SISTEM SOSIAL
Keluarga adalah
kelompok sosial dan politik utama dalam suku Toraja. Setiap desa adalah suatu
keluarga besar. Setiap tongkonan memiliki nama yang dijadikan sebagai nama
desa. Keluarga ikut memelihara persatuan desa. Pernikahan dengan sepupu jauh (sepupu
keempat dan seterusnya) adalah praktek umum yang memperkuat hubungan
kekerabatan.Suku Toraja melarang pernikahan dengan sepupu dekat (sampai dengan
sepupu ketiga) kecuali untuk bangsawan, untuk mencegah penyebaran harta.
Hubungan kekerabatan berlangsung secara timbal balik, dalam artian bahwa
keluarga besar saling menolong dalam pertanian, berbagi dalam ritual kerbau,
dan saling membayarkan hutang. Setiap orang menjadi anggota dari keluarga ibu
dan ayahnya. Anak, dengan demikian, mewarisi berbagai hal dari ibu dan ayahnya,
termasuk tanah dan bahkan utang keluarga. Nama anak diberikan atas dasar
kekerabatan, dan biasanya dipilih berdasarkan nama kerabat yang telah
meninggal. Nama bibi, paman dan sepupu yang biasanya disebut atas nama ibu,
ayah dan saudara kandung. Sebelum adanya pemerintahan resmi oleh pemerintah
kabupaten Tana Toraja, masing-masing desa melakukan pemerintahannya sendiri.
Dalam situasi tertentu, ketika satu keluarga Toraja tidak bisa menangani
masalah mereka sendiri, beberapa desabiasanya membentuk kelompok;
kadang-kadang, bebrapa desa akan bersatu melawan desa-desa lain Hubungan antara
keluarga diungkapkan melalui darah, perkawinan, dan berbagi rumah leluhur
(tongkonan), secara praktis ditandai oleh pertukaran kerbau dan babi dalam ritual.
Pertukaran tersebut tidak hanya membangun hubungan politik dan budaya antar
keluarga tetapi juga menempatkan masing-masing orang dalam hierarki sosial:
siapa yang menuangkan tuak, siapa yang membungkus mayat dan menyiapkan
persembahan, tempat setiap orang boleh atau tidak boleh duduk, piring apa yang
harus digunakan atau dihindari, dan bahkan potongan daging yang diperbolehkan
untuk masing-masing orang.
Pong Mula Tau adalah anak dari Pong Bura Langi’ sebagai manusia pertama
di dunia dan turun di Rura. Pong Mula Tau
kemudian kawin dengan Sanda Bilik dan
melahirkan Londong di Rura dan Londong di Langi’.
Kelahiran manusia
menurut kepercayaan Aluk Todolo,sebagai
berikut :
a.
Pertama, Datu La
Ukku’ langit di langit melalui Saun
Sibarung,sebagai pemangku Sukaran
Aluk.
b.
Kedua, kelahiran Puang
Adang, sebagai pemangku Maluangan
Bata’tang (kepemimpinan), yang dibekali kecerdasan.
c.
Ketiga, juga diciptakan melalui Saung Sibarung,yaitu Pande
Pong Kambuno Langi’ dengan keahlian tukang dan keterampilan.
d.
Keempat adalah Patto
Kalembang sebagai nenek manusia yang terakhir di atas langit sebagai matutu ina’a atau pengabdi.
Tahapan kelahiran
manusia di atas, menjadi dasar pelapisan sosial (tana’) dalam masyarakat Toraja, oleh karena itu tana’ dalam masyarakat Toraja terdiri
pula dari empat tingkatan yaitu :
v Tana’ Bulaan, adalah lapisan bangsawan tinggi
sebagai pewaris yang dapat menerima Sukaran
Aluk, yang dipercayakan mengatur aturan hidup dan memimpin agama.
v Tana’ Bassi, adalah lapisan bangsawan menegah
sebagai pewaris yang dapat menerima Maluangan
Bata’tang, ditugaskan mengatur kepemimpinan dan mengajarkan kecerdasan.
v Tana’ Karurung, adalah lapisan rakyat biasa yang
merdeka, tidak pernah diperintah langsung, sebagai pewaris yang dapat menerima pande, yaitu tukang-tukang dan orang-orang
terampil.
v Tana’ Kua-kua, adalah lapisan hamba sahaya sebagai
pewaris yang menerima tanggung jawab sebagai pengabdi, biasanya disebut matutu inaa.
Keempat lapisan
sosial tersebut sampai saat ini masih mempengaruhi kehidupan masyarakat dan
kebudayaan Toraja, karena merupakan dasar dalam pergaulan dan kegiatan di
masyarakat, seperti : dalam acara perkawinan, pada upacara pemakaman, dalam
pengangkatan penguasa atau pemerintah adat, di mana anggota-anggota dari
masing-masing lapisan menempatkan diri sesuai dengan status strata sosial yang
dimilikinya. Dalam masyarakat Toraja awal, hubungan keluarga bertalian dekat
dengan kelas sosial. Ada tiga tingkatan kelas sosial: bangsawan, orang biasa,
dan budak (perbudakan dihapuskan pada tahun 1909 oleh pemerintah Hindia
Belanda). Kelas sosial diturunkan melalui ibu. Tidak diperbolehkan untuk
menikahi perempuan dari kelas yang lebih rendah tetapi diizinkan untuk menikahi
perempuan dari kelas yang lebih tingi, ini bertujuan untuk meningkatkan status
pada keturunan berikutnya. Sikap merendahkan dari Bangsawan terhadap rakyat
jelata masih dipertahankan hingga saat ini karena alasan martabat keluarga.
Kaum bangsawan,
yang dipercaya sebagai keturunan dari surga,tinggal di tongkonan, sementara
rakyat jelata tinggal di rumah yang lebih sederhana (pondok bambu yang disebut
banua). Budak tinggal di gubuk kecil yang dibangun di dekat tongkonan milik
tuan mereka. Rakyat jelata boleh menikahi siapa saja tetapi para bangsawan
biasanya melakukan pernikahan dalam keluarga untuk menjaga kemurnian status
mereka. Rakyat biasa dan budak dilarang mengadakan perayaan kematian. Meskipun
didasarkan pada kekerabatan dan status keturunan, ada juga beberapa gerak
sosial yang dapat memengaruhi status seseorang, seperti pernikahan atau
perubahan jumlah kekayaan. Kekayaan dihitung berdasarkan jumlah kerbau yang
dimiliki. Budak dalam masyarakat Toraja merupakan properti milik keluarga.
Kadang-kadang orang Toraja menjadi budak karena terjerat utang dan membayarnya
dengan cara menjadi budak. Budak bisa dibawa saat perang, dan perdagangan budak
umum dilakukan. Budak bisa membeli kebebasan mereka, tetapi anak-anak mereka
tetap mewarisi status budak. Budak tidak diperbolehkan memakai perunggu atau
emas, makan dari piring yang sama dengan tuan mereka, atau berhubungan seksual
dengan perempuan merdeka. Hukuman bagi pelanggaran tersebut yaitu hukuman mati.
Tongkonan
merupakan pusat kehidupan sosial suku Toraja. Ritual yang berhubungan dengan
tongkonan sangatlah penting dalam kehidupan spiritual suku Toraja oleh karena
itu semua anggota keluarga diharuskan ikut serta karena Tongkonan melambangan
hubungan mereka dengan leluhur mereka. Menurut cerita rakyat Toraja, tongkonan
pertama dibangun di surga dengan empat tiang. Ketika leluhur suku Toraja turun
ke bumi, dia meniru rumah tersebut dan menggelar upacara yang besar.
Pembangunan tongkonan adalah pekerjaan yang melelahkan dan biasanya dilakukan
dengan bantuan keluarga besar. Ada tiga jenis tongkonan. Tongkonan layuk adalah
tempat kekuasaan tertinggi, yang digunakan sebagai pusat
"pemerintahan". Tongkonan pekamberan adalah milik anggota keluarga
yang memiliki wewenang tertentu dalam adat dan tradisi lokal sedangkan anggota
keluarga biasa tinggal di tongkonan batu. Eksklusifitas kaum bangsawan atas
tongkonan semakin berkurang seiring banyaknya rakyat biasa yang mencari
pekerjaan yang menguntungkan di daerah lain di Indonesia. Setelah memperoleh
cukup uang, orang biasa pun mampu membangun tongkonan yang besar.