SISTEM PENGETAHUAN

SISTEM PENGETAHUAN SUKU TORAJA


Mitos dan Legenda                                           
Mitos dan legenda suku-suku di indonesia biasanya disampaikan melalui cerita secara turun temurun,dari mulut ke mulut, dan sejarah lisan ini pun pada umumnya hanya diketahui oleh kelompok tertentudalam masyarakat tersebut. Seperti halnya mitos dan legenda tentang Toraja, karena dalam tradisi masyarakatnya tidak dikenal adanya tulisan dalam bentuk teks, dokumentasi atau penuturan prosaik dan puitik, semua cerita hanya dikenal dalam bentuk lisan, sehingga akhirnya tidak semua anggota masyarakat Toraja mengetahui dengan pasti mengenai mitos dan legenda asal usul nenek moyang mereka. Sejarah lisan ini hanya dikenal oleh orang-orang yang berpengaruh dalam masyarakat, seperti golongan bangsawan dan penguasa adat Toraja yang mempunyai Tongkonan (rumah adat), karena salah satu fungsi Tongkonan adalah sebagai tempat menyampaikan berita, cerita, lengenda, dan filsafat hidup Toraja, dari generasi ke generasi.
Mitos mengenai asal usul orang Toraja, dijelaskan oleh L.T. Tangdilintin sebagai berikut :
Puang Matua (Sang Pencipta) menurunkan Aluk Todolo bersama-sama dengan nenek manusia pertama Datu La Ukku’ yang dinamakan Sukaran Aluk (sukaran = aturan; aluk = agama). Puang Matua menciptakan segala isi bumi ini, pada awalnya menciptakan delapan unsur atau mahluk di atas langit melalui suatu tempat penciptaan.
Malemi Puang Matua rokko rampe matampu’unnembong bulaan tasak ponno sepu’na diongto’Mata Uwai. Umpatiangka’mi bate lentekna to kakauba nan rekko to’ kabo’taran kulla’ Unseno tinggi Nane’ tangka-rauan lempan karappi’na diong to’Kalimbuang boba.sulemi Puang Matua diongmai rampe matampu’ tibalikmi to Kakaubanan diong mai to’ kabe’ toran kulla’; Nabolloan barra’mi Puang Matua Bulaan Tasak tama saun Sibarruang; Nabakku’amboranmi to Kakaubanan Nene’ tangkaraunan tama Suling pada dua;Napasarussu’mi Puang Matua tu saun Sibarrung, napatarnakkimi to Kakaubanantu Sililing pada dua; Dadimi Nenekna to Sanda Karua lammai Saun Sibarrung takkomi Todolo kasaunggana to Ganna’ bilangan lammai Suling pad dua pada umposanga-sanganna umpoganti pa’gantiananna :
1.    Nenekna tolino disangan Datu La Ukku’
2.     Nenekna Ipo disangan Menrante
3.    Nenekna Kapa’disangan La Ungku
4.    Nenekna Bassi disangan Irako
5.    Nenekna Uran disangan Pong Pirik-pirik
6.    Nenekna Tedong disangan Menturini
7.    Nenekna Pare disangan Lamemme
8.    Nenekna Manuk disangan Menturiri
Artinya :
Maka berangkatlah Puang Matua ke arah sebelah barat untuk mengambil sebakul emas dan kembali membawa bakul iu yang berisi penuh dengan emas, lalu dimasukkan ke dalam tempat yang bernama Saung Sibarruang, kemudian dihembuskanlah Saung Sibarruang itu, maka terciptalah delapan macam nenek makhluk, yaitu :
1.    Nenek Manusia bernama Datu La Ukku’
2.    Nenek Racun Berbisa bernama Menrante
3.    Nenek Kapas bernama La Ungku
4.    Nenek Besi bernama Irako
5.    Nenek Hujan bernama Pong Pirik-pirik
6.    Nenek Kerbau bernama Menturini
7.    Nenek Padi bernama La Memme
8.    Nenek Ayam bernama Menturiri
Setelah Puang Matua menciptakan kedelapan makhluk tersebut di atas, maka nenek manusia pertama Datu La Ukku’ dibekali dengan Sukaran Aluk dan dikawinkan dengan To Tobang Tua, dengan tujuan agar Sukaran Aluk dapat dilaksanakan untuk memuliakan dan memuja Puang Matua, yang selanjutnya dapat diikuti oleh turunan Datu La Ukku’ yang bernama Pong Mula Tau, sebagai nenek pertama manusia yang turun dari langit ke bumi dan dari keluwesan mereka bertanggung jawab sepenuhnya pada persiapan dan penampilan rumah mayat untuk pemakaman. Dengan ledakan industri minyak di tahun 60an dan 70an, terjadi migrasi besar-besaran di antara pemuda-pemuda dari dataran tinggi Sulawesi yang mencari pekerjaan di Kalimantan timur laut. Selama periode ini, banyak dari kaum muda ini menjadi pemeluk Kristen. Tetapi ketika mereka kembali ke desa mereka sebagai laki-laki kaya, mereka ingin memamerkan status sosial mereka dalam bentuk upacara pemakaman, menyebabkan apa disebut seorang Antropology Toby Alice Volkman sebagai "inflasi ritual ”. Pameran-pameran status ini membangkitkan perdebatan seru tentang keaslian ritual tersebut, apa yang kemudian disebut sebagai ritual orang kaya baru. Sementara pada periode bersamaan, pemerintah Indonesia sedang memajukan kebijakan yang menganjurkan perkembangan ekonomi di sektor non-minyak. Sebagian kebijakan ini memerlukan perkembangan di sektor pawisata, dengan adanya liputan-liputan oleh media Amerika, menyebabkan gelombang orang asing datang berbondong-bondong untuk memahami ritual pembantaian dan penyembelihan kerbau di Toraja. Jumlah mereka meningkat di awal tahun 90-an. Atas keberhasilan para pejabat tinggi Toraja di mata pemerintah pusat tersebut, maka acara ritual besar mereka mendapatkan status resmi sebagai cabang dari Hindu Bali.
 Karena ada suatu ketidakjelasan afiliasi (maksudnya, klaim terhadap keturunan tidak hanya berdasarkan hubungan darah tetapi juga atas pengakuan sosial dari masyarakat melalui perbuatan baik di mata publik), karena itu orang Toraja mencoba membuktikan pentingnya hubungan melalui partisipasi dan kontribusi nyata pada upacara pemakaman, yang memungkinkan kesempatan untuk membuktikan bukan hanya ketaatan kepada almarhum orang-tua, tetapi juga usaha  untuk mendapatkan bagian dari warisan tanah yang ditinggalkan. Banyaknya tanah yang bisa diwarisi seseorang dari almarhum mungkin tergantung dari jumlah kerbau yang dikorbankan di pemakaman almarhum orang-tua. Kadang-kadang seseorang bahkan menggadaikan tanah mereka untuk bisa mendapatkan kerbau yang bisa dikorbankan di pemakaman agar mereka bisa ikut mendapat bagian warisan tanah almarhum. Karena itulah, persaingan untuk pengadaaan pesta besar sangat tinggi.
0 Responses