Bab 2 sistem religi

Agama kaharingan
Keyakinan atau kepercayaan asli suku dayak adalah agama helu atau kaharingan. Kaharingan berasal dari kata haring artinya hidup. Kaharingan tidak di mulai sejak zaman tertentu. Kaharingan telah ada sejak awal penciptaan, sejak awal ranying hatalla menciptakan manusia. Sejak adanya kehidupa, ranying hatalla telah mengatur segala sesuatunya untuk menuju jalan kehidupan kearah kesempurnaan yang kekal dan abadi. Tanggung jawab manusia melaksanakan kehidupannya dengan sempurna, merupakan syarat mutlak yang harus di laksanakan. untuk mencapai hal tersebut lahir dan batin harus elalu bersih. Dalam ajaran kaharingan, faktor pensucian diri yang dilambangkan denga hasaki/hapalas yaitu mengoleskan atau mengusapkan darah binatang kurban. Fungsingnya untuk menetralisir atau bersifat mendinginkan pegang peranan penting dalam kehidupan. Manusia harus selalu bersih. Dengan hasaki, hapalas sebgai lambang pensucian diri, manusia terbebas dari pengaruhh-pengaruh jahat, baik lahir maupun batin. Dalam keadaan bersih lahir batin, manusia , menjadi lebih peka dan mampu menerima karunia dan anugerah raying hatallah. Karunia tersebut berupa petunjuk yang akan diberikan oleh raying hatalla melalui roh baik yang kehadirannya tidak terlihat mata jasmani.




Kalimat suci yang selalu di jadikan pegangan oleh penganut kaharingan :
Indu rangkang panekang tulang, mina runting paniring uhat artinya kaharingan sebagai pegangan merupakan sumber segala kekuatan batin.
Indu lambung panunjung tarung, mina timpung payun rawei artinya kaharingan sebgai pegangan menjadi sumber segala kebijaksanaan ungkapan suci serta petunjuk -petunjuk yang dapat dijadikan suri tauladan.
putir sintta rantaian, mina lingga artinya kaharingan sebagai pegangan merupakan sumber kerukunan, kasih dan kesejahteraan hidup.
Indu miring penyang artinya kaharingan sebagai pegangan merupakan akal budi dan sumber hikmah yang menuntun dan membimbing mereka menuju jalan yang benar baik di dunia maupun di akhirat.

Dalam kaharingan diyakini bahwa setiap orang dalam kehidupannya mempunyai tugas dan misi tertentu. Misi utama kaharingan adalah mengajak manusia menuju jalan yang benar dan berbakti pada ranying hatlla dalam setiap sikap dan perbuatan. Manusia sempurna menurut suku dayak adalah orang yang mampu melaksanakan hukum adat dengan sempurna serta mentaati kukum pali. Merekalah orang-orang yang di segani dan memiliki wewenang rohani yang ampuh dan diandalkan. Kata-kata merekaakan selalu didengar.
Hukum pali berati larangan yang harus ditaati. Jika dilanggar maka harus egera di di netralisir jika diabaikan begitu saja akan mencelakakan banyak orang bahkan seisi kampung akan terkena getahnya. Contohnya apabila perkawinan sala hurui atau salah silsilah ,seorang anak menikah dengan adik kandung ayahnya maka keduanya akan mendapatkan hukuman. Perbuatan salah itu harus segera di benarkan dengan upacara pakanan tambun tulah.
Pada saat upacara berlangsung cerita awalnya diuraikan. maksudnya agar yang hadir tahi dan tidak ikut melakukan kesalahan dan mematuhi aturan dari ranying hatalla. Salam upacara kedua orang yang melanggar dianggap seperti binatang, kerena itu sebagai hukumannya mereka harus makan berkaki empat seperti babi. Itu berati mereka harus makan sambil merangkak di tanah. Saat keduanya jadi bahan tontonan, karena disaksikan oleh banyak orang. Rasa malu harus ditanggung demi menetralisir kesalahan yang terlanjur telah dilakukan. Mau tidak mau upacara tambun tulah harus di lakukan agar dosa mereka diampuni. Demikian pula anak keturunannya terbebas dari sebutan tulah sahu.

Sejarah perkembangan kaharingan
kaharinga telah ada sejak awal manusia pertama diturunkan dari langit dengan palangka bulau (tempat sajen yang terbuat dari sajen) oelh raying hatalla. Keyakinan itu telah terukir dengan kuat, dalam bercocok tanam, membangun rumah, mengalami musibah, selalu mereka kembali kepada aturan yang ada.
Mengapa mereka begitu kuat memegang teguh keyakinan tersebut. Karena mereka mengalami langsung proses pendampingan raying hatalla dalam segala kegiatan di hidup mereka. Melalui para roh baik dalam bentuk makhluk halus yang tidak terlihat mata.
Ritual adat dalam bentuk upacara, sejak zaman dahulu memang telah dilaksanakan. Hal ini terbukti dengan banyak nya temuan sandung atau temoat meyimpan tulang setelah pelaksanaan upacara tiwah. sandung terbuat dari tabalien/kayu ulin/kayu besi yang tidak rapuh dimakan waktu. Semakin kokoh kuat bagaikan besi dari zaman ke zaman.

Masa penjajahan
Pada masa ini perkembangan kaharingan banyak mengalami tekanan dan hambatan. Kehadiran penjajah menimbulkan luka batin yang mendalam bagi penduduk pribumi. Hingga saat ini dampaknya mash terasa bagi orang-orang dayak.
Para penjajah dengan lantang menyatakan bahwa agama helu atau kaharingan adalah kafir, agama heiden, menyembah berhala, serta bermacam cemohan lainnya. Menurut para penjajah cara mereka menyembah tuhan sangat salah dan tidak masuk akal. Dan menurut penjajah yang benar adalah apa yang mereka sembah. Walaupun begitu penjajah masih memperbolehkan masyarakat setempat untuk melakukan upacara adat. walaupun dalam keadaan tertekan agama kaharingan masih tetap bertahan.


Upacara-upacara yang wajib dilaksanakan dalam kaharingan.
Nahanun yaitu upacara pemberian nama atau pembabtisan.
Perkawinan melalui 3 prose yaitu hakumbang auh atau meminang, hisek atau pertunangan, pernikahan atau perkawinan. Hak, kewajiban dan tanggung jawab perkawinan, termuat dalam pelek rujin perkawinan yang artinya pedoman dasar perkawinan.
Untuk mengantar roh orang meninggal tersebut ke dunia akhirat maka masyarakat dayak perlu melakukan serangkaian upacara kematian. Pada masyarakat Dayak Ngaju, upacara kematian ini disebut tiwah dan pada masyarakat Dayak Ma’anyan dinamai ijambe, serta wara atau mabatur bagi masyarakat Dayak Lawangan.
Jika orang dayak meninggal dunia, maka jenazah dimasukkan kedalam peti mati yang oleh masyarakat Dayak Ngaju disebut Raung, Dayak Ma’anyan menyebut tabela. Raung atau tabela ini berbentuk perahu sebagai simbol perjalanan roh dan diberi hiasan burung enggang (hornbill) sebagai simbol dunia atas. Tutup dan badan raung disatukan setelah jenazah dimasukkan lalu diikat dengan tali rotan yang dianyam yang disebut saluang. Ketika jenazah dimasukkan di dalam raung, beberapa benda kesayangan si arwah semasa hidupnya juga diikut sertakan bersamanya sebagai bekal kubur. Raung berisi jenazah dan bekal kubur tersebut ditanam di dalam tanah. Tetapi kuburan tersebut sementara sifatnya, sebab yang terpenting adalah upacara pelepasan roh yang oleh masing-masing etnik masyarakat dayak berdeda-beda penyebutannya. Baik upacara kematian Tiwah, Ijambe dan upacara Wara atau mabatur, merupakan upacara penguburan sekunder dengan pengambilan tulang-tulang untuk dipindahkan ke kuburan permanen. Di atas kuburan permanen itulah didirikan bangunan yang disebut pambak, Sando. untuk masyarakat Dayak Ngaju, tambak untuk Dayak Ma’anyan, Kriring untuk dayak Lawangan, dll
Upacara kematian baik tiwah, Ijambe dan upacara Wara atau mabatur, merupakan upacara yang bertujuan mengantarkan arwah ke dunia baka, dan merupakan puncak serta akhir dalam rangkaian upacara kematian orang-orang kaharingan. Upacara ini diselenggarakan biasanya selang setahun sampai dengan beberapa tahun setelah seseorang meninggal, tergantung dari kesiapan keluarga yang ditinggalkan dalam menyelenggarakan upacara. Upacara kematian ini dimaksudkan untuk menjaga keseimbangan kosmos yang diharapkan dapat memberikan keselamatan baik kepada roh si mati maupun terhadap manusia yang ditinggalkan.
Sebagaimana telah diuraikan di depan, bahwa upacara kematian dilakukan sejalan dengan sistem kepercayaan yang dianut dan sistem kepercayaan tersebut adalah bagian dari kebudayaan masyarakat Dayak . Jadi upacara dilaksanakan sesuai dengan pedoman-pedoman yang berlaku yang ada dalam kebudayaannya. Sedangkan untuk mengatur pelaksanaan upacara tersebut telah ada pranata-pranata khusus sehingga upacara dapat berjalan tertib dan teratur. Pekerjaan mengumpulkan tulang-tulang dan kemudian menempatkan ke dalam sandong telah memiliki aturan-aturan khusus yang telah berlaku secara turun temurun. Hal ini dapat kita lihat pada waktu orang-orang mengumpulkan sisa-sisa jenasah dengan urut-urutan sebagai berikut: mula-mula yang diambil adalah bagian kepala, menyusul bagian leher, badan dan seterusnya hingga ke ujung jari-jari kaki, kemudian dibungkus dan dimasukkan ke dalam wadah berupa peti kecil yang telah dipersiapkan sebelumnya. Hal ini sesuai dengan kepercayaan bahwa roh nenek moyang selalu mempunyai hubungan dengan orang-orang yang masih hidup di terutama dengan sanak cucunya. Secara singkat makna religius dari upacara kematian adalah membangkitkan arwah untuk disucikan sekaligus diantarkan keduanianya.
Konsep kematian berbagai etnik masyarakat Dayak di pedalaman Kalimantan tersebut di atas, bersumber dari kepercayaan kaharingan yang menekankan bahwa terdapat kehidupan setelah kematian. Konsep kepercayaan seperti itu sama dengan kepercayaan masyarakat prasejarah khususnya masyarakat megalitik yang didasari pandangan adanya hubungan antara yang hidup dengan yang mati, khususnya kepercayaan akan adanya pengaruh kuat dari roh manusia yang telah mati terhadap kesejahteraan masyarakat. Dalam pelaksanaan upacara kematian seprti misalnya upacara tiwah konsepsi kepercayaan prasejarah masih kuat sekali sebagaimana tercermin dalam bentuk-bentuk budaya materi yang sarat akan simbol-simbol kepercayaan terhadap roh leluhur. Hasil budaya materi tersebut di samping berupa sandong dan rarung yang dulu sengaja dibentuk menyerupai perahu simbol perjalanan roh, juga terdapat pada sapundu sebagai pengikat hewan korban kerbau dalam upacara tiwah.


Tahap-tahap nya dalam pelaksanaan menguburan
Kematian melalui 3 tahap yaitu : penguburan menyerahkan arwah yang meninggal kepada raja entai nyahu yang tugasnya sebgai penjaga kuburan. Tantulak matei untuk menjauhkan keluarga dari arwah yang meninggal dari segala bentuk kesialan dan kematian.
Upacara tiwah atau ijambe atau wara atau nyorat. Arwah diantar ke lewu liau atau surga dipandu oleh rawing tempun telun.
Balian berupa permohonan-permohonan manusia kepada ranying hatalla, disampaikan dengan perantara roh baik yang telah menerima tugas dari raying hatalla untungmenganyomi manusia. Macam-macam balian :
Balian tantulak yaitu menolaj bala dan tanda-tanda buruk.
balian tiwah yaitu pada saat dilaksanakan upacara tiwah.
Balian manyaki yaitu upacara pensucian atau sakralisasi.
Balian mambubul yaitu mohon panjang umur.
Balian mampandui yaitu upacara pembabtisan.
Balian balaku untung yaitu mohon rezeki
Balian mungkal untung yaitu menyempurnakan rezeki.
Balian balaku tuntung puser yaitu mohon kesempurnaan hidup.
Balian mambang karuhei yaitu mohon hikmat.
Balian manyanggar yaitu membersihkan lingkungan dari roh jahat.

Kaharingan merupakan suatu aliran kepercayaan ataupun aliran kebatinan, namun kaharingan adalah suatu kebenaran yang telah diwariskan oleh para nenek moyang. Demikian kaharingan adalah satu-satunya kebenaran yang harus mereka pegang dan pelihara. Kaharingan adalah agama yang tidak lain adalah persoalan hidup matinya suku.
Dan pemerintah menyamakan agama kaharingan sema dengan agama hindu dharma padahal banyak sekali berbedaan walaupun banyak pula persamaannya. Namu yang jelas bahwa banyak suku dayak pedalaman yang menganut agama kaharingan bukan agama islam, kristen atau pun hindu. Mereka meyakini agama kaharinganlah agama yang harusnya mereka anut karena agama itu berasal dari ajaran nenek moyang mereka yang terdahulu.


Koentjaranigrat. 1990. Pengantar Ilmu Antropologi. Rineka Cipta, Jakarta.
0 Responses