Agama kaharingan
Keyakinan
atau kepercayaan asli suku dayak adalah agama helu atau kaharingan. Kaharingan
berasal dari kata haring artinya hidup. Kaharingan tidak di mulai sejak zaman
tertentu. Kaharingan telah ada sejak awal penciptaan, sejak awal ranying
hatalla menciptakan manusia. Sejak adanya kehidupa, ranying hatalla telah
mengatur segala sesuatunya untuk menuju jalan kehidupan kearah kesempurnaan
yang kekal dan abadi. Tanggung jawab manusia melaksanakan kehidupannya dengan
sempurna, merupakan syarat mutlak yang harus di laksanakan. untuk mencapai hal
tersebut lahir dan batin harus elalu bersih. Dalam ajaran kaharingan, faktor
pensucian diri yang dilambangkan denga hasaki/hapalas yaitu mengoleskan atau
mengusapkan darah binatang kurban. Fungsingnya untuk menetralisir atau bersifat
mendinginkan pegang peranan penting dalam kehidupan. Manusia harus selalu
bersih. Dengan hasaki, hapalas sebgai lambang pensucian diri, manusia terbebas
dari pengaruhh-pengaruh jahat, baik lahir maupun batin. Dalam keadaan bersih
lahir batin, manusia , menjadi lebih peka dan mampu menerima karunia dan
anugerah raying hatallah. Karunia tersebut berupa petunjuk yang akan diberikan
oleh raying hatalla melalui roh baik yang kehadirannya tidak terlihat mata
jasmani.
Kalimat suci
yang selalu di jadikan pegangan oleh penganut kaharingan :
Indu rangkang
panekang tulang, mina runting paniring uhat artinya kaharingan sebagai pegangan
merupakan sumber segala kekuatan batin.
Indu lambung
panunjung tarung, mina timpung payun rawei artinya kaharingan sebgai pegangan
menjadi sumber segala kebijaksanaan ungkapan suci serta petunjuk -petunjuk yang
dapat dijadikan suri tauladan.
putir sintta
rantaian, mina lingga artinya kaharingan sebagai pegangan merupakan sumber
kerukunan, kasih dan kesejahteraan hidup.
Indu miring
penyang artinya kaharingan sebagai pegangan merupakan akal budi dan sumber
hikmah yang menuntun dan membimbing mereka menuju jalan yang benar baik di
dunia maupun di akhirat.
Dalam
kaharingan diyakini bahwa setiap orang dalam kehidupannya mempunyai tugas dan
misi tertentu. Misi utama kaharingan adalah mengajak manusia menuju jalan yang
benar dan berbakti pada ranying hatlla dalam setiap sikap dan perbuatan. Manusia sempurna menurut suku dayak adalah orang yang mampu
melaksanakan hukum adat dengan sempurna serta mentaati kukum pali. Merekalah
orang-orang yang di segani dan memiliki wewenang rohani yang ampuh dan
diandalkan. Kata-kata merekaakan selalu didengar.
Hukum
pali berati larangan yang harus ditaati. Jika dilanggar maka harus egera di di
netralisir jika diabaikan begitu saja akan mencelakakan banyak orang bahkan
seisi kampung akan terkena getahnya. Contohnya
apabila perkawinan sala hurui atau salah silsilah ,seorang anak menikah dengan
adik kandung ayahnya maka keduanya akan mendapatkan hukuman. Perbuatan salah
itu harus segera di benarkan dengan upacara pakanan tambun tulah.
Pada
saat upacara berlangsung cerita awalnya diuraikan. maksudnya agar yang hadir
tahi dan tidak ikut melakukan kesalahan dan mematuhi aturan dari ranying
hatalla. Salam upacara kedua orang yang melanggar dianggap seperti binatang,
kerena itu sebagai hukumannya mereka harus makan berkaki empat seperti babi.
Itu berati mereka harus makan sambil merangkak di tanah. Saat keduanya jadi
bahan tontonan, karena disaksikan oleh banyak orang. Rasa malu harus ditanggung
demi menetralisir kesalahan yang terlanjur telah dilakukan. Mau tidak mau
upacara tambun tulah harus di lakukan agar dosa mereka diampuni. Demikian pula
anak keturunannya terbebas dari sebutan tulah sahu.
Sejarah perkembangan kaharingan
kaharinga
telah ada sejak awal manusia pertama diturunkan dari langit dengan palangka
bulau (tempat sajen yang terbuat dari sajen) oelh raying hatalla. Keyakinan itu
telah terukir dengan kuat, dalam bercocok tanam, membangun rumah, mengalami
musibah, selalu mereka kembali kepada aturan yang ada.
Mengapa
mereka begitu kuat memegang teguh keyakinan tersebut. Karena mereka mengalami
langsung proses pendampingan raying hatalla dalam segala kegiatan di hidup
mereka. Melalui para roh baik dalam bentuk makhluk halus yang tidak terlihat
mata.
Ritual
adat dalam bentuk upacara, sejak zaman dahulu memang telah dilaksanakan. Hal
ini terbukti dengan banyak nya temuan sandung atau temoat meyimpan tulang
setelah pelaksanaan upacara tiwah. sandung terbuat dari tabalien/kayu ulin/kayu
besi yang tidak rapuh dimakan waktu. Semakin kokoh kuat bagaikan besi dari
zaman ke zaman.
Masa penjajahan
Pada
masa ini perkembangan kaharingan banyak mengalami tekanan dan hambatan.
Kehadiran penjajah menimbulkan luka batin yang mendalam bagi penduduk pribumi.
Hingga saat ini dampaknya mash terasa bagi orang-orang dayak.
Para
penjajah dengan lantang menyatakan bahwa agama helu atau kaharingan adalah
kafir, agama heiden, menyembah berhala, serta bermacam cemohan lainnya. Menurut
para penjajah cara mereka menyembah tuhan sangat salah dan tidak masuk akal.
Dan menurut penjajah yang benar adalah apa yang mereka sembah. Walaupun begitu
penjajah masih memperbolehkan masyarakat setempat untuk melakukan upacara adat.
walaupun dalam keadaan tertekan agama kaharingan masih tetap bertahan.
Upacara-upacara
yang wajib dilaksanakan dalam kaharingan.
Nahanun yaitu
upacara pemberian nama atau pembabtisan.
Perkawinan
melalui 3 prose yaitu hakumbang auh atau meminang, hisek atau pertunangan,
pernikahan atau perkawinan. Hak, kewajiban dan tanggung jawab perkawinan,
termuat dalam pelek rujin perkawinan yang artinya pedoman dasar perkawinan.
Untuk mengantar roh orang
meninggal tersebut ke dunia akhirat maka masyarakat dayak perlu melakukan
serangkaian upacara kematian. Pada masyarakat Dayak Ngaju, upacara kematian ini
disebut tiwah dan pada masyarakat Dayak Ma’anyan dinamai ijambe, serta wara
atau mabatur bagi masyarakat Dayak Lawangan.
Jika orang dayak meninggal
dunia, maka jenazah dimasukkan kedalam peti mati yang oleh masyarakat Dayak
Ngaju disebut Raung, Dayak Ma’anyan menyebut tabela. Raung atau tabela ini
berbentuk perahu sebagai simbol perjalanan roh dan diberi hiasan burung enggang
(hornbill) sebagai simbol dunia atas. Tutup dan badan raung disatukan setelah
jenazah dimasukkan lalu diikat dengan tali rotan yang dianyam yang disebut
saluang. Ketika jenazah dimasukkan di dalam raung, beberapa benda kesayangan si
arwah semasa hidupnya juga diikut sertakan bersamanya sebagai bekal kubur.
Raung berisi jenazah dan bekal kubur tersebut ditanam di dalam tanah. Tetapi
kuburan tersebut sementara sifatnya, sebab yang terpenting adalah upacara
pelepasan roh yang oleh masing-masing etnik masyarakat dayak berdeda-beda
penyebutannya. Baik upacara kematian Tiwah, Ijambe dan upacara Wara atau
mabatur, merupakan upacara penguburan sekunder dengan pengambilan tulang-tulang
untuk dipindahkan ke kuburan permanen. Di atas kuburan permanen itulah
didirikan bangunan yang disebut pambak, Sando. untuk masyarakat Dayak Ngaju,
tambak untuk Dayak Ma’anyan, Kriring untuk dayak Lawangan, dll
Upacara kematian baik
tiwah, Ijambe dan upacara Wara atau mabatur, merupakan upacara yang bertujuan
mengantarkan arwah ke dunia baka, dan merupakan puncak serta akhir dalam
rangkaian upacara kematian orang-orang kaharingan. Upacara ini diselenggarakan
biasanya selang setahun sampai dengan beberapa tahun setelah seseorang
meninggal, tergantung dari kesiapan keluarga yang ditinggalkan dalam
menyelenggarakan upacara. Upacara kematian ini dimaksudkan untuk menjaga
keseimbangan kosmos yang diharapkan dapat memberikan keselamatan baik kepada
roh si mati maupun terhadap manusia yang ditinggalkan.
Sebagaimana telah
diuraikan di depan, bahwa upacara kematian dilakukan sejalan dengan sistem
kepercayaan yang dianut dan sistem kepercayaan tersebut adalah bagian dari
kebudayaan masyarakat Dayak . Jadi upacara dilaksanakan sesuai dengan
pedoman-pedoman yang berlaku yang ada dalam kebudayaannya. Sedangkan untuk
mengatur pelaksanaan upacara tersebut telah ada pranata-pranata khusus sehingga
upacara dapat berjalan tertib dan teratur. Pekerjaan mengumpulkan tulang-tulang
dan kemudian menempatkan ke dalam sandong telah memiliki aturan-aturan khusus
yang telah berlaku secara turun temurun. Hal ini dapat kita lihat pada waktu
orang-orang mengumpulkan sisa-sisa jenasah dengan urut-urutan sebagai berikut:
mula-mula yang diambil adalah bagian kepala, menyusul bagian leher, badan dan
seterusnya hingga ke ujung jari-jari kaki, kemudian dibungkus dan dimasukkan ke
dalam wadah berupa peti kecil yang telah dipersiapkan sebelumnya. Hal ini
sesuai dengan kepercayaan bahwa roh nenek moyang selalu mempunyai hubungan
dengan orang-orang yang masih hidup di terutama dengan sanak cucunya. Secara
singkat makna religius dari upacara kematian adalah membangkitkan arwah untuk
disucikan sekaligus diantarkan keduanianya.
Konsep kematian berbagai
etnik masyarakat Dayak di pedalaman Kalimantan tersebut di atas, bersumber dari
kepercayaan kaharingan yang menekankan bahwa terdapat kehidupan setelah
kematian. Konsep kepercayaan seperti itu sama dengan kepercayaan masyarakat
prasejarah khususnya masyarakat megalitik yang didasari pandangan adanya
hubungan antara yang hidup dengan yang mati, khususnya kepercayaan akan adanya
pengaruh kuat dari roh manusia yang telah mati terhadap kesejahteraan
masyarakat. Dalam pelaksanaan upacara kematian seprti misalnya upacara tiwah
konsepsi kepercayaan prasejarah masih kuat sekali sebagaimana tercermin dalam
bentuk-bentuk budaya materi yang sarat akan simbol-simbol kepercayaan terhadap
roh leluhur. Hasil budaya materi tersebut di samping berupa sandong dan rarung
yang dulu sengaja dibentuk menyerupai perahu simbol perjalanan roh, juga
terdapat pada sapundu sebagai pengikat hewan korban kerbau dalam upacara tiwah.
Tahap-tahap
nya dalam pelaksanaan menguburan
Kematian
melalui 3 tahap yaitu : penguburan menyerahkan arwah yang meninggal kepada raja
entai nyahu yang tugasnya sebgai penjaga kuburan. Tantulak matei untuk
menjauhkan keluarga dari arwah yang meninggal dari segala bentuk kesialan dan
kematian.
Upacara tiwah
atau ijambe atau wara atau nyorat. Arwah diantar ke lewu liau atau surga
dipandu oleh rawing tempun telun.
Balian berupa
permohonan-permohonan manusia kepada ranying hatalla, disampaikan dengan
perantara roh baik yang telah menerima tugas dari raying hatalla
untungmenganyomi manusia. Macam-macam balian :
Balian tantulak
yaitu menolaj bala dan tanda-tanda buruk.
balian tiwah
yaitu pada saat dilaksanakan upacara tiwah.
Balian manyaki
yaitu upacara pensucian atau sakralisasi.
Balian mambubul
yaitu mohon panjang umur.
Balian
mampandui yaitu upacara pembabtisan.
Balian balaku
untung yaitu mohon rezeki
Balian mungkal
untung yaitu menyempurnakan rezeki.
Balian balaku
tuntung puser yaitu mohon kesempurnaan hidup.
Balian mambang
karuhei yaitu mohon hikmat.
Balian
manyanggar yaitu membersihkan lingkungan dari roh jahat.
Kaharingan
merupakan suatu aliran kepercayaan ataupun aliran kebatinan, namun kaharingan
adalah suatu kebenaran yang telah diwariskan oleh para nenek moyang. Demikian
kaharingan adalah satu-satunya kebenaran yang harus mereka pegang dan pelihara.
Kaharingan adalah agama yang tidak lain adalah persoalan hidup matinya suku.
Dan
pemerintah menyamakan agama kaharingan sema dengan agama hindu dharma padahal
banyak sekali berbedaan walaupun banyak pula persamaannya. Namu yang jelas
bahwa banyak suku dayak pedalaman yang menganut agama kaharingan bukan agama
islam, kristen atau pun hindu. Mereka meyakini agama kaharinganlah agama yang
harusnya mereka anut karena agama itu berasal dari ajaran nenek moyang mereka
yang terdahulu.
Koentjaranigrat.
1990. Pengantar Ilmu Antropologi. Rineka Cipta, Jakarta.