Bab 6 sistem teknologi


Sistem teknologi suku bangsa dayak

Perumahan penduduk

Rumah asli suku dayak di kalimantan timur di sebut lamin dan terbagi dalam tiga bentuk yaitu : bentuk kenyah dan bahau, bentuk longlat, bentuk enggalan.
 bentuk rumah kenyanh dan bahau banyak di hulu sungai mahakam, berau, apokayan, pojongan dan lepumaut. serambi muka panjang disebut awa, untuk dapat naik ke
Serambi harus melalui tangga yang di sebut hejan, terbuat dari kayu bulat. Tidak ada jendela adanya lubang di atap yang bisa dituttup dan bila siang dibua. Tidak ada pula dapur hanya ada tunggu api. Rumah bentuk longlat ditemukan sepanjang sungai Kayan di sekitar kampung longlat. Ada nya awa yang letaknya di bawah ruang tidur manfaatnya untuk tempat bermusyawarah. Tangga untuk menghubungkan awa dan lamin denga bentuk longlat yang tebuat dari kayu yang kokoh. Rumah bentuk tenggalan ada di tanah Tidung sering disebut dari bahan yang tidak tahan lama. Ada rumag musyawarah yang di sebut solek, Rumah suku dayak leboyan Kalimantan barat bangunan rumahnya tinggi sampai enam meter dari tanah. Semua tiang rumah terbuat dari kayu ulin, lantai terbuat dari papan. Dinding terbuat dari papan dan anyaman bambu, atap terbuat dari sirap atau kulit pohon. Sebagai pintu adalah lubang-lubang besar di lantai dan tangganya terbuat dari batang kayu ulin. ada rumah besar ada rumah kecil dan lebih rendah ringginya sekitar dua sampai tiga meter dari tanah. Namanya Jurang. Gunanya untuk menjemur, menumbuk padi, dan menyimpan kayu bakar. tradisi di masal lalu jika ingin membangun rumah dilaksanakan bersama-sama oleh seluruh keluarga. Biasa membangun di pinggir sungai dengan ukuran besar dan panjai mencapai 30 meter dan bertiang tinggi anatara tingga sampai empat meter dari tanah. Di bangun tinggi untuk menghindari banjir, menghindari musuh, menghindari binatang buas dan karena tuntutan adat. Lantai terbuat dari kayu, berdinding kayu bahkan kadang dinding terbuat dari kulit kayu. Atap dari sirap. Kayu yang di pilih untuk membangun rumah ialah kayu ulin selain anti rayap kayu ulin juga berdaya tahan sangat tinggi mampu bertahan beratus tahun. penghuni satu rumah bisa mencapai 100 sampai 200 jiwa. Disebut rumah suku karena di dalamnya di huni oleh 1 keluarga besar dipimpin oleh seorang Bakas Lewu atau seorang Kepala Suku. Setiap keluarga mempunyai kamar sendiri berbentuk runag berpetak-petak dan dapur sendiri. Di halaman depan rumah Betang biasanya disediakan Balai atau Pasangrahan tempat menerima tamu ataupun ruang pertemuan. ukuran rumah sangat besar namun pintu dan tangga hanya tersedia satu buah saja dan terletak dibagian depan rumah sangat besar namun pintu dan tangga hanya tersedia satu buah saja dan terletak dibagian depan rumah. Tangga tersebut dinamakan hejan atau hejot. Dibagian belakang rumah ada balai yang di sebut kerangking atau jorong atau tukau yang digunakan untuk untuk menyimpan alat-alat bertani atau berladang juga untuk menyimpan halu atau lisung. Di halaman depan rumah betang ada sapundu yaitu patung berukuran tinggi yang berfungsi untuk tiang pengikat binatang yang akan dikorbankan pada saat upacara adat. Kadang petahu atau pangantoho yaitu rumah kecil yang berfungsi sebagai rumah pemujaan ditemukan sandung yaitu tempat menyimpan tulang-tulang kerabat mereka yang telah meninggal dan telah mengalami proses upacara tiwah. Anjing adalah pendamping setia yang selalu berpihak kepada mereka ketika berada di hutan untuk berburu, kadang memelihara kucing dan burung-burung. Jenis burung sarindit, talisok dan tiung (Beo). perlengkapan rumah tangga adalah tikar, bantal, selimut yang terbuat dari tenun dan klit kayu yang di namakan manantang. Benda sakral adalah guci seperti balanga, tempayan, tajau, butiran emas yang didulang sendiri, gong, piring, malawen, tanduk rusa sebagai perhiasan dinding.

Lanting adalah rumah yang dibangun mengapung di atas air. Alat transportasi disungai tanpa mesin yaitu perahu yang terbuat dari batang pohon yang dikerok dibagian tengah. Rangkan juga terbuat dari kayu bulat yang dikerok di bagian tengah manun pada dua sisi dibuat serupu dan direkat dengan alat perekat khusus dari getah kayu dan tahan air. Besei alat untuk mendayung perahu yang terbuat dari kayu ulin. Jukung adalah perahu yang terbuat dari kayu.jenis perahu gondol, penes,rangkan, jukung pantai, tambangan, jukung sarupih, getek, lasang, banama, pangkoh, dan rakit. Di darat dengan jalan kaki untuk menembus rimba belantara. Peralatan perang seperti mandau adalah salah satu senjata suku dayak yang merupapusaka turun temurun dan dianggap sebagai barang keramat. Mandau di yakini memiliki kekuatan spiritual melindungi dari serangan orang yang ingin bermaksud jahat. Mandau terbuat dari besi batu gunung dan diukur, diukir menggunakan tanduk rusa untuk warna putih dan tanduk kerbau untuk warna hitam. Dibagian ujung pulang mandau diberi bulu binatang atau rambut manusia. Direkatkan dengan getah kayu sambun. Kumpang mandau adalah sarung mandau. Dibuat dari batamg pohon kayu bawang. Bagian ujung kumpang mandau tempat masuknya mata mandau dilapisi tanduk rusa. Ukiran yang populer digunakan pada kupang mandau adalag ukiran rambunan tambun. Peralatan rumah tangga seperti batu asa untuk mengasa pisau, belati. Penyaok labo untuk membawa atau menyimpan air, sangkalan sejenis cobek, sasapu atau sapu,
Tajau atau balanga, bagi suku Dayak termasuk barang yang bernilai sakral. Untuk mengamati, memahami, dan mengetahui asal usul, perkiraan tahun pembuatan dan kualitas bahan pembuatan, dibutuhkan pengamatan yang sangat cermat untuk membedakannya, antara lain dengan mengamati lukisan yang ada pada tajau atau balanga tersebut. Tajau atau balanga ada dua macam yaitu laki dan perempuan.

Asal Usul Balanga
Menurut keyakinan suku Dayak, balanga berasal dari Ranying Hatalla.  Dan dibuat dari campuran tanah untung panjang yang dicampur emas. balanga, dibuat sendiri oleh Ranying Hatalla. Dalam proses pembuatan dibantu oleh Lalang Rangkang Haramaung Ampit Putung Jambangan Nyahu, Setelah penciptaan, dan manusia telah diturunkan ke bumi dari langit ke tujuh, balanga pun diturunkan ke bumi, dan diserahkan kepada Ratu Campa. Pada saat halilintar menggelegar, Ratu Campa menyembunyikan balanga-balanga tersebut ke dalam sebuah gua besar yang terbuat dari batu di gunung dan dijaga ketat.
Ratu Campa menikah dengan Putir Unak Manjang, yaitu puteri dari Majapahit, dan melahirkan seorang putera yang diberi nama Raden Tunjung. Suatu saat, Ratu Campa berkeinginan pulang ke langit. Sebelum berangkat ia berpesan kepada puteranya, bahwa ia telah menyembunyikan barang berharga, dan tempat di mana barang-barang tersebut disembunyikan juga dikatakannya. Namun puteranya tidak peduli dan tidak mau tahu.
Pada suatu hari, petir, kilat, sambar menyambar, dan balanga-balanga yang telah disembunyikan di dalam gua tercerai berai. Ada yang masuk ke dalam laut, ada yang menjelma menjadi kijang. Senjata-senjata, menjelma menjadi ular, dan gong menjelma menjadi kura-kura. Lama-kelamaan, barang-barang tersebut ditiru oleh bangsa Cina dan dibawa ke negerinya.
Atas keyakinan tersebut, balanga atau tajau, mempunyai arti khusus bagi suku Dayak. Memiliki banyak koleksi balanga, mampu meningkatkan status sosial seseorang, bahkan masyarakat sekampung akan menyeganinya. Orang Dayak juga meyakini bahwa balanga mempunyai roh yang bertempat tinggal di langit ke enam. Itulah sebabnya pada telinga balanga, sering digantungkan sesajen. Apabila ada balanga yang pecah, upacara adat diadakan, agar roh balanga tidak marah.
Menurut Prof. HM. Yamin SH, dalam bukunya Tata Negara Majapahit jilid 1, dikatakan bahwa tidak sedikit barang-barang yang berasal dari Tiongkok, ditemukan di Indonesia. Pendapat ini sesuai dengan pendapat Van Orsey Flines, seorang ahli keramik.


Jenis-Jenis Tajau atau Balanga
Balanga Lagie
Warna, merah, kuning. Mempunyai enam sampai delapan telinga. Tinggi balanga empat sampai lima jengkal. Untuk balanga yang mempunyai telinga antara tujuh sampai delapan, harganya lebih mahal. Apabila pada bagian telinga tajau atau balanga tersebut, nampak ada bekas jari yang sangat jelas, maka tajau atau balanga tersebut laki-laki. Akan tetapi apabila bekas jari yang nampak tidak begitu jelas, maka balanga tersebut perempuan. Apabila pada bagian telinga bergigi, dan lukisan yang ada tidak begitu terang, maka harga balanga tersebut tidak mahal. Balanga yang menunjukkan kelakian yang tulen, apabila di bagian pinggir mulut balanga, ditemukan garis.

Sebangkang
Balanga jenis ini berwarna kemerah-merahan. Mempunyai enam buah telinga ukuran besar, hingga pada bengkokannya dapat digunakan untuk menggantung parang. Tingginya empat sampai lima jengkal dan bermulut besar.

Lakian dan Brahan
Balanga jenis ini, telinganya  lebar, antara satu setengah sampai dua jari. Namun apabila dibandingkan dengan telinga Brahan, ukuran telinga lakian,  agak lebih kecil sedikit. Biasanya ditemukan lukisan naga yang lebarnya antara dua sampai tiga jari. Brahan dan Lakian, bentuknya hampir sama, perbedaan hanya pada lukisan naga saja. Patokan untuk membedakan Brahan dan Lakian adalah  : Brahan bersisik, telinganya berbentuk bundar dan ukuran telinga hanya satu inci saja, dan ada lubang-lubang. Apabila dalam lukisan naga terlihat jelas ada mata dan hidung, menunjukkan bahwa Brahan tersebut tidak palsu. Brahan yang paling baik, apabila sisik yang ada berjauhan letaknya dan  terlihat bahwa naga hendak mengambil buah yang tergantung disitu.

Balanga Berikit
Disebut berikit, karena dari sebelah bawah sampai leher balanga, di bagian sebelah menyebelah, menyerupai belahan rotan.

Balanga Rantungan
Ialah balanga yang belahan rotannya bersusun dua, dan dibagian leher sebelah atas, ujungnya sedikit bengkok keluar, menyerupai bundaran.

Balanga Tamun
Tidak berikit

Balanga Rimpah
Tidak berikit

Balanga Tingang
Ada lukisan berbentuk burung tingang, harganya murah, tinggi dua setengah sampai tiga setengah jengkal, keliling lima sampai tujuh jengkal .

Balanga Bingkon
Tinggi dua setengah sampai tiga setengah jengkal, keliling lima sampai tujuh jengkal.

Balanga Bako
Tinggi dua setengah sampai tiga setengah jengkal, keliling lima sampai tujuh jengkal.

Balanga Kemis
Tinggi dua setengah sampai tiga setengah jengkal, keliling lima sampai tujuh jengkal.

Rawie
Rawie, berwarna kemerah-merahan, mempunyai enam buah telinga. Tingginya empat sampai lima jengkal, tidak ada lukisan.

Merajang
Berwarna kuning muda, terkadang ada pula yang berwarna agak kemerah-merahan. Mempunyai enam buah telinga, dengan tinggi empat sampai lima jengkal, tidak ada lukisan gambar.

Tajau Macan
Telinga kecil, tetapi tidak berlubang. Bibir sedikit turun ke bawah. Tajau jenis ini banyak macamnya, ada pula yang termasuk jenis terbaik dan hampir menyerupai Brahan.

Jenis Balanga lainnya
Balanga lagi, Perempuan laki, Balanga Haramaung, Perempuan Halamaung, Laki Prahan,  Laki Rentilan, Parampuwan Rentian, Sabangkang, Prahan atau Brahan, Balanga atau Tarahan, Rawie, Marajang, Tajau, Sahuri, Potok, Kalata, Basir, Rumos.  

Pakaian dan selimut dibuat dari kulit kayu siren atau kayu nyamun. Pada zaman dahulu orang dayak ada yang menggunakan pakaian dari kulit hewan seperti mcan dahan lengkap dengan ekornya. hal ini yang menyebabkan pada masa lalu muncul anggapan bahwa orang dayak memiliki ekor. Baju kalambi baruan rakawan jenis pakaian yang dipakai saat upacara adat khusus pada saat upacara tiwah. Kerajinan tangan seperti tanggoi penutup kepala berukuran lebar. Amak adalah tikae sebagai alas duduk atau pun alas tidur. Yang terbuat dar anyaman rotan yang bermotif. Kasai atau bedak dingin untuk merawat kulit. Bulu burung sebagai asesoris. Masakan dayak bari atau nasi, bari bahenda atau nasi kuning,pulut atau ketan, dan wadai ayau kue basah.


Florus, P, Djuweng, S., Bamba, J., Andas Putra, N. (ed.). 1994. Kebudayan Dayak: Aktualisasi dan Transportasi. LP3S – Gramedia Widiasarana Indonesia, Jakarta.
Ihromi, T, O. (ed.). 1996. Pokok-Pokok Antropologi Budaya. Yayasan Obor. Indonesia, Jakarta.

0 Responses