Nama    : Janu Dimas Permadi
NIM       : 4423116705
Prodi     : D3 - Usaha Jasa Pariwisata
Jurusan : Sejarah – Fakultas Ilmu Sosial
_           Universitas Negeri Jakarta         _

Tema Observasi = Pemusik Kesenian Jathilan
Desa Penting Sari, Umbulhardjo Cangkringan Sleman. Yogyakarta

Kesenian Jathilan / Kuda Lumping

Jathilan adalah Tarian yang sering  juga disebut dengan kesenian kuda lumping atau kuda kepang ini cukup populer di Pulau Jawa. Yang menarik dari pertunjukan ini adalah sang penari bisa sampai kesurupan atau kerasukan makhluk halus kemudian makan beling (pecahan kaca). Istilah jathilan berasal dari bahasa jawa “jan” yang artinya “benar-benar” dan“thil-thilan” yang artinya “banyak gerak”.

Kesenian yang menggunakan properti berupa kuda-kudaan dari anyaman bambu ini memiliki beberapa versi sejarah. Ada yang menyebutkan bahwa kesenian ini merupakan bentuk apresiasi dan dukungan rakyat jelata terhadap perjuangan pasukan berkuda pangeran Diponegoro dalam melawan penjajah Belanda. Ada juga yang beranggapan bahwa jathilan menggambarkan kisah Raden Patah yang dibantu oleh Sunan Kalijaga dalam melawan Belanda. Versi yang lain lagi mengatakan jathilan mengisahkan latihan pasukan prajurit kerajaan Mataram yang dipimpin Sultan Hamengku Buwono I untuk melawan Belanda. Persamaan dari semua versi tersebut adalah jathilan menceritakan perjuangan bangsa Indonesia dalam melawan penjajah Belanda.

Pertunjukan ini dimulai dengan tarian yang gerakannya pelan-pelan, kemudian semakin lama semakin cepat mengikuti irama musik yang dimainkan dengan berbagai alat musik tradisional seperti drum, kendang, kenong, gong, dan slompret, yaitu seruling dengan bunyi melengking. Dahulu, tari jathilan dilakukan untuk memanggil roh kuda untuk meminta keamanan desa dan keberhasilan panen. Kuda melambangkan kekuatan, kepatuhan, dan sikap pelayanan dari kelas pekerja.

Pada awalnya, pertunjukan ini terdiri dari dua peran, yaitu penari kuda dan pria dengan cemeti. Penari kuda dianalogikan sebagai rakyat kelas bawah atau pekerja dan pria dengan cemeti sebagai masyarakat kelas atas yang memiliki otoritas. Kelas pekerja yang diwakili dengan penari kuda digambarkan tanpa aturan, terus menari-nari, semakin lama semakin liar hingga akhirnya kerasukan. Masyarakat kelas atas yang jumlahnya lebih sedikit digambarkan dengan pria pemegang cemeti yang tidak urakan dan memiliki otoritas. Mereka akan memecut cemetinya jika penari kuda menari terlalu liar. Saat penari kuda kerasukan pada klimaks pertunjukan, pria pemegang cemeti jugalah yang akan berperan “menyembuhkan” mereka.

Ada beberapa orang yang beranggapan bahwa pertunjukan ini dilarang agama karena dianggap memuja roh makhluk gaib. Namun ironisnya, lagu-lagu yang dinyanyikan dalam pertunjukan ini biasanya justru menghimbau manusia untuk berbuat kebaikan dan selalu ingat kepada Sang Pencipta. Kini, pertunjukan ini masih sering ditampilkan pada acara-acara resmi tapi sudah banyak mengalami modifikasi dalam kostum, jumlah penari, dan detail gerakannya. Sedangkan di Desa Penting Sari, Kesenian ini dijadikan kesenian penyambut tamu yang berkunjung ke desa wisata pentingsari dengan durasi pementasan -+2 jam dan bisa sampai 7-8 jam apabila diinginkan hingga para pemainnya kerasukan roh.

Kesenian jathilan ini juga mempunyai pawang ( penjaga ), mengantisipasi apabila ada pemain yang kerasukan saat pementasan berdurasi 7-8 jam dimalam hari.

Berdasarkan hasil observasi  Daerah Tujuan Wisata khususnya pada desa wisata Pentingsari yang bertemakan tentang " Pemusik Pengiring Kesenian Jathilan " saya mendapatkan informasi dari beberapa narasumber, berikut Narasumber nya :
1.    Nama                :  Nartukio
      Usia                   :  40 tahun
      Asal                   :  Desa Pentingsari, Umbulhardjo Cangkringan Sleman – Yogyakarta
      Bahasa              :  Jawa - Indonesia
      Jabatan             :  Ketua / pendiri “Sanggar Mutiara Abadi”



      Nama                :  Giyo
      Usia                   :  43 tahun
      Asal                   :  Desa Pentingsari, Umbulhardjo Cangkringan Sleman – Yogyakarta
      Bahasa              :  Jawa – Sunda - Indonesia
      Jabatan              : Pengelola / Guide Desa Wisata Pentingsari



3.   Nama                 :  Nartio
      Usia                   :  44 tahun
      Asal                   :  Desa Pentingsari, Umbulhardjo Cangkringan Sleman – Yogyakarta
      Bahasa              :  Jawa - Indonesia
      Jabatan             :  Pengajar  “Sanggar Mutiara Abadi”


  

Alat Musik Jathilan 

Gamelan utama dalam Jathilan adalah Kendang dan Saron. Bonang dan Gong pendukung. Namun keempatnya adalah suatu kesatuan dalam susunan gamelan Jathilan. Plus satu alat lagi seperti MC ( Pembawa acara ) yang memegang narasi ccerita yang dimainkan / dipentaskan dalam kesenian jathilan itu sendiri.
Bonang,
Terdiri dari 1 buah


Kendang
( Terdiri 6 buah saat Pementasan ) ditambah Variasi Alat Musik Ketipung


Saron
( Terdiri 2 buah / sepasang dalam pementasan )
Saron terdiri dari 2 pasang ( sepasang ) sangat diperlukan sebagai sentuhan selaras music jathilan, tanpa salah satu dari semua music yang diharuskan ada dalam mengiringi kesenian jathilan, akan menimbulkan music/suara yang berbeda pula dan menghilangkan ke-khas’an music dahulu ( keasliannya )

      ·        Drum Set
( 1 Perangkat Drum, ini merupakan Variasi atau kreasi tambahan )
untuk menambah keaneka ragaman suara yang dikeluarkan dalam pemusik Kesenian Jathilan
·           *        Bendil
Bendil terdiri dari 5 buah masing masing bendil mempunyai suara yang berbeda dan menimbulkan suara yang serasi apabila dimainkan selaras saat pementasan.

Saron dan Kendang dominan di Jathilan Muntilan. Sementara di Jogja dominan suara Bonang dengan nada yang monoton. Dahulu Jathilan Yogyakarta menggunakan tetabuhan tradisional yang bentuknya seperti Bedug (pengganti Kendang), sekarang sering digantikan oleh alat musik modern (Drum Set).


      A.   Analisis

Setelah penulis melakukan Observasi di salah satu desa wisata di Yogyakarta lebih tepatnya di desa wisata Penting Sari, Cangkringan Yogyakarta. Dini saya bertemu dengan beberapa narasumber tentang pemusik Jathilan. Berikut narasumber yang saya wawancarai juga isi dari apa yang telah saya wawancarai dengan beliau.


Isi Wawancara :
·         Berapa banyak alat music pengiring kesenian jathilan ini sebenarnya pak?
·         Apakah ada syarat-syarat tertentu untuk bisa menjadi pemain alat music jathilan?
·         Apakah ada syarat-syarat tertentu atau larangan untuk para pemain alat music pengiring jathilan, sebelum dipentaskan ?
·         Apakah ada batas usia, untuk bisa menjadi pemain alat music pengiring jathilan ?
·         Apakah pernah ada yang kerasukan atau ada pengalaman saat mementaskan jathilan ?

Kesimpulan Jawaban :
·         Berapa banyak alat music pengiring kesenian jathilan ini sebenarnya pak?
Ada 18 Alat music pengiring kesenian jathilan, itu saat pementasan kesenian full hingga pagi hari, sedangkan untuk penyambutan tamu hanya terdiri dari 8 perangkat alat music saja.
Pementasan full maupun hanya untuk penyambutan terdiri dari ( Gong, Kendang, Bendil, Saron, dan 1 Set Drum Modern ) hanya berbeda jumlahnya saja. Ada pengurangan jumlah variasi alat music pengiring kesenian jathilan apabila untuk acara penyambutan tamu atau acara berskala kecil dan hanya membutuhkan durasi _+2 jam saja.
·         Apakah ada syarat-syarat tertentu untuk bisa menjadi pemain alat music jathilan?
Tidak ada sama sekali, apabila ada kemauan dan hobi tentang music akan dikembangkan semua itu. Usia berapa pun bisa menjadi  pemain alat music pengiring, bahkan jenis kelamin pun tidak menjadi halangan tua muda laki ataupun perempuan bisa, hanya saja ada kemauan yang tinggi untuk memainkannya apalagi memiliki kemauan untuk melestarikan kesenian khas jawa ini, pastinya akan baik hasilnya.
·         Apakah ada syarat-syarat tertentu atau larangan untuk para pemain alat music pengiring jathilan, sebelum dipentaskan ?
Tidak ada pantangan untuk para pemain alat music pengiring kesenian jathilan, hanya tata karma dan kesopanan saja yang harus ditekankan agar keselarasan music dan pementasan dapat berjalan lancar. Akan tetapi dalam kesenian jathilan ini ada pawing dalam setiap pementasannya itu merupakan langkah antisipasi apabila pementasan yang durasinya -+7-8 jam dapat menimbulkan keletihan dan mudah sekali dirasuki roh halus saat pementasan, maka dari itu terdapat pawang.
·         Apakah ada batas usia, untuk bisa menjadi pemain alat music pengiring jathilan ?
Tidak ada, semua bisa asalkan mampu, kuat serta ada kemauan yang tinggi saja. Juga mampu ( dalam segi kesehatan )
·         Apakah pernah ada yang kerasukan atau ada pengalaman saat mementaskan jathilan ?
Mungkin maksudnya kerasukan pada pemain alat music yang mengiringi kesenian jathilan ?, pastinya pernah bahkan sering bukan hanya pemain jathilan, pengiring bahkan penonton pun apabila memang pikiran mereka sedang kosong atau letih dapat dirasuki. Tetapi jangan takut, ini merupakan kesenian jawa yang sudah ada dari zaman nenek moyang, dan tetap terjaga kelestariannya. Hal tersebut ( kerasukan ) merupakan hal yang biasa dalam kesenian ini.

Sekian observasi daerah tujuan wisata, lebih khusus bertemakan “ Pemusik Kesenian Jathilan “yang telah saya susun ini.  Saya pribadi memohon maaf yang sebesar-besarnya apabila terdapat kesalahan ataupun kekeliruan dalam penyusunan ini. Dan berterima kasih kepada para narasumber yang terlah bersedia memberikan informasi yang actual kepada saya. Terima kasih pula kami ucapkan kepada seluruh warga Desa  Wisata Penting Sari, Umbulhardjo – Cangkringan Sleman Yogyakarta yang telah menjadi tempat observasi kami pada kali ini.

Terima Kasih, Wassalam
Janu Dimas Permadi - 4423116705





0 Responses