Suku Dani, Lembah baliem – Papua
- System
Ekonomi Suku Dani
Di pegunungan tengah Irian
Jaya, terletak sebuah lembah besar dengan panjang 72 km dan
lebar 16 - 31 km, dihuni oleh
prajurit dan petani Neolitik. Suku Dani dan suku-suku sub lain seperti
Yali dan Lani dengan budaya mereka yang sangat kompleks dan primitif, yang
masih terlihat seperti "zaman batu".Lembah Baliem terletak di
Kabupaten Wamena, Irian Jaya, yang dikenal sebagai rumah dari suku asli Papua.
Suku Dani adalah Suatu suku
yang mendiami satu wilayah di Lembah Baliem yang dikenal sejak ratusan tahun
lalu sebagai petani yang terampil dan juga dahulu terkenal sudah menggunakan
alat alat perkakas bahkan disaat diketemukan oleh para ahli, warga suku dani
telah mengenal penggunaan perkakas-perkakas seperti: kapak batu, pisau yang
terbuat dari tulang binatang dan lain sebagainya.
Pada decade terakhir
ini suku yang paling terisolasi oleh
rawa dan pegunungan. Mereka hidup diantara belukar, masih memelihara serta
mengangkat babi sebagai hewan peliharaannya atau bisa dikatakan hewan
buruannya. Mereka masih menggunakan teknologi Neolitik dari Dunia masa lalu. Ada
sekitar kurang lebih 250.000 suku Dani
yang hidup di pegunungan tengah. Lembah Baliem. Salah satu suku tertua di
dataran papua yang memiliki kepadatan penduduk tertinggi di Provinsi Papua. Suku Dani membangun pondok mereka dalam suatu
senyawa yang baik, dimana
mengekspresikan adaptasi lingkungan dan karakter Dani. Suhu dari dataran
tinggi yang berkisar antara 26 derajat Celcius pada siang hari dan 12 derajat
pada malam hari. Hutan-hutan di mana suku Dani bermukim sangat kaya akan flora
dan fauna yang tak jarang bersifat endemic seperti cenderawasih, mambruk, nuri
bermacam-macam insect dan kupu-kupu yang beraneka ragam warna dan
coraknya.Untuk budaya dari Suku Dani sendiri, meskipun suku Dani penganut
Kristen, banyak diantara upacara-upacara mereka masih bercorak budaya lama yang
diturunkan oleh nenek moyang mereka. Suku Dani percaya terhadap rekwasi.
Seluruh upacara keagamaan diiringi dengan nyanyian, tarian dan persembahan
terhadap nenek moyang. Peperangan dan permusuhan biasanya terjadi karena
masalah pelintasan daerah perbatasan, wanita dan pencurian.
Pada rekwasi ini, para
prajurit biasanya akan membuat tanfa dengan lemak babi, kerang, bulu-bulu,
kus-kus, sagu rekat, getah pohon mangga, dan bunga-bungaan di bagian tubuh
mereka. Tangan mereka menenteng senjata-senjata tradisional khas suku Dani
seperti tombak, kapak, parang dan busur beserta anak panahnya.
Salah satu kebiasaan unik
lainnya dari suku Dani sendiri adalah kebiasaan mereka mendendangkan
nyanyian-nyanyian bersifat heroisme dan atau kisah-kisah sedih untuk
menyemangati dan juga perintang waktu ketika mereka bekerja. Untuk alat musik
yang mengiringi senandung atau dendang ini sendiri adalah biasanya adalah alat
musik pikon, yakni satu alat yang diselipkan diantara lubang hidung dan telinga
mereka. Disamping sebagai pengiring nyanyian, alat ini pun berfungsi ganda
sebagai isyarat kepada teman atau lawan di hutan kala berburu. Jajaran Pegunungan Trikora
jadi benteng alami sekaligus penyedia kehidupan. Di lereng pegunungan ini,
mereka bercocok tanam dan beternak hewan. Tanah vulkanis yang gembur pun
ditanami umbi-umbian, jahe, pisang, dan timun.
Sebagai suku yang masih
terjaga keasliannya, masyarakat Dani membuat peralatan sederhana berbahan batu
dan tulang. Tulang-tulang itu mewakili gaharnya Suku Dani, yang juga terkenal
sebagai pejuang. Sedangkan batu menjadi basis tradisi Bakar Batu, yakni memasak
babi di atas batu panas.
Indahnya lembah dari
ketinggian, liukan sungai dengan air penyedia kehidupan, serta suku Dani yang
menjaga keseimbangan alam.
a. System
ide
Sistem
Ekonomi
Nenek moyang orang Dani tiba di Irian hasil
dari suatu proses perpindahan manusia yang sangat kuno dari daratan Asia ke
kepulauan Pasifik Barat IrianJaya.Kemungkinan pada waktu itu masyarakat mereka
masih bersifat praagraris yaitu baru mulai menanam tanaman dalam jumlah yang
sangat terbatas. Menurut BLUMMER, inovasi yang berkesinambungan dan kontak
budaya menyebabkan pola penanaman yang sangat sederhana tadi berkembang menjadi
suatu sistem perkebunan ubijalar, seperti sekarang.Mata pencaharian pokok suku
bangsa Dani adalah bercocok tanam dan ber ternak babi. Umbi manis merupakan
jenis tanaman yang diutamakan untuk dibudidayakan, artinya mata pencaharian
umumnya mereka adalah berladang.
b. System
perilaku
Masyarakat di lembah baliem
ini merupakan masyarakat agraris dengan bercocok tanam secara tradisional dan
berpindah-pindah untuk memperoleh tanah subur atau humus pada lahan baru.
Makanan pokok bagi masyarakat lokal yaitu Ubi jalar atau biasa disebut "Hipere".
Mereka menjadikan "Hipere" sebagai makananpokok sejak nenek moyang
mereka karena mudah di budidaya dan tidak memerlukan biaya perawatan lagi.
Selain ipere mereka juga menanam singkong,kacang panjang, jagung, dan padi.
Padi banyak di jumpai di Daerah irigaielagaima (Muoai), Tulem, Muliama dan
Holkima. Mereka menggunakan alat-alat pertanian dengan kayu cangkang (kayu
bengkok), parang dan sekop. Mereka tidak pernah menggunakan cangkul untuk
mengolah tanah. Kampak digunakan untuk menebang pohon dan membelah kayu untuk
kayu bakar dan pagar.Areal ladang atau sawah sebelum ditanam dipagar keliling
terlebih dahulu untuk menghindari gangguan hama dan babi ternak, dengan pagar
yang cukup rapat danunik. Pagar ini biasa disebut "Geler ". Geler ini
merupakan pagar yang khas diwamena. Geler terbuat dari kayu kasuari (sejenis
cemara) yang kayunya amatkeras. Kayu kasuari dibelah-belah dan ditancapkan
ketanah kemudian di ikat satusama lain dengan tali Kelokop (jagat) sejenis bambu
tapi berukuran kecil. Pagar yang sudah jadi kemudian bagian atasnya ditutup
dengan rerumputan kering dan akar-akaran agar kayu dan tali tidak mudah rapuh
akibat perubahan cuaca atau hujan.Pagar ini dapat bertahan lama hingga mencapai
3 tahun
beberapa contoh kasus
kearifan tradisional lainnya, antara lain :
Masyarakat suku Dani di
Lembah Baliem (1.650 dpl) di Pegunungan Jaya Wijaya, Papua, menggunakan tongkat
sederhana sebagai cangkul pengolah lahan kebun ubi. Sadar atau tidak,
penggunaan teknologi sederhana ini berfungsi dalam konservasi tanah kebun di
lereng bukit (yang memang senstif terhadap erosi dan longsor). Cara lain yang
mereka lakukan untuk mengkonservasi lahan di lereng bukit adalah dengan sistem
bera, yaitu mengistirahatkan lahan kebun bertahun-tahun (bisa sampai 10 tahun)
setelah digunakan selam dua siklus penanaman secara berturut-turut. Dan masih
terdapat beberapa tradisi yang merupakan wujud sistem pengetahuan lokal
terhadap lingkungan.
c. Wujud
budaya
Sistem Ekonomi Kebudayaan
Suku bangsa Dani
Mata pencaharian pokok suku
Dani adalah bercocok tanam ubi kayu dan ubi jalar. Ubi jalar adalah tanaman
utama di kebun-kebun mereka. Tanaman-tanaman mereka yang lain adalah pisang,
tebu, dan tembakau. Kebun-kebun milik suku Dani ada tiga jenis, yaitu:
1) Kebun-kebun
di daerah rendah dan datar yang diusahakan
secara menetap
2) Kebun-kebun di lereng
gunung
3) Kebun-kebun yang berada
di antara dua uma
Kebun-kebun tersebut
biasanya dikuasai oleh sekelompok atau beberapa kelompok kerabat. Batas-batas
hak ulayat dari tiap-tiap kerabat ini adalah sungai, gunung, atau jurang. Dalam
mengerjakan kebun, masyarakat suku Dani masih menggunakan peralatan sederhana
seperti tongkat kayu berbentuk linggis dan kapak batu.
Selain berkebun, mata
pencaharian suku Dani adalah beternak babi. Babi dipelihara dalam kandang yang
bernama wamai (wam = babi; ai = rumah). Kandang babi berupa bangunan berbentuk
empat persegi panjang yang bentuknya hampir sama dengan hunu. Bagian dalam
kandang ini terdiri dari petak-petak yang memiliki ketinggian sekitar 1,25 m
dan ditutupi bilah-bilah papan. Bagian atas kandang berfungsi sebagai tempat
penyimpanan kayu bakar dan alat-alat berkebun. Bagi suku Dani babi berguna
untuk:
1) dimakan dagingnya
2) darahnya dipakai dalam
upacara magis
3) tulang-tulang dan ekornya
untuk hiasan
4) tulang rusuknya digunakan
untuk pisau pengupas ubi
5) sebagai alat
pertukaran/barter
6) menciptakan perdamaian
bila ada perselisihan
Suku Dani melakukan kontak
dagang dengan kelompok masyarakat terdekat di sekitarnya. Barang-barang yang
diperdagangkan adalah batu untuk membuat kapak, dan hasil hutan seperti kayu,
serat, kulit binatang, dan bulu burung.
Pegunungan
Trikora menjad i
pemandangan eksotik sekaligus benteng alami juga serta penyedia kehidupan bagi
masyarakat suku dani dan suk-suku lainnya di Lembah Baliem-Papua. Di lereng
pegunungan ini, masyarakat suku dani sangatlah gemar untuk bercocok tanam dan
beternak hewan. Tanah vulkanis yang gembur pun ditanami umbi-umbian, jahe,
pisang, dan timun. Tumbuh-tumbahan serta tanaman tersebut tumbuh subur disini dengan baiknya.
Sumber Referensi:
http://www.scribd.com/doc/24722245/Pranata-Ekonomi-Dan-Pendidikan-Dalam-Masyarakat-Suku-Dani
http://texbuk.blogspot.com/2011/11/kebudayaan-suku-bangsa-dani-studi_2277.html
http://astiandriantini.blogspot.com/2012/03/suku-dani.html
Suku Dani, Lembah baliem – Papua
Indonesia adalah Negara
Seribu Pulau, Indonesia adalah Negara beribu Kebudayaan, Indonesia adalah
keindahan dan berapa banyak lagi kalimat-kalimat indah yang menggambarkan
tentang Indonesia. Tak hanya seribu pulau, ternyata
ada sekitar 17.807 pulau dengan ribuan suku yang tersebar di seluruh wilayah
Indonesia dengan segala kekayaan budaya dan keindahan alamnya. Luar biasa,
itulah kata yang bisa diucapkan atas anugerah yang diberikan oleh Tuhan Yang
Maha Esa atas ragam budaya dan melimpahnya kekayaan alam yang kita miliki.
Di pegunungan tengah Irian
Jaya, terletak sebuah lembah besar dengan panjang 72 km dan
lebar 16 - 31 km, dihuni oleh
prajurit dan petani Neolitik. Suku Dani dan suku-suku sub lain seperti
Yali dan Lani dengan budaya mereka yang sangat kompleks dan primitif, yang
masih terlihat seperti "zaman batu".Lembah Baliem terletak di
Kabupaten Wamena, Irian Jaya, yang dikenal sebagai rumah dari suku asli Papua.
Suku Dani adalah Suatu suku
yang mendiami satu wilayah di Lembah Baliem yang dikenal sejak ratusan tahun
lalu sebagai petani yang terampil dan juga dahulu terkenal sudah menggunakan
alat alat perkakas bahkan disaat diketemukan oleh para ahli, warga suku dani
telah mengenal penggunaan perkakas-perkakas seperti: kapak batu, pisau yang
terbuat dari tulang binatang dan lain sebagainya.
Pada decade terakhir
ini suku yang paling terisolasi oleh
rawa dan pegunungan. Mereka hidup diantara belukar, masih memelihara serta
mengangkat babi sebagai hewan peliharaannya atau bisa dikatakan hewan
buruannya. Mereka masih menggunakan teknolo gi
Neolitik dari Dunia masa lalu. Ada sekitar kurang lebih 250.000 suku Dani yang hidup di pegunungan
tengah. Lembah Baliem. Salah satu suku tertua di dataran papua yang memiliki
kepadatan penduduk tertinggi di Provinsi
Papua. Suku Dani membangun pondok mereka
dalam suatu senyawa yang baik, dimana
mengekspresikan adaptasi lingkungan dan karakter Dani. Suhu dari dataran
tinggi yang berkisar antara 26 derajat Celcius pada siang hari dan 12 derajat
pada malam hari. Hutan-hutan di mana suku Dani bermukim sangat kaya akan flora
dan fauna yang tak jarang bersifat endemic seperti cenderawasih, mambruk, nuri
bermacam-macam insect dan kupu-kupu yang beraneka ragam warna dan coraknya.Untuk
budaya dari Suku Dani sendiri, meskipun suku Dani penganut Kristen, banyak
diantara upacara-upacara mereka masih bercorak budaya lama yang diturunkan oleh
nenek moyang mereka. Suku Dani percaya terhadap rekwasi. Seluruh upacara
keagamaan diiringi dengan nyanyian, tarian dan persembahan terhadap nenek
moyang. Peperangan dan permusuhan biasanya terjadi karena masalah pelintasan
daerah perbatasan, wanita dan pencurian.
Pada rekwasi ini, para
prajurit biasanya akan membuat tanfa dengan lemak babi, kerang, bulu-bulu,
kus-kus, sagu rekat, getah pohon mangga, dan bunga-bungaan di bagian tubuh
mereka. Tangan mereka menenteng senjata-senjata tradisional khas suku Dani
seperti tombak, kapak, parang dan busur beserta anak panahnya.
Salah satu kebiasaan unik
lainnya dari suku Dani sendiri adalah kebiasaan mereka mendendangkan
nyanyian-nyanyian bersifat heroisme dan atau kisah-kisah sedih untuk
menyemangati dan juga perintang waktu ketika mereka bekerja. Untuk alat musik
yang mengiringi senandung atau dendang ini sendiri adalah biasanya adalah alat
musik pikon, yakni satu alat yang diselipkan diantara lubang hidung dan telinga
mereka. Disamping sebagai pengiring nyanyian, alat ini pun berfungsi ganda
sebagai isyarat kepada teman atau lawan di hutan kala berburu. Jajaran Pegunungan Trikora
jadi benteng alami sekaligus penyedia kehidupan. Di lereng pegunungan ini,
mereka bercocok tanam dan beternak hewan. Tanah vulkanis yang gembur pun
ditanami umbi-umbian, jahe, pisang, dan timun.
Sebagai suku yang masih
terjaga keasliannya, masyarakat Dani membuat peralatan sederhana berbahan batu
dan tulang. Tulang-tulang itu mewakili gaharnya Suku Dani, yang juga terkenal
sebagai pejuang. Sedangkan batu menjadi basis tradisi Bakar Batu, yakni memasak
babi di atas batu panas.
Indahnya lembah dari
ketinggian, liukan sungai dengan air penyedia kehidupan, serta suku Dani yang
menjaga keseimbangan alam.
-
System Pengetahuan Suku Dani
a. System
Ide Suku Dani
Bruce Mitchell dkk (2000)
dalam bukunya Pengelolaan Sumberdaya dan Lingkungan secara khusus membahas
sistem pengetahuan lokal pada salah satu subbab pembahasan. Menurutnya, konsep
sistem pengetahuan lokal berakar dari sistem pengetahuan dan pengelolaan lokal
atau tradisional. Masyarakat lokal, tradisional atau asli dapat ditemukan di
setiap benua, di banyak negara. Definisi tentang masyarakat asli atau lokal
cukup beragam. Walaupun demikian, beberapa elemen dasar biasanya termasuk
antara lain :
(1) Keturunan penduduk asli
suatu daerah yang kemudian dihuni oleh sekelompok masyarakat dari luar yang
lebih kuat,
(2) Sekelompok orang yang
mempunyai bahasa, tradisi, budaya, dan agama yang berbeda dengan kelompok yang
lebih dominan,
(3) Selalu diasosiasikan
dengan beberapa tipe kondisi ekonomi masyarakat,
(4) Keturunan masyarakat
pemburu, nomadik, peladang berpindah,
(5) masyarakat dengan
hubungan sosial yang menekankan pada kelompok, pengambilan keputusan melalui
kesepakatan, serta pengelolaan sumberdaya secara kelompok (Durning, 1992 : 8).
Darning mencatat bahwa jika didasarkan atas bahasa lisan, manusia di muka bumi
dapat dikelompokkan menjadi 6.000 budaya, yang mana 4.000 sampai 5.000 nya
dapat dikategorikan lokal atau asli. Di Indonesia saja, setidaknya terdapat
lebih dari dua ratus bahasa daerah.
Karena hubungan mereka yang
dekat dengan lingkungan dan sumberdaya alam, masyarakat asli melalui “ujicoba”
telah mengembangkan pemahaman terhadap sistem ekologi dimana mereka tinggal.
Masyarakat ini tidak selalu hidup secara harmoni dengan alam, karena mereka
juga menyebabkan perusakan lingkungan. Pada saat yang sama, karena kehidupan
mereka tergantung pada dipertahankannya integritas ekosistem tempat mereka
mendapatkan makanan dan rumah, kesalahan besar biasanya tidak akan terulang.
Pemahaman mereka tentang sistem alam yang terakumulasi biasanya diwariskan
secara lisan, serta biasanya tidak dapat dijelaskan melalui istilah-istilah
ilmiah.
Dalam banyak kasus, tindakan
masyarakat meniru pola dan perilaku sistem alam. Sebagai contoh, praktek
penanaman beragam biji-bijian sebagai bagian dari peladangan berpindah banyak
meniru kompleksitas dan keragaman sistem vegetasi wilayah sub-tropis dan
tropis. Beberapa jenis tanaman yang berbeda selalu ditanam dalam satu petak
tanah, atau biasa dikenal sebagai “tumpang-sari”. Bagi ilmuwan yang dididik
secara Barat, praktek ini mungkin terlihat primitif dan tidak efisien. Akan
tetapi, perbedaan kecepatan tumbuh berbagai jenis tanaman tersebut justru
membuat tanah menjadi permanen. Pola ini juga melindungi tanah dari sinar
matahari langsung serta mengurangi pemanasan langsung pada permukaan tanah.
Penutupan permukaan tanah yang menerus juga menjaga tanah dari proses erosi,
khususnya selama musim hujan, ketika curah hujan amat tinggi. Sistem akar yang
bervariasi juga menjadikan penggunaan volume tanah secara lebih efisien.
Tanaman campuran juga mengurangi kerentanan petak tersebut terhadap hama dan
serangga perusak.
Banyak contoh lain yang
dapat dipaparkan disini. Pada salah satu edisi Jurnal CSIS, Abdon Nababan
(1995) memaparkan beberapa contoh kasus kearifan tradisional ini, antara lain :
b. Sistem
Perilaku
Masyarakat Suku Dani di
Lembah Baliem (1.650 dpl) di Pegunungan Jaya Wijaya, Papua, menggunakan tongkat
sederhana sebagai cangkul pengolah lahan kebun ubi. Sadar atau tidak,
penggunaan teknologi sederhana ini berfungsi dalam konservasi tanah kebun di
lereng bukit (yang memang senstif terhadap erosi dan longsor). Cara lain yang
mereka lakukan untuk mengkonservasi lahan di lereng bukit adalah dengan sistem
bera, yaitu mengistirahatkan lahan kebun bertahun-tahun (bisa sampai 10 tahun)
setelah digunakan selam dua siklus penanaman secara berturut-turut. Dan masih
terdapat beberapa tradisi yang merupakan wujud sistem pengetahuan lokal
terhadap lingkungan.
c. Wujud
Budaya Suku Dani
Kesadaran yang terus
berkembang bahwa penduduk asli yang tinggal di suatu wilayah terlebih khusus
suku dani. telah mempunyai perkembangan tentang
pemahaman dan pandangan dari sumberdaya, lingkungan dan ekosisem
setempat, menimbulkan pemikiran bahwa para ahli tidak boleh semata-mata
mengandalkan pada cara-cara ilmiah-resmi dalam memahami suatu wilayah.
Kesadaran ini menjadikan diterimanya pendekatan partisipatif dalam pembangunan
serta tumbuhnya minat untuk mengkombinasikan sistem pengetahuan lokal dengan
pengetahuan ilmiah-modern.
Pemahaman pemahaman
tradisional melahirkan pemikiran yang masih ilmiah dan alami untuk masyarakat
suku dani pada contohnya pemakaian koteka (penutup penis/kelamin pada kaum
laki-laki disuku Dani) sebenarnya ini juga bertujuan untuk menghindari
penyakit-penyakit yang masuk melalui udara dan sebagainya. Karena keterbatasan
dan kehidupan masyarakat suku dani yang masih menerapkan dan menghormati alam
sebagai sumber kehidupan mereka. Maka lahirnya pemikiran tersebut (pemakaian
koteka) dan peralatan peralatan tradisional lainnya yang masih lekat dalam
kehidupan mereka.
Sumber Referensi:
http://www.pwk-ugm.com/berita/37-perkotaan/64-sistem-pengetahuan-lokal.html
http://nugrahenipisc.blogspot.com/2012/04/contoh-makalah-suku-dani-papua.html
https://www.google.co.id/search?q=Sistem+Pengetahuan+Suku+Dani&hl=id&client=firefox-a&hs=f81&rls=org.mozilla:en-
http://www.facebook.com/note.php?note_id=415931708956
Suku
Dani, Lembah baliem – Papua
-
Sistem
Religi Masyarakat
Suku
Dani adalah sebuah suku yang mendiami satu wilayah di Lembah Baliem yang
dikenal sejak ratusan tahun lalu sebagai petani yang terampil dan telah
menggunakan alat / perkakas yang pada awal mula ditemukan diketahui telah
mengenal teknologi penggunaan kapak batu, pisau yang dibuat dari tulang
binatang, bambu dan juga tombak yang dibuat menggunakan kayu galian yang
terkenal sangat kuat dan berat. Suku Dani masih banyak mengenakan “koteka”
(penutup penis) yang terbuat dari kunden kuning dan para wanita menggunakan
pakaian wah berasal dari rumput/serat dan tinggal di “honai-honai” (gubuk yang
beratapkan jerami/ilalang). Upacara-upacara besar dan keagamaan, perang suku
masih dilaksanakan (walaupun tidak sebesar sebelumnya).
Sebagian
masyarakat suku Dani menganut agama Kristen atas pengaruh misionaris Eropa yang
datang ke tempat itu dan mendirikan misi misionarisnya ketika pada tahun
sekitar 1935 pemerintahan Belanda membangun kota Wamena. Kondisi geografis dari
tempat tinggal Suku Dani ini sendiri seperti halnya daerah pegunungan tengah di
Papua, terdiri dari gunung-gunung tinggi dan sebagian puncaknya bersalju dan
lembah-lembah yang luas.
a. System
Ide suku Dani
Sejarah Kebudayaan Adat Suku
Dani Baliem Selatan, adalah salah satu aspek budaya dari budaya-budaya Papua.
Namun sejak awal penting disampaikan bahwa konsepsi religi Balim Selatan
khususnya dan Jayawi Jaya umumnya bersifat tertutup dan rahasia bagi orang
lain.
Tidak ada pretensi bahwa;
Religi Suku Dani, Palim Selatan, adalah satu-satunya pandangan dari religi-religi
dalam kebudayaaan Palim, Jayawi Jaya, kecuali hanya salah satunya. Sebab Bangsa
Papua yang memiliki hampir 240, diantara 558 bahasa diseluruh Indonesia, (H.
Myron Bromley; 1994), tentu memiliki keragaman suku dan budaya yang antara satu
dan lainnya bisa berbeda. Karena setiap pandangan manusia selalu dan selamanya
pandangan partial, tidak comprehenshif sekaligus. Hal ini menyangkut unsur
subyektivitas, tempat dan waktu, yang selalu dan selamanya relatif. Berarti
Sejarah religi Suku Dani Palim Selatan yang diangkat disini mengandaikan
relativitas pandangan manusia.
Namun semua ahli yang
meneliti tentang agama suku-suku di Fasifik dan Papua (Jan Buelars; 1987),
menunjukkan bahwa keseluruhan suku bangsa Papua dalam mithologi keagamaannya
menganggap mereka berasal dari dalam Goa . Demikian juga konsepsi Suku Dani,
Palim Selatan bahwa manusia pertama muncul dari daerah Maima. Sebahagian
menyebut manusia pertama keluar dari lubang di daerah Seima, ada juga yang
menyebut di Wesagaput dan Orang Kurulu menyebut dari Goa di daerahnya.
Masing-masing sub-suku juga menganggap bahwa daerahnyalah yang merupakan tempat
asal usul manusia pertama muncul di Lembah Balim.
Menurut Suku Dani Lembah
Palim Selatan, asal mula kejadian manusia berasal dari Seima, bagi orang
Kurima, dari Maima bagi orang yang daerahnya dari Maima, Hitigima, Hepuba,
Megapura (Sinata), Walesi, dan Walaik. Tapi ada juga yang mengatakan bahwa
tempat itu adalah Wesagaput, dekat muara sungai Uwe dan Balim, demikian umumnya
lokasi dikenal orang-orang Suku Dani Palim Selatan.
Perbedaan hanya dalam soal
tempat. Karena masing-masing suku mengakui asal daerahnyalah asal mula manusia
muncul. Kecuali perbedaan terletak pada lokasi, moeity (marga), clan,
konfederasi dan aliansi perang suku.
H. M. Bromley (1993), yang
mengutip dari hasil pengamatan Robert. N. Bella, menunjukkan bahwa, Religi
dibedakan dari agama. Religi menekankan bentuk hubungan dengan obyek diluar
diri manusia. Obyek bersifat polyteis (satu Ilahi Tertinggi diatas ilahi lain),
bersifat lokal dan tidak berdasarkan wahyu tertulis (intuisi). Sebaliknya agama
lebih ditekankan pada bentuk hubungan satu Ilahi Tertinggi (moneteisme),
bersifat universal dan berdasarkan wahyu tertulis serta teruji dalam sejarah
yang panjang. Pandangan religi orang Balim diarahkan ke masa lampau sampai pada
zaman pra existensi dunia dan manusia.
Dengan demikian religi
menurut konsep orang Balim adalah religi ketergantungan dengan obyek diluar
dirinya (yang Kuasa, Yang Ilahi, Yang Kudus, Realitas Mutlak) dan juga relasi
denga masyarakat dan linkungannya (Myron Bromley, 1991:3).
b. System
Perilaku suku Dani
Pada mulanya Missionaris
Kristen dari Amerika dan Katolik dari Belanda tidak sanggup mengajak suku Dani
Palim/Balim dari Konfederasi Asso-Lokowal dan Asso-Wetipo, untuk menganut agama
yang mereka bawa. Suku Dani Balim Selatan walaupun pada awalnya menerima
kehadiran orang Barat, tapi sikapnya agak takut-takut, karena menurut mereka orang
Barat persis Mokat (setan), yaitu arwah orang Dani yang telah meninggal, dan muncul
kembali semacam reinkarnasi.
Orang
Lembah Balim mulai mendengar injil yang disampaikan beberapa orang utusan injil
CAMA dan beberapa orang Me yang datang kesana dalam bulan April 1954. Salah
satu utusan injil orang Me yang pertama pergi ke Balim mengabarkan injil di
Balim ialah : Elisa Gobay.
Missi
agama yang pertama muncul Lembah Balim, Wamena Kabupaten Jayawi Jaya tempatnya
di Hitigima, di daerah Konfederasi Asso-Lokobal/Asso-Wetipo, pada bulan April
tahun 1954, oleh beberapa pendeta Nasrani (Kristen Protestan) dari Amerika
Serikat dari Organisasi penyiaran Agama Cristian and Missionary Alliance
(CAMA). Kemudian disusul organisasi penyiaran agama Katolik Minnebroeders
Franciscanen membuka pusat kegiatannya di Wamena atau Woma di wilayah konfederasi
Lagowan-Matuan dua tahun 1956 dan di Hebupa distrik Asso-Lokobal.
Mula-mula
kehadiran dua agama besar yang dibawah pertama oleh para Missionarisnya tidak
menarik perhatian Suku Dani Lembah Balim Selatan. Sampai dengan tahun 1970-an
tidak satupun penduduk pribumi memeluk agama. Bahkan sikap mereka menolak
habis-habisan.
Orang
Balim menurut Dr. Benny Giay, (1998), tidak serta merta menerima agama Kristen
yang di bawa utusan injil. “Berbeda dengan orang Dani Barat, orang Dani di
Lembah Balim menolak injil selama bertahun-tahun. Penerimaan Injil di Lembah
Balim tidak terjadi secara cepat, tetapi bertahap. Baru akhir tahun 1970-an
orang Dani Lembah Balim mulai menerima kabar gembira”.
Dan
terakhir pada masa integrasi Papua kedalam negara RI, bersamaan itupula agama
Islam di perkenalkan kepada Suku Dani di Lembah Balim tepatnya di daerah
Megapura antara tahun 1963-1969 di wilayah Konfederasi antara Asso-Lokobal,
Wuka-Wetapo dan Lani-Wetapo.
Pengaruh
Islam secara luas diseluruh pelosok daerah propinsi Irian Jaya dan dengan semua
kelompok suku di daerah ini dalam hidup sehari-hari dalam semua bidang
kehidupan, baru mulai dirasakan setelah Irian Jaya berintegrasi menjadi bagian
dari Republik Indonesia awal tahun 1960-an.
Pada
umumnya Suku Dani hingga dewasa ini masih menghayati nilai-nilai lama mereka
sebagai agama. Animisme cukup dominan saat-saat ini hingga tahun yang akan
datang ini, mengingat sangat lambatnya proses modernisasi atau transpormasi
nilai-nilai baru, terutama pembangunan oleh pemerintah dan perubahan oleh semua
pihak.
c. Wujud
budaya suku Dani
Dasar kepercayaan suku Dani
adalah seperti halnya diuraikan di atas yakni menghormati roh nenek moyang
dengan cara menyelenggarakan berbagai ritual upacara yang dipusatkan pada pesta
babi. Konsep kepercayaan / keagamaan yang terpenting adalah Atou, yaitu
kekuatan sakti para nenek moyang yang diturunkan secara patrilineal (diturunkan
kepada anak laki-laki). Kekuasaan sakti ini antara lain :
* Kemampuan atau kekuatan untuk
menyembuhkan penyakit
* Kemampuan atau kekuatan untuk menyuburkan
tanah, dan
* Kemampuan atau kekuatan untuk menjaga
ladang
Sebagai
bentuk penghormatan kepada nenek moyangnya, suku Dani membuat lambang untuk
nenek moyang mereka yang disebut Kaneka. Selain sebagai perlambang untuk nenek
moyang, dikenal juga Kaneka Hagasir, yakni sebuah upacara keagamaan yang
bertujuan untuk kesejahteraan keluarga, juga ketika mengawali dan mengakhiri
peperangan.
Terdapat
juga Salah satu kebiasaan unik lainnya dari suku Dani sendiri adalah kebiasaan
mereka mendendangkan nyanyian-nyanyian bersifat heroisme dan atau kisah-kisah
sedih untuk menyemangati dan juga perintang waktu ketika mereka bekerja. Untuk
alat musik yang mengiringi senandung atau dendang ini sendiri adalah biasanya
adalah alat musik pikon, yakni satu alat yang diselipkan diantara lubang hidung
dan telinga mereka. Disamping sebagai pengiring nyanyian, alat ini pun
berfungsi ganda sebagai isyarat kepada teman atau lawan di hutan kala berburu. Nama
Dani sendiri sebenarnya bermakna orang asing, yaitu berasal dari kata Ndani,
tapi karena ada perubahan fenom N hilang dan menjadi Dani saja. Suku Dani
sendiri sebenarnya lebih senang disebut suku Parim. Suku ini sangat menghormati
nenek moyangnya dengan penghormatan mereka biasanya dilakukan melalui upacara
pesta babi. Upacara tersebut dilangsungkan juga dengan tujuan untuk menghormati
arwah – arwah para pendahulu mereka serta nenek moyang mereka dengan symbol
darah atau persembahan dari upacara pesta babi tersebut. Masyarakat suku dani
juga masih mempercayai kepercayaan akan roh roh pelindung desa, bahkan juga
kepercayaan akan lahan lahan pertanian. Biasanya masyarakat suku dani juga
mengadakan festival-festival atau upacara upacara adat berupa peperangan antar
suku di dataran papua yang bertujuan untuk melindungi desa dari marabahaya dan
mengenang arwah leluhur suku dani.
Sumber Referensi:
- https://www.google.co.id/search?q=Kepercayaan+Suku+dani+,+lembah+baliem+-+papua&hl=id&client=firefox-a&hs=ht5&rls=org.mozilla:en-US:official&channel=s&prmd=imvns&source=lnms&tbm=isch&ei=SDiNT4CJCoLrrQeyhqy8CQ&sa=X&oi=mode_link&ct=mode&cd=2&ved=0CA8Q_AUoAQ&biw=1366&bih=575
-
KEAJAIBAN RAMALAN KI JAGAD SAKTI
KI JAGAD SAKTI memiliki “Ramalan goib” yang kami jamin tembus. Adapun ramalan ini didapat melalui “Ritual khusus ” angka didapat dari Khodam Mbah yang bernama “Abdul aziz Al-Jaelani” jin yang berusia ribuan tahun berasal dr irak. Ramalan ini telah terbukti selama puluhan tahun tidak pernah gagal & selalu tembus, yang membuat bandar kalang kabut, gulung tikar,hanya tinggal celana dalam,bisa untuk 2d,3d,4D ,shio, CB. Sudah terbukti keampuhannya.Untuk mendapat ramalan tersebut harus mengeluarkan biaya/dana untuk membeli alat-alat ritual serta sajen khusus dipersembahkan kepada goib/khodam, ritual untuk mendapatkan angka super jitu ini dilakukan pada waktu tengah malam buta & sunyi di tempat wingit/ angker.
Kami tidak ada paksaan bagi anda ,kami hanya ingin membantu anda dengan jalan ritual angka ghaib yang di jamin 100% jebol,kusuS untuk angka 4D untuk putaran singapore.Hongkong ,vietnam ,dan malaysia,spesial angka ghaib 4D,
Bagi anda yang belum menemukan solusi ,silahkan anda mencoba menjadi member ki jagad sakti,dan anda menghubungi beliau di nomor pelayanan
0812 4286 9624 atau silahkan kunjungi web. http://dukunsaktiterpecayadindonesia.blogspot.com
semoga informasi ini benar membuat anda percaya dan bisa mendapatkan apa yang selama ini anda harapkan melalui kemenagan angka togel yang sesunggunya