Sistem teknologi suku bangsa dayak
Perumahan penduduk
Rumah asli suku dayak di kalimantan timur di sebut lamin
dan terbagi dalam tiga bentuk yaitu : bentuk kenyah dan bahau, bentuk longlat,
bentuk enggalan.
bentuk rumah kenyanh dan
bahau banyak di hulu sungai mahakam, berau, apokayan, pojongan dan lepumaut.
serambi muka panjang disebut awa, untuk dapat naik ke
Serambi harus melalui tangga yang di sebut hejan, terbuat dari
kayu bulat. Tidak ada jendela adanya lubang di atap yang bisa dituttup dan bila
siang dibua. Tidak ada pula dapur hanya ada tunggu api. Rumah bentuk longlat
ditemukan sepanjang sungai Kayan di sekitar kampung longlat. Ada nya awa yang
letaknya di bawah ruang tidur manfaatnya untuk tempat bermusyawarah. Tangga
untuk menghubungkan awa dan lamin denga bentuk longlat yang tebuat dari kayu
yang kokoh. Rumah bentuk tenggalan ada di tanah Tidung sering disebut dari
bahan yang tidak tahan lama. Ada rumag musyawarah yang di sebut solek, Rumah
suku dayak leboyan Kalimantan barat bangunan rumahnya tinggi sampai enam meter
dari tanah. Semua tiang rumah terbuat dari kayu ulin, lantai terbuat dari
papan. Dinding terbuat dari papan dan anyaman bambu, atap terbuat dari sirap
atau kulit pohon. Sebagai pintu adalah lubang-lubang besar di lantai dan tangganya
terbuat dari batang kayu ulin. ada rumah besar ada rumah kecil dan lebih rendah
ringginya sekitar dua sampai tiga meter dari tanah. Namanya Jurang. Gunanya
untuk menjemur, menumbuk padi, dan menyimpan kayu bakar. tradisi di masal lalu
jika ingin membangun rumah dilaksanakan bersama-sama oleh seluruh keluarga.
Biasa membangun di pinggir sungai dengan ukuran besar dan panjai mencapai 30
meter dan bertiang tinggi anatara tingga sampai empat meter dari tanah. Di
bangun tinggi untuk menghindari banjir, menghindari musuh, menghindari binatang
buas dan karena tuntutan adat. Lantai terbuat dari kayu, berdinding kayu bahkan
kadang dinding terbuat dari kulit kayu. Atap dari sirap. Kayu yang di pilih
untuk membangun rumah ialah kayu ulin selain anti rayap kayu ulin juga berdaya
tahan sangat tinggi mampu bertahan beratus tahun. penghuni satu rumah bisa
mencapai 100 sampai 200 jiwa. Disebut rumah suku karena di dalamnya di huni
oleh 1 keluarga besar dipimpin oleh seorang Bakas Lewu atau seorang Kepala
Suku. Setiap keluarga mempunyai kamar sendiri berbentuk runag berpetak-petak
dan dapur sendiri. Di halaman depan rumah Betang biasanya disediakan Balai atau
Pasangrahan tempat menerima tamu ataupun ruang pertemuan. ukuran rumah sangat
besar namun pintu dan tangga hanya tersedia satu buah saja dan terletak
dibagian depan rumah sangat besar namun pintu dan tangga hanya tersedia satu
buah saja dan terletak dibagian depan rumah. Tangga tersebut dinamakan hejan
atau hejot. Dibagian belakang rumah ada balai yang di sebut kerangking atau
jorong atau tukau yang digunakan untuk untuk menyimpan alat-alat bertani atau
berladang juga untuk menyimpan halu atau lisung. Di halaman depan rumah betang
ada sapundu yaitu patung berukuran tinggi yang berfungsi untuk tiang pengikat
binatang yang akan dikorbankan pada saat upacara adat. Kadang petahu atau
pangantoho yaitu rumah kecil yang berfungsi sebagai rumah pemujaan ditemukan
sandung yaitu tempat menyimpan tulang-tulang kerabat mereka yang telah
meninggal dan telah mengalami proses upacara tiwah. Anjing adalah pendamping
setia yang selalu berpihak kepada mereka ketika berada di hutan untuk berburu,
kadang memelihara kucing dan burung-burung. Jenis burung sarindit, talisok dan
tiung (Beo). perlengkapan rumah tangga adalah tikar, bantal, selimut yang
terbuat dari tenun dan klit kayu yang di namakan manantang. Benda sakral adalah
guci seperti balanga, tempayan, tajau, butiran emas yang didulang sendiri,
gong, piring, malawen, tanduk rusa sebagai perhiasan dinding.
Lanting adalah rumah yang dibangun mengapung di atas air.
Alat transportasi disungai tanpa mesin yaitu perahu yang terbuat dari batang
pohon yang dikerok dibagian tengah. Rangkan juga terbuat dari kayu bulat yang
dikerok di bagian tengah manun pada dua sisi dibuat serupu dan direkat dengan
alat perekat khusus dari getah kayu dan tahan air. Besei alat untuk mendayung
perahu yang terbuat dari kayu ulin. Jukung adalah perahu yang terbuat dari
kayu.jenis perahu gondol, penes,rangkan, jukung pantai, tambangan, jukung
sarupih, getek, lasang, banama, pangkoh, dan rakit. Di darat dengan jalan kaki
untuk menembus rimba belantara. Peralatan perang seperti mandau adalah salah
satu senjata suku dayak yang merupapusaka turun temurun dan dianggap sebagai
barang keramat. Mandau di yakini memiliki kekuatan spiritual melindungi dari
serangan orang yang ingin bermaksud jahat. Mandau terbuat dari besi batu gunung
dan diukur, diukir menggunakan tanduk rusa untuk warna putih dan tanduk kerbau
untuk warna hitam. Dibagian ujung pulang mandau diberi bulu binatang atau
rambut manusia. Direkatkan dengan getah kayu sambun. Kumpang mandau adalah
sarung mandau. Dibuat dari batamg pohon kayu bawang. Bagian ujung kumpang
mandau tempat masuknya mata mandau dilapisi tanduk rusa. Ukiran yang populer
digunakan pada kupang mandau adalag ukiran rambunan tambun. Peralatan rumah
tangga seperti batu asa untuk mengasa pisau, belati. Penyaok labo untuk membawa
atau menyimpan air, sangkalan sejenis cobek, sasapu atau sapu,
Tajau
atau balanga, bagi suku Dayak termasuk barang yang bernilai sakral. Untuk
mengamati, memahami, dan mengetahui asal usul, perkiraan tahun pembuatan dan
kualitas bahan pembuatan, dibutuhkan pengamatan yang sangat cermat untuk
membedakannya, antara lain dengan mengamati lukisan yang ada pada tajau atau
balanga tersebut. Tajau atau balanga ada dua macam yaitu laki dan perempuan.
Asal Usul Balanga
Menurut keyakinan suku Dayak, balanga berasal dari Ranying Hatalla. Dan dibuat dari campuran tanah untung panjang yang dicampur emas. balanga, dibuat sendiri oleh Ranying Hatalla. Dalam proses pembuatan dibantu oleh Lalang Rangkang Haramaung Ampit Putung Jambangan Nyahu, Setelah penciptaan, dan manusia telah diturunkan ke bumi dari langit ke tujuh, balanga pun diturunkan ke bumi, dan diserahkan kepada Ratu Campa. Pada saat halilintar menggelegar, Ratu Campa menyembunyikan balanga-balanga tersebut ke dalam sebuah gua besar yang terbuat dari batu di gunung dan dijaga ketat.
Ratu Campa menikah dengan Putir Unak Manjang, yaitu puteri dari Majapahit, dan melahirkan seorang putera yang diberi nama Raden Tunjung. Suatu saat, Ratu Campa berkeinginan pulang ke langit. Sebelum berangkat ia berpesan kepada puteranya, bahwa ia telah menyembunyikan barang berharga, dan tempat di mana barang-barang tersebut disembunyikan juga dikatakannya. Namun puteranya tidak peduli dan tidak mau tahu.
Pada suatu hari, petir, kilat, sambar menyambar, dan balanga-balanga yang telah disembunyikan di dalam gua tercerai berai. Ada yang masuk ke dalam laut, ada yang menjelma menjadi kijang. Senjata-senjata, menjelma menjadi ular, dan gong menjelma menjadi kura-kura. Lama-kelamaan, barang-barang tersebut ditiru oleh bangsa Cina dan dibawa ke negerinya.
Atas keyakinan tersebut, balanga atau tajau, mempunyai arti khusus bagi suku Dayak. Memiliki banyak koleksi balanga, mampu meningkatkan status sosial seseorang, bahkan masyarakat sekampung akan menyeganinya. Orang Dayak juga meyakini bahwa balanga mempunyai roh yang bertempat tinggal di langit ke enam. Itulah sebabnya pada telinga balanga, sering digantungkan sesajen. Apabila ada balanga yang pecah, upacara adat diadakan, agar roh balanga tidak marah.
Menurut Prof. HM. Yamin SH, dalam bukunya Tata Negara Majapahit jilid 1, dikatakan bahwa tidak sedikit barang-barang yang berasal dari Tiongkok, ditemukan di Indonesia. Pendapat ini sesuai dengan pendapat Van Orsey Flines, seorang ahli keramik.
Jenis-Jenis Tajau atau Balanga
Balanga Lagie
Warna, merah, kuning. Mempunyai enam sampai delapan telinga. Tinggi balanga empat sampai lima jengkal. Untuk balanga yang mempunyai telinga antara tujuh sampai delapan, harganya lebih mahal. Apabila pada bagian telinga tajau atau balanga tersebut, nampak ada bekas jari yang sangat jelas, maka tajau atau balanga tersebut laki-laki. Akan tetapi apabila bekas jari yang nampak tidak begitu jelas, maka balanga tersebut perempuan. Apabila pada bagian telinga bergigi, dan lukisan yang ada tidak begitu terang, maka harga balanga tersebut tidak mahal. Balanga yang menunjukkan kelakian yang tulen, apabila di bagian pinggir mulut balanga, ditemukan garis.
Sebangkang
Balanga jenis ini berwarna kemerah-merahan. Mempunyai enam buah telinga ukuran besar, hingga pada bengkokannya dapat digunakan untuk menggantung parang. Tingginya empat sampai lima jengkal dan bermulut besar.
Lakian dan Brahan
Balanga jenis ini, telinganya lebar, antara satu setengah sampai dua jari. Namun apabila dibandingkan dengan telinga Brahan, ukuran telinga lakian, agak lebih kecil sedikit. Biasanya ditemukan lukisan naga yang lebarnya antara dua sampai tiga jari. Brahan dan Lakian, bentuknya hampir sama, perbedaan hanya pada lukisan naga saja. Patokan untuk membedakan Brahan dan Lakian adalah : Brahan bersisik, telinganya berbentuk bundar dan ukuran telinga hanya satu inci saja, dan ada lubang-lubang. Apabila dalam lukisan naga terlihat jelas ada mata dan hidung, menunjukkan bahwa Brahan tersebut tidak palsu. Brahan yang paling baik, apabila sisik yang ada berjauhan letaknya dan terlihat bahwa naga hendak mengambil buah yang tergantung disitu.
Balanga Berikit
Disebut berikit, karena dari sebelah bawah sampai leher balanga, di bagian sebelah menyebelah, menyerupai belahan rotan.
Balanga Rantungan
Ialah balanga yang belahan rotannya bersusun dua, dan dibagian leher sebelah atas, ujungnya sedikit bengkok keluar, menyerupai bundaran.
Balanga Tamun
Tidak berikit
Balanga Rimpah
Tidak berikit
Balanga Tingang
Ada lukisan berbentuk burung tingang, harganya murah, tinggi dua setengah sampai tiga setengah jengkal, keliling lima sampai tujuh jengkal .
Balanga Bingkon
Tinggi dua setengah sampai tiga setengah jengkal, keliling lima sampai tujuh jengkal.
Balanga Bako
Tinggi dua setengah sampai tiga setengah jengkal, keliling lima sampai tujuh jengkal.
Balanga Kemis
Tinggi dua setengah sampai tiga setengah jengkal, keliling lima sampai tujuh jengkal.
Rawie
Rawie, berwarna kemerah-merahan, mempunyai enam buah telinga. Tingginya empat sampai lima jengkal, tidak ada lukisan.
Merajang
Berwarna kuning muda, terkadang ada pula yang berwarna agak kemerah-merahan. Mempunyai enam buah telinga, dengan tinggi empat sampai lima jengkal, tidak ada lukisan gambar.
Tajau Macan
Telinga kecil, tetapi tidak berlubang. Bibir sedikit turun ke bawah. Tajau jenis ini banyak macamnya, ada pula yang termasuk jenis terbaik dan hampir menyerupai Brahan.
Jenis Balanga lainnya
Balanga lagi, Perempuan laki, Balanga Haramaung, Perempuan Halamaung, Laki Prahan, Laki Rentilan, Parampuwan Rentian, Sabangkang, Prahan atau Brahan, Balanga atau Tarahan, Rawie, Marajang, Tajau, Sahuri, Potok, Kalata, Basir, Rumos.
Asal Usul Balanga
Menurut keyakinan suku Dayak, balanga berasal dari Ranying Hatalla. Dan dibuat dari campuran tanah untung panjang yang dicampur emas. balanga, dibuat sendiri oleh Ranying Hatalla. Dalam proses pembuatan dibantu oleh Lalang Rangkang Haramaung Ampit Putung Jambangan Nyahu, Setelah penciptaan, dan manusia telah diturunkan ke bumi dari langit ke tujuh, balanga pun diturunkan ke bumi, dan diserahkan kepada Ratu Campa. Pada saat halilintar menggelegar, Ratu Campa menyembunyikan balanga-balanga tersebut ke dalam sebuah gua besar yang terbuat dari batu di gunung dan dijaga ketat.
Ratu Campa menikah dengan Putir Unak Manjang, yaitu puteri dari Majapahit, dan melahirkan seorang putera yang diberi nama Raden Tunjung. Suatu saat, Ratu Campa berkeinginan pulang ke langit. Sebelum berangkat ia berpesan kepada puteranya, bahwa ia telah menyembunyikan barang berharga, dan tempat di mana barang-barang tersebut disembunyikan juga dikatakannya. Namun puteranya tidak peduli dan tidak mau tahu.
Pada suatu hari, petir, kilat, sambar menyambar, dan balanga-balanga yang telah disembunyikan di dalam gua tercerai berai. Ada yang masuk ke dalam laut, ada yang menjelma menjadi kijang. Senjata-senjata, menjelma menjadi ular, dan gong menjelma menjadi kura-kura. Lama-kelamaan, barang-barang tersebut ditiru oleh bangsa Cina dan dibawa ke negerinya.
Atas keyakinan tersebut, balanga atau tajau, mempunyai arti khusus bagi suku Dayak. Memiliki banyak koleksi balanga, mampu meningkatkan status sosial seseorang, bahkan masyarakat sekampung akan menyeganinya. Orang Dayak juga meyakini bahwa balanga mempunyai roh yang bertempat tinggal di langit ke enam. Itulah sebabnya pada telinga balanga, sering digantungkan sesajen. Apabila ada balanga yang pecah, upacara adat diadakan, agar roh balanga tidak marah.
Menurut Prof. HM. Yamin SH, dalam bukunya Tata Negara Majapahit jilid 1, dikatakan bahwa tidak sedikit barang-barang yang berasal dari Tiongkok, ditemukan di Indonesia. Pendapat ini sesuai dengan pendapat Van Orsey Flines, seorang ahli keramik.
Jenis-Jenis Tajau atau Balanga
Balanga Lagie
Warna, merah, kuning. Mempunyai enam sampai delapan telinga. Tinggi balanga empat sampai lima jengkal. Untuk balanga yang mempunyai telinga antara tujuh sampai delapan, harganya lebih mahal. Apabila pada bagian telinga tajau atau balanga tersebut, nampak ada bekas jari yang sangat jelas, maka tajau atau balanga tersebut laki-laki. Akan tetapi apabila bekas jari yang nampak tidak begitu jelas, maka balanga tersebut perempuan. Apabila pada bagian telinga bergigi, dan lukisan yang ada tidak begitu terang, maka harga balanga tersebut tidak mahal. Balanga yang menunjukkan kelakian yang tulen, apabila di bagian pinggir mulut balanga, ditemukan garis.
Sebangkang
Balanga jenis ini berwarna kemerah-merahan. Mempunyai enam buah telinga ukuran besar, hingga pada bengkokannya dapat digunakan untuk menggantung parang. Tingginya empat sampai lima jengkal dan bermulut besar.
Lakian dan Brahan
Balanga jenis ini, telinganya lebar, antara satu setengah sampai dua jari. Namun apabila dibandingkan dengan telinga Brahan, ukuran telinga lakian, agak lebih kecil sedikit. Biasanya ditemukan lukisan naga yang lebarnya antara dua sampai tiga jari. Brahan dan Lakian, bentuknya hampir sama, perbedaan hanya pada lukisan naga saja. Patokan untuk membedakan Brahan dan Lakian adalah : Brahan bersisik, telinganya berbentuk bundar dan ukuran telinga hanya satu inci saja, dan ada lubang-lubang. Apabila dalam lukisan naga terlihat jelas ada mata dan hidung, menunjukkan bahwa Brahan tersebut tidak palsu. Brahan yang paling baik, apabila sisik yang ada berjauhan letaknya dan terlihat bahwa naga hendak mengambil buah yang tergantung disitu.
Balanga Berikit
Disebut berikit, karena dari sebelah bawah sampai leher balanga, di bagian sebelah menyebelah, menyerupai belahan rotan.
Balanga Rantungan
Ialah balanga yang belahan rotannya bersusun dua, dan dibagian leher sebelah atas, ujungnya sedikit bengkok keluar, menyerupai bundaran.
Balanga Tamun
Tidak berikit
Balanga Rimpah
Tidak berikit
Balanga Tingang
Ada lukisan berbentuk burung tingang, harganya murah, tinggi dua setengah sampai tiga setengah jengkal, keliling lima sampai tujuh jengkal .
Balanga Bingkon
Tinggi dua setengah sampai tiga setengah jengkal, keliling lima sampai tujuh jengkal.
Balanga Bako
Tinggi dua setengah sampai tiga setengah jengkal, keliling lima sampai tujuh jengkal.
Balanga Kemis
Tinggi dua setengah sampai tiga setengah jengkal, keliling lima sampai tujuh jengkal.
Rawie
Rawie, berwarna kemerah-merahan, mempunyai enam buah telinga. Tingginya empat sampai lima jengkal, tidak ada lukisan.
Merajang
Berwarna kuning muda, terkadang ada pula yang berwarna agak kemerah-merahan. Mempunyai enam buah telinga, dengan tinggi empat sampai lima jengkal, tidak ada lukisan gambar.
Tajau Macan
Telinga kecil, tetapi tidak berlubang. Bibir sedikit turun ke bawah. Tajau jenis ini banyak macamnya, ada pula yang termasuk jenis terbaik dan hampir menyerupai Brahan.
Jenis Balanga lainnya
Balanga lagi, Perempuan laki, Balanga Haramaung, Perempuan Halamaung, Laki Prahan, Laki Rentilan, Parampuwan Rentian, Sabangkang, Prahan atau Brahan, Balanga atau Tarahan, Rawie, Marajang, Tajau, Sahuri, Potok, Kalata, Basir, Rumos.
Pakaian dan selimut dibuat dari kulit kayu siren atau kayu
nyamun. Pada zaman dahulu orang dayak ada yang menggunakan pakaian dari kulit
hewan seperti mcan dahan lengkap dengan ekornya. hal ini yang menyebabkan pada
masa lalu muncul anggapan bahwa orang dayak memiliki ekor. Baju kalambi baruan
rakawan jenis pakaian yang dipakai saat upacara adat khusus pada saat upacara
tiwah. Kerajinan tangan seperti tanggoi penutup kepala berukuran lebar. Amak
adalah tikae sebagai alas duduk atau pun alas tidur. Yang terbuat dar anyaman
rotan yang bermotif. Kasai atau bedak dingin untuk merawat kulit. Bulu burung
sebagai asesoris. Masakan dayak bari atau nasi, bari bahenda atau nasi
kuning,pulut atau ketan, dan wadai ayau kue basah.
Florus, P, Djuweng, S., Bamba, J., Andas
Putra, N. (ed.). 1994. Kebudayan Dayak: Aktualisasi dan Transportasi. LP3S –
Gramedia Widiasarana Indonesia, Jakarta.
Ihromi, T, O. (ed.). 1996. Pokok-Pokok
Antropologi Budaya. Yayasan Obor. Indonesia, Jakarta.