Sistem
sosial
Sosio-historis
Secara
sosio-historis masyarakat Banjar adalah kelompok sosial heterogen yang
terkonfigurasi dari berbagai sukubangsa dan ras yang selama ratusan tahun telah
menjalin kehidupan bersama, sehingga kemudian membentuk identitas etnis (suku)
Banjar. Artinya, kelompok sosial heterogen itu memang terbentuk melalui proses
yang tidak sepenuhnya alami (priomordial), tetapi juga dipengaruhi oleh
faktor-faktor lain yang cukup kompleks.
Islam telah menjadi ciri
masyarakat Banjar sejak berabad-abad yang silam. Islam juga telah menjadi
identitas mereka, yang membedakannya dengan kelompok-kelompok Dayak yang ada di
sekitarnya, yang umumnya masih menganut religi sukunya. Memeluk Islam merupakan
kebanggaan tersendiri, setidak-tidaknya dahulu, sehingga berpindah agama di
kalangan masyarakat Dayak dikatakan sebagai
"babarasih" (membersihkan diri) di samping menjadi orang Banjar.
Masyarakat
Banjar bukanlah suatu yang hadir begitu saja, tapi ia merupakan konstruksi
historis secara sosial suatu kelompok manusia yang menginginkan suatu komunitas
tersendiri dari komunitas yang ada di kepulauan Kalimantan. Etnik Banjar
merupakan bentuk pertemuan berbagai kelompok etnik yang memiliki asal usul
beragam yang dihasilkan dari sebuah proses sosial masyarakat yang ada di daerah
ini dengan titik berangkat pada proses Islamisasi yang dilakukan oleh Demak sebagai syarat berdirinya Kesultanan Banjar. Banjar
sebelum berdirinya Kesultanan Islam Banjar belumlah bisa dikatakan sebagai
sebuah ksesatuan identitas suku atau agama, namun lebih tepat merupakan
identitas yang merujuk pada kawasan teritorial tertentu yang menjadi tempat
tinggal.
Suku
Banjar yang semula terbentuk sebagai entitas
politik terbagi 3 grup (kelompok besar) berdasarkan teritorialnya dan
unsur pembentuk suku berdasarkan persfektif kultural dan genetis yang
menggambarkan percampuran penduduk pendatang dengan penduduk asli Dayak:
- Grup Banjar Pahuluan adalah campuran orang Melayu-Hindu dan orang Dayak Meratus (unsur Dayak Meratus/Bukit sebagai ciri kelompok)
- Grup Banjar Batang Banyu adalah campuran orang Pahuluan, orang Melayu-Hindu/Buddha, orang Keling-Gujarat, orang Dayak Maanyan, orang Dayak Lawangan, orang Dayak Bukit dan orang Jawa-Hindu Majapahit (unsur Dayak Maanyan sebagai ciri kelompok)
- Grup Banjar Kuala adalah campuran orang Kuin, orang Batang Banyu, orang Dayak Ngaju (Berangas, Bakumpai), orang Kampung Melayu, orang Kampung Bugis-Makassar, orang Kampung Jawa, orang Kampung Arab, dan sebagian orang Cina Parit yang masuk Islam (unsur Dayak Ngaju sebagai ciri kelompok). Proses amalgamasi masih berjalan hingga sekarang di dalam grup Banjar Kuala yang tinggal di kawasan Banjar Kuala - kawasan yang dalam perkembangannya menuju sebuah kota metropolitan yang menyatu (Banjar Bakula).
Dengan
mengambil pendapat Idwar Saleh
tentang inti suku Banjar, maka percampuran suku Banjar dengan suku Dayak
Ngaju/suku serumpunnya (Kelompok Barito Barat) yang berada di sebelah barat
Banjarmasin (Kalimantan Tengah) dapat kita asumsikan sebagai kelompok Banjar Kuala
juga. Di sebelah utara Kalimantan
Selatan terjadi percampuran suku Banjar
dengan suku Maanyan/suku serumpunnya (Kelompok Barito Timur) seperti Dusun,
Lawangan dan suku Pasir di Kalimantan Timur yang juga berbahasa Lawangan, dapat kita asumsikan sebagai kelompok Banjar Batang
Banyu. Percampuran suku Banjar di tenggara Kalimantan yang banyak terdapat suku Bukit kita asumsikan sebagai
Banjar Pahuluan.
Dalam bahasa Banjar dikenal istilah
“bubuhan”. Secara sederhana, bubuhan dapat dipahami sebagai warga atau kelompok
orang Banjar yang berada dalam satu ikatan kekerabatan luas yang bersandar pada
garis keturunan, lokalitas (tempat kediaman), atau kesejarahan. Sebagai sebuah
kelompok bubuhan, maka ada sebutan, seperti: bubuhan gusti, bubuhan Alabio,
bubuhan Kuin, bubuhan kelua, bubuhan alai, bubuhan pahuluan, bubuhan paunjunan,
bubuhan Banjar, dan lain sebagainya. Dalam sistem bubuhan, tetuha atau tokoh
bubuhan adalah orang-orang panutan dan dia sebagai tetuha memikul tanggung
jawab untuk kepentingan anggota bubuhannya.
Selain ikatan kekerabatan luas, identitas
kelompok bubuhan tidak terlepas dari sejarah terbentuknya kelompok masyarakat
tersebut. Sebutan “Bubuhan Banjar”, misalnya, merupakan kelompok kekerabatan
yang didasarkan atas kesamaan etnis/suku/puak, bahasa dan budaya (dan
belakangan juga agama, khususnya Islam) yang bertempat tinggal di Kalimantan
Selatan.
Hal ini jelas bahwa Bubuhan Banjar membawahi
berbagai kelompok bubuhan lainnya yang ada dalam masyarakat Banjar. Orang yang
lahir dan bertempat tinggal di Banjarmasin, Martapura, Alabio, Nagara,
Kandangan, Barabai, Amuntai, Tanjung dan berbahasa serta berbudaya Banjar, atau
ujar Elbi Risalah/ Ustadz Jalil (penyelia
http://banjarsungaiganal.blogspot.com/ dan blog lainnya di Malaysia): “HIDUP
BANJAR, MATI BANJAR”, maka sekat-sekat kelokalan atau tempat tinggal sebagai
pengikat kekekerabatan mereka, digantikan dengan kekerabatan yang lebih luas,
yakni berbahasa, berbudaya, dan beretnis yang sama yakni Banjar.
Disebutkan bahwa secara historis, etnis
Banjar merupakan hasil pembauran yang berlangsung lama antara suku bangsa
Melayu Tua (Proto Melayu) yang mendiami daerah Kalimantan Selatan, dengan suku
bangsa yang datang kemudian, yaitu Melayu Muda (Deutero Melayu) yang mendiami
daerah-daerah pantai dan tepian sungai besar (Depdikbud Kalsel,1982).
Atas dasar pola genealogis masyarakat Banjar,
maka istilah Banjar sebenarnya bukan sekedar konsep etnis semata, namun juga
dikaitkan dengan konsep politis, sosiologis, dan agamis. Banjar adalah juga
sebuah nama kerajaan Islam yang pada awalnya terletak di Banjarmasin. Dalam
proses pembentukan Kerajaan Banjar maka Banjar Masih dengan pelabuhan
perdagangannya yang disebut orang Ngaju sebagai Bandar Masih (Bandarnya orang
Melayu) dijadikan sebagai ibukota kerajaan Banjar yang kemudian menjadi kota
Banjarmasin.
Dalam Hikayat Banjar disebutkan bahwa proses
“pembanjaran” itu bermula dari datangnya saudagar Ampu Jatmika di pulau Hujung
Tanah, mereka dan keturunannya kemudian mendirikan kerajaan Negara Dipa, Negara
Daha, dan Kesultanan Banjarmasin. Dalam hikayat itu, ditemui istilah-istilah
yang disandingkan dengan kata “Banjar” yang pada umumnya mengacu kepada
pengertian wilayah kesultanan, yaitu wilayah kerajaan dimana penduduknya
disebut orang Banjar dan rajanya disebut Raja (Sultan) Banjar (Usman, 1995).
Kerajaan Banjar adalah nama lain dari sebutan Kerajaan Banjarmasin atau Kesultanan Banjar.
Kerajaan Banjar adalah nama lain dari sebutan Kerajaan Banjarmasin atau Kesultanan Banjar.
Pengaruh Kesultanan Banjar melebar meliputi
gabungan seluruh wilayah yang saat ini dikenal sebagai Provinsi Kalimantan
Selatan, Kalimantan Tengah, dan sebagian Kalimantan Timur bahkan ada beberapa
daerah yang pada saat ini masuk wilayah Provinsi Kalimantan
Barat(Ideham,dkk.,2003).
Kerajaan Banjar yang berkembang sampai abad
ke-19 merupakan sebuah kerajaan Islam merdeka dengan kesatuan wilayah geografis
yang dihuni oleh suatu bangsa dengan nama bangsa Banjar. Ketika kesultanan
jatuh ke dalam kekuasaan kolonial Belanda, maka status bangsa Banjar turun
derajatnya menjadi bangsa jajahan. Mereka tidak lagi disebut sebagai suatu
bangsa (nation) akan tetapi hanya sebagai Urang Banjar (Usman, 1989).
Selain bahasa dan budaya, maka etnis Banjar
juga dikonstruksikan sebagai sukubangsa yang beragama Islam sebagaimana antara
lain dilekatkan oleh Alfani Daud (1997) maupun Noerid Haloei Radam (1996).
Namun konstruksi itu mengandung sejumlah persoalan karena asumsi atau
pendekatannya yang bersifat primordialisme, kasus seperti “menjadi orang Banjar
setelah memeluk agama Islam” yang telah terjadi sejak Islamisasi di awal
pembentukan Kesultanan Banjarmasin, kini masih terjadi pada orang Dayak yang
memeluk agama Islam. Oleh karena itu, agama Islam lekat dengan kehidupan seni budaya
dan adat istiadat orang Banjar. Berbagai upacara daur hidup dari kelahiran,
anak-anak, dewasa, perkawinan, dan kematian selalu dilandasi atau paling tidak
dipengaruhi oleh unsur-unsur Islam yang kadang berbaur dengan sisa-sisa
kepercayaan lama.
Organisasi suku bandar
Definisi
Organsisasi suku Banjar merupakan organisasi, badan (pertubuhan),
perkumpulan, yayasan, ikatan keluarga, paguyuban, kerukunan (kerakatan) maupun
wadah tempat berhimpun keturunan suku Banjar dan wadah mengembangkan kebudayaan
suku Banjar.
Organisasi Banjar/Kalimantan di Jakarta
Organisasi Banjar/Kalimantan di Jakarta
- Kerukunan Keluarga Kalimantan (K3), DKI Jakarta
- Yayasan Kerakatan Perantau Banjar (YKPB) Jakarta Raya.
- Kerukunan Warga Kalimantan Selatan (KWKS) Jabodetabek.
- Masjid Sabilal Muhtadin, Jakarta Timur
- (Jl. Pisangan Baru II, Kecamatan Jatinegara, Kotamadya Jakarta Timur) Merupakan masjid yang dibangun warga asal Martapura di Jakarta tahun 1980, Imam masjid : K.H. Maulana Kamal Yusuf, Sekretaris : Gusti Kaspul Usman.
Organisasi Banjar/Kalimantan di Jawa Barat
- K3
- Asrama Mahasiswa Kalsel Lambung Mangkurat
- alamat : Bogor Baru Blok A VIII/3-4 RT 007 RW 009 Kelurahan Tegallega, Kecamatan Bogor Tengah, Kota Bogor 16114, telpon 0251 328861
- Persatuan Mahasiswa Kalimantan Selatan (PMKS) konsulat Bogor dengan alamat Asrama Mahasiswa Kalsel Lambung Mangkurat
Organisasi Banjar/Kalimantan di Jawa Tengah
- Ikatan Keluarga Banjar (IKB), Semarang, Prov. Jawa Tengah.
- Ikatan Keluarga Kalimantan (IKK), Semarang, Prov. Jawa Tengah
- Yayasan Darussalam, Solo, Jawa Tengah (wadah organisasi keturunan suku Banjar di Solo, Surakarta)
- Persatuan Mahasiswa Kalimantan Selatan (PMKS) Konsulat Semarang
- Asrama Mahasiswa Kalsel Brigjen H. Hasan Basry
Organisasi Banjar/Kalimantan di Yogyakarta
- Kerukunan Keluarga Kalimantan (K3)
- Persatuan Mahasiswa Kalimantan Selatan (PMKS) Konsulat Yogyakarta
- Asrama Mahasiswa Kalsel Lambung Mangkurat
- Himpunan Mahasiswa Sa-ijaan Kabupaten Kota Baru (HMSKK) Yogyakarta
Organisasi Banjar/Kalimantan di Jawa Timur
- Kerukunan Keluarga Kalimantan (K3), Surabaya, Jawa Timur.
Organisasi Banjar/Kalimantan di Kalimantan
Selatan
- Lembaga Budaya Banjar, Banjarmasin
Organisasi Banjar/Kalimantan di Kalimantan
Timur
- Kerukunan Bubuhan Banjar (KBB), Samarinda, Kalimantan Timur
- Gerakan Pemuda Asli Kalimantan (GEPAK), Balikpapan
Organisasi Banjar/Kalimantan di Kalimantan
Tengah
- Nanang Galuh Banjar (Naga Banjar), Palangkaraya, Kalimantan Tengah
- Persatuan Keluarga Banjar (Perkaban) Kapuas, Kalimantan Tengah
Organisasi Banjar/Kalimantan di Kalimantan
Barat
- Kerukunan Keluarga Banjar (KKB)
Organisasi Banjar/Kalimantan di Riau
- Kerukunan Keluarga Banjar (KKB),Indragiri Hilir,Riau
Organisasi Banjar di Malaysia
- Pertubuhan Banjar Malaysia (PBM)
·
Seperti sistem kekerabatan
umumnya, masyarakat Banjar mengenal istilah-istilah tertentu sebagai panggilan
dalam keluarga. Skema di atas berpusat dari ULUN sebagai penyebutnya.
·
Bagi ULUN juga terdapat panggilan
untuk saudara dari ayah atau ibu, saudara tertua disebut Julak, saudara kedua
disebut Gulu, saudara berikutnya disebut Tuha, saudara tengah dari ayah dan ibu
disebut Angah, dan yang lainnya biasa disebut Pakacil (paman) dan Makacil
(bibi), sedangkan termuda disebut Busu. Untuk memanggil saudara dari kai dan
nini sama saja, begitu pula untuk saudara datu.
·
Disamping istilah di atas masih
ada pula sebutan lainnya, yaitu:
• minantu (suami / isteri dari anak ULUN)
• pawarangan (ayah / ibu dari minantu)
• mintuha (ayah / ibu dari suami / isteri ULUN)
• mintuha lambung (saudara mintuha dari ULUN)
• sabungkut (orang yang satu Datu dengan ULUN)
• mamarina (sebutan umum untuk saudara ayah/ibu dari ULUN)
• kamanakan (anaknya kakak / adik dari ULUN)
• sapupu sakali (anak mamarina dari ULUN)
• maruai (isteri sama isteri bersaudara)
• ipar (saudara dari isteri / suami dari ULUN)
• panjulaknya (saudara tertua dari ULUN)
• pambusunya (saudara terkecil dari ULUN)
• badangsanak (saudara kandung)
• minantu (suami / isteri dari anak ULUN)
• pawarangan (ayah / ibu dari minantu)
• mintuha (ayah / ibu dari suami / isteri ULUN)
• mintuha lambung (saudara mintuha dari ULUN)
• sabungkut (orang yang satu Datu dengan ULUN)
• mamarina (sebutan umum untuk saudara ayah/ibu dari ULUN)
• kamanakan (anaknya kakak / adik dari ULUN)
• sapupu sakali (anak mamarina dari ULUN)
• maruai (isteri sama isteri bersaudara)
• ipar (saudara dari isteri / suami dari ULUN)
• panjulaknya (saudara tertua dari ULUN)
• pambusunya (saudara terkecil dari ULUN)
• badangsanak (saudara kandung)
·
Untuk memanggil orang yang seumur
boleh dipanggil ikam, boleh juga menggunakan kata aku untuk menunjuk diri
sendiri. Sedangkan untuk menghormati atau memanggil yang lebih tua digunakan
kata pian atau andika, dan kata ulun untuk menunjuk diri sendiri.