SISTEM EKONOMI
A. Sistem Ide
Ø
System ekonomi hanya
terbatas kepada sisitem-sistem yang bersifat tradisional. System ekonomi yang
berdasarkan industry memangtidak menjadi perhatian, juga merupakan lapangan
para ahli ekonomi sepenuhnya. Perekonomian suku Asmat mulai dibangun oleh
Belanda melalui cabang perusahaan Imex Lumber Trade Company, bekerja sama
dengan organisasi-organisasi penyiaran Agama Katholik, Belanda dan Kristen
Amerika. Adat istiadat penyuluhan dihapus oleh Pemerintah RI dan melarang
lembaga Yew, diganti dengan Balai Desa. Pembiayaan pembangunaan Irian jaya
diperoleh dari bantuan melalui FUNDWI (Fund for the Development of West Irian).
Peningkatan kesejahteraan suku Asmat terutama seni patung dan seni ukir, serta
membina seniman asli (wowipits) untuk meningkatkan kreativitasnya. Kehidupan
yang semula tergantung pada kemurahan alam kini sedikit banyak dibantu
komunikasi dengan masyarakat luar berupa kegiatan-kegiatan luar. Kegiatan luar
ekonomi tersebut menghasilakan penjualan jasa tenaga kerja berdasarkan system
pembayaran mata uang, dari perdagangan hasil-hasil kerajinan dan tenaga mereka
dapat menghasilkan sebuah pertahanan untuk menghadapi hidup. Dahulu, orang asmat hidup di hutan-hutan,
menatap di suatu tempat untuk beberapa bulan. Masyarakat asmat hidup di hutan,
mereka beranggapan bahwa di hidup di hutan adalah kehidupan yang bebas. Suku
asmat akan pindah mencari tempat apabila persediaan makanan mereka sudah
berkurang, terkadang mereka ke hutan hanya untuk mencari makanan tersebut dan
meninggalkan kampong halamannya hyang telah disediakan. Dalam masyarakat asmat,
kaum wanita yang bekerja mencari dan mengumpulkan bahan makanan. Kebiasaan
system ini telah berlansung hingga sekarang
Mata
pencaharian suku asmat berasal dari alam. Orang asmat tinggal di daerah pantai
adalah meramu sagu, berburu binatang kecil, (yang terbesar adalah babi hutan),
dan mencari ikan di sungai, danau, maupun pinggir pantai.
A. Sistem Perilaku
Ø
Suku asmat mempunyai
caranya sendiri dalam bertahan hidup tanpa mengelaurkan uang, karena masyarakat
suku asmat sebagian besar berpencarian bertani. Makanan pokok orang Asmat
adalah tepung sagu yang diambil patinya dari pohon sagu yang ditebang, dibelah,
dicincang dan diperas, lalu ditiriskan dengan peralatan yang sangat sederhana
dan lokal.
Pohon
sagu itu tumbuh tidak merata, karena itu orang Asmat mendirikan YEU
(perkampungan) selalu tersebar mengikuti persebaran hutan sagu. Di bagian hulu
sungai-sungai besar tanahnya tidak terlalu basah, sebagian besar cukup bagus
untuk ditanami keladi. Sehingga makanan pokok kedua bagi masyarakat pesisir ini
adalah keladi atau talas yang sama-sama dimasak dengan cara sederhana: dibakar
atau dimatangkan di atas api unggun. Sebagai makanan tambahan, suku Asmat juga mengumpulkan
ulat sagu yang didapatkan di dalam batang pohon sagu yang sudah membusuk. Ulat
sagu yang merupakan sumber protein dan lemak adalah makanan yang lezat dan
bernilai tinggi bagi mereka. Telur-telur ayam hutan yang ditemukan di pasir
delata-delta yang sering tertutup air pada waktu air pasang juga dikumpulkan.
Telur-telur ini dikumpulkan dan dibungkus dakan daun dan dipanggang hingga
keras. Apapun yang ditemukan di hutan, seperti babi hutan, kuskus, burung, dan
segala jenis daun-daunan yang dapat dimakan, dikumpulkan sebagai tambahan
makanan pedamping sagu.
B. Wujud Budaya
Ø
Konon patung bis adalah bentuk patung yang paling
sakral. namun kini membuat patung bagi suku asmat tidak sekadar memenuhi
panggilan tradisi. sebab hasil ukiran itu juga mereka jual kepada orang asing
di saat pesta ukiran. mereka tahu hasil ukiran tangan dihargai tinggi antara
Rp. 100 ribu hingga jutaan rupiah diluar papua. Selain itu, Sistem wujud budaya
asmat berbeda. Kebanyakan kaum wanita yang lebih menjadi peran dalam melakukan
pekerjaan, ini merupakan salah satu wujud budaya asmat yang telah berlansung samapai
saat ini. Dalam masyarakat Asmat, kaum wanita yang bekerja mencari dan
mengumpulkan bahan makan serta mengurus anak-anak. Kebiasaan ini sudah
membudaya dalam kehidupan mereka karena kaum pria dahulunya sering disibukkan
dengan berperang. Pada dasarnya, kegiatan kaum laki-laki terpusat di dalam
rumah bujang yang dimana mereka berkumpul untuk mendengarkan ritual-ritual yang
berhubungan dengan peperangan dahulu serta menceritakan dongeng para leluhur.
Pagi-pagi sebelum matahari terbit, kaum ibu dan wanita muda berangkat ke laut
mencari ikan. Mereka menjaring ikan di muara sungai dengan jaring yang terbuat
dari anyaman daun sagu. Caranya pun sederhana, dengan melemparkan jaring itu ke
laut untuk kemudian ditarik bersama-sama. Pekerjaan ini tidaklah mudah karena
banyaknya lumpur di daerah itu sehingga memberatkan dalam penarikan jaring.
Selain
menangkap ikan, kaum wanita juga mengolah sagu, mencari umbi-umbian, dan
lain-lain untuk dijadikan bahan makanan. Pada dasarnya tugas mencari,
mengumpulkan dan memasak makanan adalah tanggung jawab kaum wanita, di samping
tugas mengurus rumah tangga dan anak-anak.
Selain itu
Orang Asmat juga memburu iguana (sejenis kadal) untuk
mengambil dagingnya yang
kemudian dipanggang dan dimakan. Tikus hutan pun mereka tangkap dan dijadikan
makanan tambahan. Kebiasaan bertahan hidup dan mencari makan antara suku yang
satu dengan suku yang lainnya di wilayah Distrik Citak-Mitak ternyata hampir
sama. suku asmat darat, suku citak dan suku mitak mempunyai kebiasaan
sehari-hari dalam mencari nafkah adalah berburu binatang hutan separti, ular,
kasuari< burung< babi hitan< komodo dan lain-lain. mereka juga selalu
meramuh / menokok sagu sebagai makan pokok dan nelayan yakni mencari ikan dan
udang untuk dimakan. kehidupan dari ketiga suku ini ternyata telah berubah.
Daftar
pustaka ;
-
Nugroho trisno, 2006,
antropologi, Jakarta : esis (erlangga)
-
R. risky, 2012, mengenal
seni dan budaya Indonesia, Jakarta : cerdas interaktif
-
Sudarman dea, 1984, asmat menyingkap budaya suku pendalaman irian
jaya, Jakarta : sinar harapan
-
www. melancong.com