SISTEM TEKNOLOGI
A. Sistem Ide
Ø
Teknologi atau cara-cara
memproduksi, memakai, dan memilihara segala peralatan hidup dari suku bangsa.
Permulaan abad ke-20, telah terdapat perhatian besar terhadap system teknologi
dan system peralatan dari suku bangsa menjadi pokok deskripsi. Teknologi
tradisional mengenai paling sedikit delapan macam system peralatan dan unsur
kebudayaan pisik yang dipakai manusia yang hidup dalam masyarakat kecil yang
berpindah-pindah. Dengan alat-alat produktif untuk melaksanakan suatu pekerjaan
mulai dari alat sederhana samapi yang lebih kompleks. Mengenai teknik pembuatan
alat tulang-belulang, gading, atau gigi. Dipandang dan sudut pemakain alat-alat
produktif dalam kebudayaan tradisional, dapat dibedakan menurut fungsinya. Hasil
yang sangat menarik dari sudut teknologi adalah cara-cara mengolah, memasak,
dan menyajikan makanan dan minuman. Dalm berbagai kebudayaan di dunia ada dua
macam cara memasak, yaitu dengan api dan dengan cara batu panas. Masyarakat
Asmat mengenal perahu lesung sebagai alat transportasinya. Pembuatan perahu
dahulunya digunakan untuk persiapan suatu penyerangan dan pengayauan kepala.
Bila telah selesai, perahu tersebut dicoba menuju ke tempat musuh dengan maksud
memanas-manasi musuh dan memancing suasana musuh agar siap berperang. Selain
itu, perahu lesung juga digunakan untuk keperluan pengangkutan dan pencarian
bahan makanan. Setiap 5 tahun sekali, orang-orang Asmat membuat perahu-perahu
baru.
Walaupun
daerah Asmat kaya akan berbagai jenis kayu, namun pembuatan perahu mereka
memilih jenis kayu khusus yang jumlahnya tidak begitu banyak. Yang digunakan
adalah kayu kuning (ti), ketapang, bitanggur atau sejenis kayu susu yang
disebut yerak.
B. Sistem Perilaku
Ø
Orang Asmat telah memiliki
peralatan serta cara untuk mempertahankan hidupnya. Mereka telah memiliki
kemampuan untuk membuat jaring sendiri yang terbuat dari anyaman daun sagu.
Jaring tersebut digunakan untuk menjaring ikan di muara sungai. Caranya pun
sederhana sekali, yaitu dengan melemparkan jaring tersebut ke laut untuk
kemudian ditarik bersama-sama. Pekerjaan ini tidaklah mudah karena di muara
sungai terdapat lumpur yang sangat banyak dan memberatkan dalam penarikan
jaring. Oleh karena itu, jala ditambatkan saja pada waktu air pasang dan kemudian
ditarik pada air surut.. Untuk membuat suatu karya kesenian, orang Asmat juga
mengenal alat-alat tertentu yang memang sengaja digunakan untuk membuat
ukir-ukiran. Alat-alat sederhana seperti kapak batu, gigi binatang dan kulit siput
yang bisa digunakan oleh wow-ipits untuk mengukir. Kapak batu merupakan benda
yang sangat berharga bagi orang Asmat sehingga kapak yang hanya bisa didapatkan
melalui pertukaran barang itu diberi nama sesuai dengan nama leluhurnya,
bisanya nama nenek dari pihak ibu. Dengan masuknya pengaruh dari luar, orang
Asmat sekarang sudah menggunakan kapak besi dan pahat besi. Kulit siput diganti
dengan pisau. Untuk menghaluskan dan memotong masih digunakan kulit siput. Perisai digunakan oleh
orang Asmat untuk melindungi diri dari tombak dan panah musuh dalam peperangan.
Pola ukiran
pada perisai melambangkan kejantanan. Senjata ini terbuat dari akar besar pohon
bakau atau kayu yang lunak dan ringan.
Tombak pada masyarakat Asmat terbuat dari kayu keras seperti kayu besi atau kulit pohon sagu. Ujungya yang tajam dilengkapi dengan penutup yang terbuat dari paruh burung atau kuku burung kasuari.
Tombak pada masyarakat Asmat terbuat dari kayu keras seperti kayu besi atau kulit pohon sagu. Ujungya yang tajam dilengkapi dengan penutup yang terbuat dari paruh burung atau kuku burung kasuari.
C. Wujud Budaya
Ø
Wujud budaya suku asmat adalah membuat dan mempakai
sendiri yang dihasilkan oleh tangan mereka.
Orang Asmat juga memiliki beberapa jenis perhiasan yang biasa dikenakan
sehari-hari dalam kehidupannya. Seperti kebanyakan orang, orang Asmat berhias
untuk mempercantik dirinya masing-masing. Sesuai kepercayaan, mereka biasa
berhias dengan menidentikan diri seperti burung. Seperti misalnya titik-titik
putih pada tubuh yang diidentikan pada burung. Untuk hiasan kepala, mereka
menggunakan bulu dari burung kasuari atau kuskus. Sekeliling matanya diwarnai
merah bagaikan mata burung kakatua hitam bila sedang marah. Hiasan dahi terbuat
dari kulit kuskus, lambang dari si pengayau kepala yang perkasa. Hiasan-hiasan
hidung terbuat dari semacam keong laut, atau kadang-kadang terbuat dari tulang
manusia atau tulang babi.
Anting-anting wanita terbuat dari bulu kuskus. Gigi-gigi anjing diuntai untuk dijadikan kalung penghias leher. Untuk mendapatkan gigi-gigi itu, anjing tersebut tidaklah dibunuh, namun ditunggu hingga anjing tersebut mati. Oleh karena itu, gigi-gigi anjing tersebut dinilai tinggi bagi mereka, dan sering dijadikan sebagai emas kawin (pomerem) bagi keluarga pihak wanita.
Anting-anting wanita terbuat dari bulu kuskus. Gigi-gigi anjing diuntai untuk dijadikan kalung penghias leher. Untuk mendapatkan gigi-gigi itu, anjing tersebut tidaklah dibunuh, namun ditunggu hingga anjing tersebut mati. Oleh karena itu, gigi-gigi anjing tersebut dinilai tinggi bagi mereka, dan sering dijadikan sebagai emas kawin (pomerem) bagi keluarga pihak wanita.
Setiap lima tahun sekali
masyarakat suku asmat membuat perahu-perahu baru, pembuatan ini merupakan wujud
buadaya asmaty karna sudah menjadi tradisi untuk setiap lima tahun sekali. Proses pembuatan perahu dari bentuk batang hingga
selesai diukir dan dicat meliputi beberapa tahap. Pertama, batang yang masih
kasar dan bengkok diluruskan. Setelah bagian dalam digali, dihaluskan dengan
kulit siput, sama halnya dengan bagian luar. Bagian bawah perahu dibakar supaya
perahu menjadi ringan dan laju jalannya. Bagian muka perahu disebut cicemen,
diukir menyerupai burung atau binatang lainnya perlambang pengayauan kepala.
Ukiran manusia yang melambangkan saudara yang telah meninggal. Perahu kemudian
dinamakan sesuai dengan nama saudara yang telah meninggal itu. Panjang perahu
mencapai 15-20 meter. Setelah semua ukiran dibuat di perahu maka perahu pun di
cat. Bagian dalam dicat putih, bagian luar dicat putih dan merah. Setelah itu
perahu dihiasi dengan dahun sagu. Sebelum dipergunakan, semua perahu harus
diresmikan melalui upacara. Ada 2macam perahu yang biasa digunakan, yaitu
perahu milik keluarga yang tidak terlalu besar dan memuat 2-5 orang dengan
panjang 4-7 meter. Sedangkan perahu clan biasa memuat antara 20-20 orang dengan
panjang 10-20 meter.
Daftar pustaka:
-
Boelaars,jan, 1986, dahaulu
sekar ang masa depan, Jakarta : gramedia
-
Sudarman,dea, 1984, asmat
menyingkap budaya suku pendalaman irian jaya, Jakarta : sinar harapan