Kelompok 2 :
- Melva Yonif T
- Janu Dimas Permadi
- Lidia Padang
- Gina Aulia
- Ogi Kurniawan
Foto Bersama salah satu orang Baduy dalam |
-
§ Bahasa
Rakyat : Bahasa rakyat suku Baduy ialah Sunda Kasar
§ Dialek
: Sunda Banten
§ Idiolek
: Walaupun bahasa yang di gunakan Sunda kasar, namun masyarakat Baduy dalam
berbisara sangat lembut ,halus , pelan dan sopan
§ Peribahasa
/ Pepatah :
© Jauh
teu puguh mu dijugjug
Leumpang
teu puguhmu diteang,
Malipir
dina gawir,
Nyalindung
dina gunung,
Mending
keneh lara jeung wiring
tibatan kudu ngayonan perang jeung paduduluran nu
saturunan atawa jeung baraya nu masih keneh sa wangatua
Artinya è “Jauh tidak
menentu yang dituju (jugjug), berjalan tanpa ada tujuan, berjalan di tepi
tebing , berlindung dibalik gunung, lebih baik malu dan hina dari pada harus
berperang dengan sanak saudara ataupun keluarga yang masih satu turunan.”
© “Tangtu
Teulu Jaro Tujuh”
Artinya è “Seluruh penduduk di wilayah kanekes
Artinya è “Seluruh penduduk di wilayah kanekes
baduy merupakan satu kerabat yang berasal dari
satu
nenek moyang “
§ Teka
Teki :
Gunung
teu meunang dilebur
Lebak
teu meunang dirusak
Lojor
teu meunang dipotong
Pendek
teu meunang di sambung
“Gunung
tidak boleh dihancurkan
Lembah
tidak boleh dirusak
Panjang
tidak boleh dipotong
Pendek
tidak boleh disambung”
§ Ungkapan
di Pemerintahan :
Di daerah Baduy terdapat sejumlah kampung yang terbagi
menjadi 3 ,yaitu : kampung tangtu / kelompok tangtu ( Baduy dalam ),
kampung panamping / kelompok panamping ( Baduy luar ) dan
kampung dangka / kelompok dangka.
© Kelompok
tangtu (baduy dalam)
Suku Baduy Dalam tinggal di pedalaman hutan dan masih
terisolir dan belum masuk kebudayaan luar.selain itu orang baduy dalam
merupakan yang paling patuh kepada seluruh ketentuan maupun aturan-aturan yang
telah ditetapkan oleh Pu’un (Kepala Adat). Orang Baduy dalam tinggal di 3
kampung,yaitu Cibeo, Cikartawana, dan Cikeusik. Ciri khas Orang Baduy Dalam
adalah pakaiannya berwarna putih alami dan biru tua serta memakai ikat kepala
putih dan golok.
© Kelompok
masyarakat panamping (baduy Luar)
Mereka tinggal di desa Cikadu, Kaduketuk, Kadukolot,
Gajeboh, Cisagu, yang mengelilingi wilayah baduy dalam. Masyarakat Baduy Luar
berciri khas mengenakan pakaian dan ikat kepala berwarna hitam. Suku Baduy Luar
biasanya sudah banyak berbaur dengan masyarakat Sunda lainnya. selain itu
mereka juga sudah mengenal kebudayaan luar, seperti bersekolah.
© Kelompok
Baduy Dangka
Mereka tinggal di luar wilayah Kanekes, dan pada saat ini
tinggal 2 kampung yang tersisa, yaitu Padawaras (Cibengkung) dan Sirahdayeuh
(Cihandam). Kampung Dangka tersebut berfungsi sebagai semacam buffer zone atas
pengaruh dari luar.
Puun
Puun merupakan jabatan tertinggi dalam wilayah tangtu.
Menurut pikukuh “peraturan adat” jabatan puun berlangsung turun temurun,
kecuali bila ada hal yang tidak memungkinkan. Sehubungan dengan hal
tersebut jabatan puun bisa diwariskan kepada keturunannya atau kerabat
dekatnya. Lama jabatan puun tidak ditentukan. jangka waktu jabatan
pada dasarnya ditentukan oleh kemampuan seseorang memegang jabatan puun. Ada
yang menjabat sampai tutup usia, namun kebanyakan akan mengundurkan diri karena
usia tua.
Ada tiga orang puun di wilayah baduy yaitu puun Cikeusik,
puun Cibeo dan puun Cikertawana. puun-puun tersebut merupakan “tri
tunggal”. Selain berkuasa di wilayah masing-masing, Mereka secara
bersama-sama juga memegang kekuasaan pemerintahan tradisional masyarakat baduy.
Walaupun merupakan satu kesatuan, ketiga puun tersebut mempunyai wewenang
tugas yang berlainan.
© Wewenang
puun Cikeusik adalah menyangkut urusan keagamaan dan ketua pengadilan adat yang
menentukan pelaksanaan upacara-upacara adat (seren taun, kawalu dan
seba) dan memutuskan hukuman bagi pelanggar adat.
© Wewenang
kapuunan Cibeo menyangkut pelayanan kepada warga dan tamu di kawasan baduy,
termasuk pada urusan administrator tertib wilayah, pelintas batas dan
berhubungan dengan daerah luar.
© Sedangkan
wewenang kapuunan Cikertawana menyangkut urusan pembinaan warga, kesejahteraan,
keamanan atau sebagai badan pelaksana langsung di lapangan yang memonitor
permasalahan yang berhubungan dengan kawasan baduy.
Girang Seurat
Girang seurat atau kadang disebut seurat merupakan jabatan
tertinggi kedua setelah puun yang melaksanakan tugas sebagai “sekertaris” puun
atau pemangku adat, juga bertugas mengurus huma serang “ladang bersama” dan
menjadi penghubung dan pembantu utama puun. Setiap orang yang ingin
menghadap atau bertemu puun harus melalui girang seurat. Tamu dari luar
lebih dihadapi oleh girang seurat yang mewakili puun. Sebagai pembantu
puun, girang seurat hanya ada di tangtu Cikeusik dan Cibeo, sedangkan di
Cikertawana tugas yang sama dipegang oleh kokolot “tetua kampung”.
Jaro
Jaro merupakan pelaksana harian urusan pemerintahan
kapuunan. Tugas jaro sangat berat karena meliputi segala macam urusan.
Di Baduy dikenal empat jabatan jaro yaitu jaro tangtu, jaro dangka, jaro
tanggungan dan jaro pamarentah. Jaro tangtu bertugas sebagai
pengawas dalam pelaksanaa hukum adat warga tangtu. Ia
bekerja sama dengan girang Seurat mendampingi puun dalam upacara adat
atau menjadi utusan kepala desa ke luar desa Kanekes.
© Jaro
tangtu: bertanggung jawab pada pelaksanaan hukum adat pada warga tangtu dan
berbagai macam urusan lainnya.
© Jaro
dangka: bertugas menjaga, mengurus, dan memelihara tanah titipan leluhur yang
ada di dalam dan di luar Kanekes. Jaro dangka berjumlah 9 orang, yang apabila
ditambah dengan 3 orang jaro tangtu disebut sebagaijaro duabelas. Pimpinan dari
jaro duabelas ini disebut sebagai jaro tanggungan.
© Jaro
pamarentah bertugas sebagai penghubung pemerintahan
adat dan masyarakat baduy dengan pemerintah dan
bertindak sebagai
kepala desa Kanekes yang berkedudukan di Kaduketug.
Dalam tugas jaro pamarentah dibantu oleh pangiwa, carik, dan kokolot
lembur.
Baresan
Baresan adalah semacam petugas keamanan kampung yang
bertugas dan bertanggungjawab dalam bidang keamanan dan ketertiban.
Mereka termasuk dalam anggota sidang kapuunan atau semacam majelis yang
beranggotakan sebelas orang di Cikeusik, sembilan orang di Cibeo dan lima orang
di Cikertawana. Mereka juga dapat menggantikan puun menerima tamu yang
akan menginap dan dalam berbagai upacara adat.
Palawari
Palawari merupakan kelompok khusus, semacam panitia
tetap yang bertugas sebagai pembantu, pesuruh dan perantara dalam berbagai
kegiatan upacara adat. Mereka mendapat tugas dari tangkesan mengenai
hal-hal yang berkaitan dengan persiapan dan pelaksanaan suatu upacara adat,
yakni menyediakan makanan untuk semua petugas dan warga yang terlibat dalam
upacara tersebut.
Tangkesan
Tangkesan merupakan ”menteri kesehatan”
atau dukun kepala dan sebagai atasan dari semua dukun yang ada di baduy.
Ia juga merupakan juru ramal bagi segala aspek kehidupan orang baduy.
Ia terlibat dalam penentuan orang yang pantas menjadi puun. Ia juga
orang yang memberi restu pada orang yang ingin menjadi dukun. Oleh karena
itu, orang yang menjabat sebagai tangkesan harus cendikia dan menguasai ilmu
obat-obatan dan mantera-mantera. sekalipun tangkesan dapat memberikan
nasihat dan menjadi tempat bertanya bagi puun, jabatan ini dapat dipegang oleh
orang baduy luar. Dalam hal ini, biasanya ia merupakan keturunan dari
tangkesan sebelumnya.
Ada beberapa sebutan dukun pada masyarakat
baduy, yakni paraji (dukun beranak), panghulu (dukun khusus mengurus
orang yang meninggal), bengkong julu (dukun sunat untuk pria) dan bengkong
bikang (dukun sunat untuk wanita).
Konsep Toponim
Nama asal usul wilayah
© Baduy
: Merupakan sebutan yang diberikan oleh penduduk luar kepada kelompok masyarakat tersebut. Berawal dari sebutan para peneliti Belanda yang
mempersamakan mereka dengan kelompok arab badawi yang merupakan masyarakat yang
berpindah-pindah (nomaden)
Masyarakat Baduy sendiri mengatakan bahwa asal-usul nama
Baduy itu karena ada nya Gunung Baduy di bagian utara dekat dengan Kaduketuk
© Desa
Marengo : di ambil dari nama kali kecil sebelum masuk ke desa Marengo ,yaitu
‘Kali Marengo’
Jadi nama nama Desa yang ada di Baduy kebanyakan di ambil
dari nama kali atau gunung yang terdekat dengan kampong wilayah tersebut.
Bangunan rumah Baduy Luar |
Denah Rumah Kang Arji (Baduy Luar, Marengo) |
Sejarah
Suku Baduy Dalam Menurut Warganya
Pertama, menurut kepercayaan warga
sejarah suku baduy dalam berasal dari Batara Cikal, yaitu salah satu dari tujuh
dewa yang di turunkan ke bumi. Batara cikal memiliki peran untuk mengatur
keseimbangan di bumi. Versi ini hampir sama persis dengan cerita di turunkannya
nabi Adam, sebagai makhluk pertama dan memiliki tugas untuk mengelola bumi.
Suku baduy pun percaya bahwa mereka adalah keturunan nabi Adam.
Sejarah
Suku Baduy Dalam Menurut Ahli Sejarah
Sedangkan pada versi yang lain, para
ahli sejarah memiliki pendapat sendiri terkait sejarah suku baduy. Pendapat
mereka berdasar pada temuan prasasti sejarah, kemudian di telusuri pula melalui
catatan para pelaut dari Portugis dan Tiongkok serta di hubungkan dengan cerita
rakyat tentang Tatar Sunda. Meskipun pada kenytaannya, cerita mengenai Tatar
Sunda ini sangan sedikit sekali referensinya.
Menurut ahli sejarah, masyarakat baduy
(kanekes) memiliki kaitan dengan kerajaan Pajajaran (saat ini wilayah Bogor).
Yang di ketahui, Pajajaran ada sekitar di abad ke-16. Pada saat dimana kerajaan
atau kesultanan Banten belum berdiri, wilayah yang kemudian menjadi kesultanan
Banten, ialah daerah yang sangat penting dan memiliki peranan yang signifikan.
Saat itu, Banten masih menjadi bagian dari wilayah kerajaan Sunda. Banten
berfungsi sebagai pelabuhan yang memang terkenal besar.
Di banten terdapat sungat Ciujung yang
berfungsi sebagai pelabuhan dan bisa di lewati beragam jenis perahu. Sungai ini
menjadi lalu lintas angkutan barang-barang hasil pertanian dari wilayah
pedalaman. Pangeran Pucuk, penguasa saat itu merasa perlu untuk melestarikan
dan menjaga wilayah tersebut, terutama terkait kelestarian sungainya. Wilayah
itu di kenal dengan nama Gunung Kendeng.
Karena alasan itu, pangeran pucuk
memerintahkan pasukan prajurit pilihan untuk menjaga kelestarian Gunung
Kendeng-Sungai Ciujung. Mereka tinggal dan bertugas sebagai penjaga wilayah
tersebut. Maka, dengan adanya pasukan kerajaan tersebut, lambat laun kehidupan
mulai berjalan normal. Jadi bisa di simpulkan bahwa sejarah suku Baduy dalam
dan yang hari ini kita kenal adalah berasal dari pasukan yang di utus oleh
Pangeran Pucuk yang bertugas melestarikan sungai Ciujung – gunung Kendeng. Pada
masanya, suku baduy menutup identitas mereka terhadap orang luar. Karena di
khawatirkan akan di ketahui oleh musuh-musuh kerajaan Pajajaran.
Sejarah
Suku Baduy Dalam Versi Van Tricht
Versi ketiga tekait sejarah suku baduy
dalam ialah dari dokter Van Tricht yang berkunjung ke Baduy di tahun 1982
kemudian mengadakan penelitian terkait kesehatan masyarakat disana. Van Tricht
tidak mengakui kedua pendapat diatas, ia memiliki pendapat sendiri mengenai
sejarah suku baduy dalam dan ia mengatakan bahwa masyarakata Baduy sudah ada sejak
lama disana dan merupakan masyarakat asli sana. Menurut Van Tricht masyarkat
baduy terutama warga masyarakat suku baduy dalam memiliki sifat yang menolak
keras dan tidak bisa mengadopsi kebudayaan luar. Selain itu, menurutnya
masyarakat baduy dalam sangat mempertahankan kebudayaannya. Itu terbukti suku
baduy dalam masih sangat ketat untuk mempertahankan kebudayaan nenek moyang
mereka.
Pendapat Van tricht terkait sejarah
suku baduy dalam ini sejalan dengan pendapat Danasasmita dan Djatisunda
(1986:4-5). Menurut dua ahli ini saat itu raja yang berkuasa di wilayah sekitar
Baduy adalah Rakeyan Darmasiska, raja ini memerintahkan masyarakat Baduy yang
memang sudah tinggal disana dari dahulu untuk memelihara Kabuyutan (tempat
pemujaan nenek moyang). Menjadikan kawasan tersebut sebagai “Mandala” atau
kawaan suci. Masyarakatnya sendiri di kenal memiliki kepercayaan Sunda Wiwitan
(wiwitan:asli,pokok). Sampai sekarang pun masyarakat baduy masih memegang teguh
kepercayaan tersebut.
Sejarah
Suku Baduy Dalam Versi Prabu Siliwangi
Versi berbeda dan terakhir ialah,
putra Prabu Siliwangi yaitu yang bernama Kian Santang yang sudah memeluk Islam
melalui Sayidina Ali di Mekkah. Kian santang ingin menyebarkan islam dan salah
satunya kepada ayahnya. Namun Prabu siliwangi mendapat wangsit melalui mimpi
untuk menolak agama islam dan di suruh pindah ke wilayah Rangkasbitung-Lebak.
Kian santang tetap mengejar mereka
kesana, sampai terjadi perang saudara. Sayangnya tidak banyak referensi tentang
perang saudara tersebut. Yang jelas, Prabu Siliwangi kemudian berganti gelar
menjadi Prabu Kencana Wungu. Prabu Kencana Wungu memilih untuk menetap di
rangkasbitung bersama 40 pengikut setia dan sampai sekarang di kenal dengan
masyarakat Baduy.
Fakta
: Saat ini kepercayaan di bagi menjadi 2 Baduy dalam : Tetap Sunda wiwitan
dan Baduy Luar : Mereka mengatakan kepercayaan mereka ialah Selam wiwitan / Islam wiwitan, dan mereka sudah ada di tanah kanekes dari awal/dari dulu
dan Baduy Luar : Mereka mengatakan kepercayaan mereka ialah Selam wiwitan / Islam wiwitan, dan mereka sudah ada di tanah kanekes dari awal/dari dulu
Sumber : http://sukubaduydalam2.blogspot.com
http://.kebudayaanindonesia.net
Narasumber : Kang Harja (Orang Baduy dalam)
Kang Arji (Orang Baduy Luar)