmasyarakat Batak. Ini terdiri
dari kaum marga dan sub marga yang semuanya bertalianmenurut garis
Bapak.Tertib pertalian patrilineal ini menguasai seluruh hukum adat, hak milik,
warisandan upacara-upacara. Si sada anak, si
sada boru dan si sada hansuhuton (satu kesatuanterhadap anak laik-laki dan perempuan dalam upacara-upacara adat). Namardongansabutuha adalah yang satu marga, sehingga tidak diperbolehkan saling kawin satu samalain.Hula-hula
adalah keluarga (klen pemberian gadis atau isteri). Hula-hula dianggapatau diberatkan seperti mata niari binsar, artinya
yang memberi cahaya, hidup, dalamsegala bidang. Sehingga selalu
dihormati, termasuk orang yang mempunyai sahala Jugasebagai pemberi
berkat pada borunya. Oleh karena
itu, harus dijunjung tinggi ataudihormati. Menghormati hula-hula sudah menjadi darah daging bagi masyarakat Batak,tanpa
melihat waktu, tempat dan keadaan.Pihak boru
adalah kelompok penerima anak perempuan dari pihak hula-hula.Yang tergolong kedalamnya adalah hela (suami
boru), pihak keluarga hela termasuk orang tua dan keturunan-keturunannya.Boru atau perboruan terhadap hula-hula
adalah sebagai hulu balang (untuk disuruh). Jadi boru ini
harus takluk pada perintah apapun yang diberikan oleh pihak hula-hulanya, oleh karena hal itu adalah merupakan
penghormatan baginya, biarpun selaludiperintah. Jadi dengan adanya
sistem marga dalam masyarakat Batak, dengan sendirinyadapat menunjukkan hubungan kekeluargaan diantara sesamanya. Apakah dia
termasuk dongun tubu, hula-hula atau boru. Kedudukan inilah yang
digambarkan dengan landasanmasyarakat Batak yang disebut Dalihan Natolu.Menurut kebiasaan di antara orang Batak, apabila
yang baru dikenal terlebihdahulu ditanya apa marganya, dimana kampung
atau darimana asalnya. Tujuannya adala huntuk mengetahui hubungan kekerabatan.
Juga supaya jangan salah dalam pembicaraan.Apakah
dia sebagai boru, hula-hula atau dongan tubu. Bagaimana panggilan masing-masing
dalam terminologi kekerabatan. Maka dengan adanya perkenalan ini semakineratlah
hubungan pembicaraan sesama mereka.
•Marga
dalam pernikahan
Sebagai contoh : Si A marga sitorus kawin
dengan si B marga Manarung dan anak perempuan
A dikawinkan sama marga Sirait. Maka dalam hal ini bahwa si A akanmenjadi boru
dari pihak marga Manurung, dan marga Sirait akan menjadi boru dari pihak marga Sitorus. Dengan
demikian marga Sirait yang mengawinkan anak perempuannya kepada marga
lain.
•Marga Batak Toba
Menurut kepercayaan bangsa batak induk marga Batak dimulai dari Si Raja
Batak yang diyakini sebagai asal mula orang Batak.Si Raja
Batak mempunyai 2 (dua) orang putra yakniGuru
Tatea Bulan dan Si Raja Isumbaon. Guru Tatea Bulan sendiri mempunyai 5 (lima)orang
putra yakni Raja Uti (Raja Biakbiak), Saribu Raja, Limbong Mulana, Sagala Raja
danMalau Raja. Sementara Si raja sumbaonmempunyai 3 (tiga) orang putra yakni sisimangaraja ,si raja asiasi dan sangkar somalidang. Dari
keturunan (pinompar ) mereka inilah kemudian menyebar ke segala penjuru
daerahdi Tapanuli baik ke utara maupun ke
selatan sehingga munculah berbagai macam margaBatak. Semua marga-marga ini
dapat dilihat kedudukan dari Si Raja Batak di Tarombo online.Legenda mengenai bagaimana Si Raja Batak dapat
disebut sebagai asal mula orang Batak masih perlu dikaji lebih
dalam
Kekerabatan: semua orang Batak mesti saling mengikat diri dalam sebuah hubungan baik itu dari pihak yang semarga maupun dari lingkuan luar.
Keagaaman: orang Batak sangat menjunjungtinggi agama. Agama tidak bisa dilepaskan dalam kehidupan sehari-hari mereka.
Hagabeon: adalah ungkapan untuk panjang umur. Bagi orang Batak mempunyai umur panjang sangat berarti. Konsep Hagabeon berakar, dari budaya bersaing pada jaman purba. Dalam perang tradisional ini kekuatan tertumpu pada jumlah personil yang besar. Mengenai umur panjang dalam konsep hagabeon disebut SAUR MATUA BULUNG ( seperti daun, yang gugur setelah tua). Dapat dibayangkan betapa besar pertambahan jumlah tenaga manusia yang diharapkan oleh orang Batak, karena selain setiap keluarga diharapkan melahirkan putra-putri sebanyak 33 orang, juga semuanya diharapkan berusia lanjut.
HASANGAPON Kemuliaan, kewibawaan, kharisma, suatu nilai utama yang memberi Dorongan kuat untuk meraih kejayaan. Nilai ini memberi dorongan kuat, lebih-lebih pada orang Toba, pada jaman modern ini untuk meraih jabatan dan pangkat yang memberikan kemuliaan,kewibawaan, kharisma dan kekuasaan.
HAMORAON: Kaya raya, salah satu nilai budaya yang mendasari dan mendorong orang Batak, khususnya orang Toba, untuk mencari harta benda yang banyak.
HAMAJUON: Kemajuan, yang diraih melalui merantau dan menuntut ilmu. Nilai budaya Hamajuon ini sangat kuat mendorong orang Batak bermigrasi keseluruh pelosok tanah air. Pada abad yang lalu, Sumatra Timur dipandang sebagai daerah rantau. Tetapi sejalan dengan dinamika orang Batak, tujuan migrasinya telah semakin meluas ke seluruh pelosok tanah air untuk memelihara atau meningkatkan daya saingnya.
Hukum Patik Dohot Uhum, aturan dan hukum. Nilai patik dohot dan uhum merupakan nilai yang kuat di sosialisasikan oleh orang Batak. Budaya menegakkan kebenaran, berkecimpung dalam dunia hukum merupakan dunia orang Batak. Nilai ini mungkin lahir dari tingginya frekuensi pelanggaran hak asasi dalam perjalanan hidup orang Batak sejak jaman purba. Sehingga mereka mahir dalam berbicara dan berjuang memperjuangkan hak-hak asasi. Ini tampil dalam permukaan kehidupan hukum di Indonesia yang mencatat nama orang Batak dalam daftar pendekar-pendekar hukum, baik sebagai Jaksa, Pembela maupun Hakim.
PENGAYOMAN: kehidupan sosial orang Batak kurang kuat dibandingkan dengan nilai-nilai yang disebutkan terdahulu. ini mungkin disebabkan kemandirian yang berkadar tinggi. Kehadiran pengayom, pelindung, pemberi kesejahteraan, hanya diperlukan dalam keadaan yang sangat mendesak.
KONFLIK: kehidupan orang Batak Toba kadarnya lebih tinggi dibandingkan dengan yang ada pada Angkola-Mandailing. Ini dapat dipahami dari perbedaan mentalitas kedua sub suku Batak ini. Sumber konflik terutama ialah kehidupan kekerabatan dalam kehidupan Angkola-Mandailing. Sedang pada orang Toba lebih luas lagi karena menyangkut perjuangan meraih hasil nilai budaya lainnya. Antara lain Hamoraon yang mau tidak mau merupakan sumber konflik yang abadi bagi orang Toba.