Hamparan
pemandangan alam hijau yang dikarunia Tuhan tersaji ketika ketika memasuki
sebuah desa wisata bernama Pentingsari. Pagi itu, setelah tiba pada malam hari
nya, kami Mahasiswa/I Program Studi Usaha Jasa Pariwisata-Universitas Negeri
Jakarta beserta bapak dan ibu dosen melakukan kegiatan yang menyenangkan, yaitu
trekking atau berkeliling desa wisata yang biasa disebut juga dengan sebutan
DEWIPERI.
saya dengan pak Darto |
Dipandu oleh warga asli Pentingsari sebagai
pemandu Pak Darso (45) dan Pak Sugiarto (60), aktivitas trekking dimulai
briefing kecil di depan joglo. Kami dibagi menjadi 2 kelompok besar kemudian
perjalanan pun dimulai. Pada awalnya, pemandu kita ,menjelaskan apa saja yang
bisa kita lakukan apabila kita berkunjung kesini. Oh iya, desa Pentingsari ini
juga merupakan desa yang di diami oleh almarhum Mbah Marijan, sang juru kunci
Gunung Merapi.
Setelah berjalan sekitar 5 menit, kami berhenti di depan
sebuah rumah yang disana menjadi tempat kegiatan masyarakat berupa pengolahan
hasil perkebunan mereka, yakni kopi. Sayang ya hanya sebentar dan tidak sempat
masuk ke dalam nya melihat proses pembuatan kopi.
Objek
selanjutnya yang kita temui adalah sebuah makam yang menurut pemandu makam
tersebut adalah makam sesepuh atau tetua dari desa Pentingsari, yaitu makam
Mbah Suro yang ikut membantu memerangi Belanda di daerah sekitar. Pak Darto
mengatakan bahwa Mbah Suro pernah menanam buah manggis sewaktu dia masih hidup
dulu dan pohonnya masih berbuah hingga saat ini.
Tuhan
memang mengkarunia Indonesia ini khususnya Jogjakarta, Desa Wisata Pentingsari
di Sleman dengan kelimpahan nikmat yang luar biasa. Sepanjang aktivitas
penyusuran ini, kami di suguhkan hawa sejuk dan pemandangan yang indah. Pepohon
terhampar luas disini, sungguh nikmat harus sama-sama kita syukuri.
Desa
ini berjarak sekitar 12,5 KM dari puncak merapi. Ketika merapi sedang
beraktivitas, tidak bisa dipungkiri bahwa masyarakatnya pun khawatir akan apa
yang dikeluarkan dari gunung berapi paling aktif di dunia ini. Namun, merapi
juga memberikan dampak yang baik bagi masyarakat khususnya dibidang pertanian.
Tanah disini menjadi subur sehingga masyarakat senang karena perkebunan mereka
tumbuh dengan subur. Banyak tanaman seperti kopi, cabe, manggis, salak dan
lainnya yang mampu menambah penghasilan masyarakat desa.
Namun
menurut Pak Giarto, sejak letusan terakhir merapi, sudah 2 tahun ini tanaman
salak yang biasanya berbuah baik menjadi tidak berbuah. Menurut beliau mungkin
ada akibat dari aktivitas merapi sehingga salak tak mau lagi berbuah. Kejadian
ini belum di teliti lebih lanjut secara ilmiah.
Aktivitas
penelusuran desa Pentingsari dilanjutkan. Kemudian kami dibawa menuju Kali
Kuning. Waaah Kali Kuning ? rasa penasaran pun timbul mengapa tempat tersebut
disebut Kali Kuning. Ternyata menurut Pak Giarto (pemandu kami) karena disana
banyak serbuk zat besi yang berwarna kuning sehingga tempat tersebut disebut
Kali Kuning. Menurut Pak Giarto, lebar Kali Kuning hanya 3 atau 4 Meter, tidak
selebar saat ini. Penambahan lebar itu terjadi karena Kali Kuning merupakan aliran
lahar merapi sehingga bertambah lebar akibat aktivitas tersebut. Di Kali Kuning
banyak batu-batuan yang terbawa dari merapi. Disana juga terdapat DAM atau
bendungan sebagai penahan apabila lahar dingin datang dari merpi sehingga tidak
sampai ke kota.