BAB
III
SISTEM
PENGETAHUAN SUKU SASAK
Suku Sasak mempunyai pengetahuan yang didapatkan turun
temurun dari nenek moyang mereka tentang pembuatan lantai dari rumah mereka
khususnya rumah adat mereka. Lantai rumah mereka dibuat dari tanah liat yang
dicampur dengan kotoran kerbau dan jerami. Campuran tanah liat dan kotoran
kerbau membuat lantai tanah mengeras, sekeras semen.
§
Rumah
adat suku Sasak, Lombok – Nusa Tenggara Barat
Atap rumah Sasak terbuat dari jerami dan berdinding
anyaman bambu (bedek). Lantainya dibuat dari tanah liat yang dicampur dengan
kotoran kerbau dan abu jerami. Campuran tanah liat dan kotoran kerbau membuat
lantai tanah mengeras, sekeras semen. Pengetahuan membuat lantai dengan cara
tersebut diwarisi dari nenek moyang mereka.
Seluruh bahan bangunan (seperti kayu dan bambu) untuk
membuat rumah adat Sasak didapatkan dari lingkungan sekitar mereka, bahkan
untuk menyambung bagian-bagian kayu tersebut, mereka menggunakan paku yang
terbuat dari bambu. Rumah adat suku Sasak hanya memiliki satu pintu
berukuran sempit dan rendah, dan tidak memiliki jendela.
Dalam masyarakat Sasak, rumah berada dalam dimensi sakral
(suci) dan profan duniawi) secara bersamaan. Artinya, rumah adat Sasak
disamping sebagai tempat berlindung dan berkumpulnya anggota keluarga juga
menjadi tempat dilaksanakannya ritual-ritual sakral yang merupakan manifestasi
dari keyakinan kepada Tuhan, arwah nenek moyang (papuk baluk), epen bale
(penunggu rumah), dan sebaginya.
Perubahan pengetahuan masyarakat, bertambahnya jumlah
penghuni dan berubahnya faktor-faktor eksternal lainya (seperti faktor
keamanan, geografis, dan topografis) menyebabkan perubahan terhadap fungsi dan
bentuk fisik rumah adat. Hanya saja, konsep pembangunannya seperti arsitektur,
tata ruang, dan polanya tetap menampilkan karakteristik tradisionalnya yang
dilandasi oleh nilai-nilai filosofis yang ditransmisikan secara turun temurun.
Untuk menjaga lestarinya rumah adat mereka dari gilasan
arsitektur modern, para orang tua biasanya mengatakan kepada anak-anaknya yang
hendak membangun rumah dengan ungkapan: “Kalau mau tetap tinggal di sini,
buatlah rumah seperti model dan bahan bangunan yang sudah ada. Kalau ingin
membangun rumah permanen seperti rumah-rumah di kampung-kampung lain pada
umumnya, silakan keluar dari kampung ini.” Demikianlah cara orang Sasak menjaga
eksistensi rumah adat mereka, yaitu dengan cara melembagakan dan
mentransmisikan pengetahuan dan nilai-nilai yang terkandung di dalamnya.
·
Peralatan untuk membangun rumah adat
suku Sasak
Peralatan
yang harus dipersiapkan untuk membangun rumah, diantaranya adalah:
Ø Kayu-kayu
penyangga.
Ø Bambu.
Ø Bedek, anyaman dari bambu untuk dinding.
Ø Jerami dan alang-alang, digunakan untuk
membuat atap.
Ø Kotaran kerbau atau kuda, sebagai bahan
campuran untuk mengeraskan lantai.
Ø Getah pohon kayu banten dan bajur.
Ø Abu jerami, digunakan sebagai bahan campuran
untuk mengeraskan lantai.
·
Waktu pemangunan rumah adat suku sasak
Rumah
mempunyai fungsi penting dalam kehidupan masyarakat Sasak, oleh karena itu
perlu perhitungan yang cermat tentang waktu, hari, tanggal dan bulan yang baik
untuk memulai pembangunannya. Untuk mencari waktu yang tepat, mereka
berpedoman pada papan warige yang berasal dari Primbon Tapel Adam dan Tajul
Muluq. Oleh karena tidak semua orang mempunyai kemampuan untuk menentukan hari
baik, biasanya orang yang hendak membangun rumah bertanya kepada pemimpin adat.
Orang
Sasak di Lombok meyakini bahwa waktu yang baik untuk memulai membangun rumah
adalah pada bulan ketiga dan bulan kedua belas penanggalan Sasak, yaitu bulan
Rabiul Awal dan bulan Zulhijjah pada kalender Islam. Ada juga yang menentukan
hari baik berdasarkan nama orang yang akan membangun rumah. Sedangkan bulan
yang paling dihindari (pantangan) untuk membangun rumah adalah pada bulan Muharram
dan bulan Ramadlan. Pada kedua bulan ini, menurut kepercayaan masyarakat
setempat, rumah yang dibangun cenderung mengundang malapetaka, seperti
penyakit, kebakaran, sulit rizqi, dan sebagainya.
·
Pemilihan tempat
Selain
persoalan waktu baik untuk memulai pembangunan, orang Sasak juga selektif dalam
menentukan lokasi tempat pendirian rumah. Mereka meyakini bahwa lokasi yang
tidak tepat dapat berakibat kurang baik kepada yang menempatinya. Misalnya,
mereka tidak akan membangun tumah di atas bekas perapian, bekas tempat
pembuangan sampah, bekas sumur, dan pada posisi jalan tusuk sate atau susur
gubug. Selain itu, orang Sasak tidak akan membangun rumah berlawanan arah dan
ukurannya berbeda dengan rumah yang lebih dahulu ada. Menurut mereka, melanggar
konsep tersebut merupakan perbuatan melawan tabu (maliq-lenget).
v Bangunan
rumah adat suku Sasak
Rumah
adat Sasak pada bagian atapnya berbentuk seperti gunungan, menukik ke bawah
dengan jarak sekitar 1,5 sampai 2 meter dari permukaan tanah (fondasi). Atap dan
bubungannya (bungus) terbuat dari alang-alang, dindingnya dari anyaman bambu
(bedek), hanya mempunyai satu berukuran kecil dan tidak ada jendelanya.
Ruangannya (rong) dibagi menjadi inan bale (ruang induk) meliputi bale luar
(ruang tidur) dan bale dalem berupa tempat menyimpan harta benda, ruang ibu
melahirkan sekaligus ruang disemayamkannya jenazah sebelum dimakamkan.
Ruangan
bale dalem dilengkapi amben, dapur, dan sempare (tempat menyimpan makanan dan
peralatan rumah tangga lainnya) terbuat dari bambu ukuran 2 x 2 meter persegi
atau bisa empat persegi panjang. Kemudian ada sesangkok (ruang tamu) dan pintu
masuk dengan sistem sorong (geser). Di antara bale luar dan bale dalem ada
pintu dan tangga (tiga anak tangga) dan lantainya berupa campuran tanah dengan
kotoran kerbau/kuda, getah, dan abu jerami. Rumah adat sasak Undak-undak
(tangga), digunakan sebagai penghubung
antara bale luar dan bale dalem.
antara bale luar dan bale dalem.
Hal
lain yang cukup menarik diperhatikan dari rumah adat Sasak adalah pola
pembangunannya. Dalam membangun rumah, orang Sasak menyesuaikan dengan
kebutuhan keluarga maupun kelompoknya. Artinya, pembangunan tidak semata-mata
untuk mememenuhi kebutuhan keluarga tetapi juga kebutuhan kelompok. Karena
konsep itulah, maka komplek perumahan adat Sasak tampak teratur seperti
menggambarkan kehidupan harmoni penduduk setempat.
Bangunan rumah dalam komplek perumahan Sasak terdiri dari beberapa macam, diantaranya adalah: Bale Tani, Bale Jajar, Berugaq/Sekepat, Sekenam, Bale Bonter, Bale Beleq Bencingah, dan Bale Tajuk. Nama bangunan tersebut disesuaikan dengan fungsi dari masing-masing tempat.
Bangunan rumah dalam komplek perumahan Sasak terdiri dari beberapa macam, diantaranya adalah: Bale Tani, Bale Jajar, Berugaq/Sekepat, Sekenam, Bale Bonter, Bale Beleq Bencingah, dan Bale Tajuk. Nama bangunan tersebut disesuaikan dengan fungsi dari masing-masing tempat.
Ø Bale
Tani
Bale
Tani adalah bangunan rumah untuk tempat tinggal masyarakat Sasak yang
berprofesi sebagai petani. Bale Tani berlantaikan tanah dan terdiri dari
beberapa ruangan, yaitu: satu ruang untuk serambi (sesangkok) dan satu ruang
untuk kamar (dalem bale). Walaupun dalem bale merupakan ruangan untuk tempat
tidur, tetapi kamar tersebut tidak digunakan sebagai tempat tidur. Dalem bale
digunakan sebagai tempat menyimpan barang (harta benda) yang dimilikinya atau
tempat tidur anak perempuannya, sedangkan anggota keluarga yang lain tidur di
serambi. Untuk keperluan memasak (dapur), keluarga Sasak membuat tempat khusus
yang disebut pawon.
Fondasi
bale tani terbuat dari tanah, Design atapnya dengan sistem jurai yang terbuat
dari alang-alang di mana ujung atap bagian serambi (sesangkok) sangat rendah,
tingginya sekitar kening orang dewasa. Dinding rumah bale tani pada bagian
dalem bale terbuat dari bedek, sedangkan pada sesangkok tidak menggunakan
dinding. Posisi dalem bale lebih tinggi dari pada sesangkok oleh karena
itu untuk masuk dalem bale dibuatkan tangga (undak-undak) yang biasanya dibuat
tiga trap dengan pintu yang dinamakan lawang kuri.
Ø Bale
Jajar
Bale
jajar merupakan bangunan rumah tinggal orang Sasak golongan ekonomi menengah ke
atas. Bentuk bale jajar hampir sama dengan bale tani, yang membedakan adalah
jumlah dalem balenya. Bale jajar mempunyai dua kamar (dalem bale) dan satu
serambi (sesangkok), kedua kamar tersebut dipisah oleh lorong/koridor dari
sesangkok menuju dapur di bagian belakang. Ukuran kedua dalem bale tersebut
tidak sama, posisi tangga/pintu koridornya terletak pada sepertiga dari panjang
bangunan bale jajar.
Bahan
yang dibutuhkan untuk membuat bale jajar adalah tiang kayu, dinding bedek dan
alang-alang untuk membuat atap. Penggunaan alang-alang, saat ini, sudah mulai
diganti dengan menggunakan genteng tetapi dengan tidak merubah tata ruang dan
ornamennya. Bangunan bale jajar biasanya berada dikomplek pemukiman yang luas
dan ditandai oleh keberadaan sambi yang menjulang tinggi sebagai tempat
penyimpanan kebutuhan rumah tangga atau keluarga lainnya. Bagian depan bale
jajar ini bertengger sebuah bangunan kecil (disebut berugaq atau sekepat) dan
pada bagian belakangnya terdapat sebuah bangunan yang dinamakan sekenam,
bangunan seperti berugaq dengan tiang berjumlah enam.
Ø Berugaq/sekepat
Rumah
adat sasakBerugaq/sekepat mempunyai bentuk segi empat sama sisi (bujur sangkar)
tanpa dinding, penyangganya terbuat dari kayu, bambu dan alang-alang sebagai
atapnya. Berugaq atau sekepat biasanya terdapat di depan samping kiri
atau kanan bale jajar atau bale tani. Berugaq/sekepat ini didirikan setelah
dibuatkan pondasi terlebih dahulu kemudian didirikan tiangnya. Di antara
keempat tiang tersebut, dibuat lantai dari papan kayu atau bilah bambu yang
dianyam dengan tali pintal (Peppit) dengan ketinggian 40–50 cm di atas
permukaan tanah.
Fungsi
dan kegunaan berugaq/sekepat adalah sebagai tempat menerima tamu, karena
menurut kebiasaan orang Sasak, tidak semua orang boleh masuk rumah.
Berugaq/sekepat juga digunakan pemilik rumah yang memiliki gadis untuk menerima
pemuda yang datang midang (melamar).
Ø Sekenam
Sekenam
bentuknya sama dengan berugaq/sekepat, hanya saja sekenam mempunyai mempunyai
tiang sebanyak enam buah dan berada di bagian belakang rumah. Sekenam biasanya
digunakan sebagai tempat kegiatan belajar mengajar tata krama, penanaman
nilai-nilai budaya dan sebagai tempat pertemuan internal keluarga.
Ø Bale
Bonte
Bale
bonter merupakan bangunan tradisional Sasak yang umumnya dimiliki oleh para
perkanggo/Pejabat Desa, Dusun/kampong. Bale bonter biasanya dibangun di
tengah-tengah pemukiman dan atau di pusat pemerintahan Desa/kampung. Bale
bonter dipergunakan sebagai temopat pesangkepan/persidangan adat, seperti:
tempat penyelesaian masalah pelanggaran hukum adat, dan sebagainya.
Bale
bonter juga disebut gedeng pengukuhan dan tempat menyimpanan benda-benda
bersejarah atau pusaka warisan keluarga. Bale bonter berbentuk segi empat bujur
sangkar, memiliki tiang paling sedikit 9 buah dan paling banyak 18 buah.
Bangunan ini dikelilingi dinding bedek sehingga jika masuk ke dalamnya seperti
aula, atapnya tidak memakai nock/sun, hanya pada puncak atapnya menggunakan
tutup berbentuk kopyah berwarna hitam.
Ø Bale
Beleq Becingah
Bale
beleq adalah salah satu sarana penting bagi sebuah Kerajaan. Bale beleq
diperuntukkan sebagai tempat kegiatan besar Kerajaan sehingga sering juga
disebut “Bencingah.”
Ø Bale
Tajuk
Bale
tajuk merupakan salah satu sarana pendukung bagi bangunan rumah tinggal yang
memiliki keluarga besar. Bale tajuk berbentuk segi lima dengan tiang berjumlah
lima buah dan biasanya berada di tengah lingkungan keluarga Santana. Tempat ini
dipergunakan sebagai tempat pertemuan keluarga besar dan pelatihan macapat
takepan, untuk menambah wawasan dan tata krama.
Ø Bale
Gunung Rate
Selain
jenis bangunan yang telah disebut di atas, adapula jenis bangunan lain yang
dibangun berdasarkan kondisi-kondisi khusus, seperti bale gunung rate dan bale
balaq. Bale gunung rate biasanya dibangun oleh masyarakat yang tinggal di
lereng pegunungan, sedangkan bale balaq dibangun dengan tujuan untuk
menghindari bencana banjir, oleh karena itu biasanya berbentuk rumah panggung.
§ Waktu
Dalam kehidupan masyarakat Sasak rumah mempunyai fungsi penting. Oleh
karena itu, perlu perhitungan yang cermat tentang waktu, hari, tanggal dan
bulan yang baik untuk memulai pembangunannya. Untuk mencari waktu yang tepat,
suku Sasak berpedoman pada papan warige yang berasal dari Primbon
Tapel Adam dan Tajul Muluq. Untuk menentukan hari baik tersebut,
orang yang hendak membangun rumah akan bertanya kepada pemimpin adat.
Orang Sasak di Lombok meyakini bahwa waktu yang baik
untuk memulai membangun rumah adalah pada bulan ke-3 dan bulan ke-12
penanggalan Sasak, yaitu bulan Rabiul Awal dan bulan Zulhijjah pada
kalender Islam. Ada juga yang menentukan hari baik berdasarkan nama orang yang
akan membangun rumah. Sedangkan bulan yang paling dihindari (pantangan) untuk
membangun rumah adalah pada bulan Muaharram dan bulan Ramadlan.
Pada kedua bulan ini, menurut kepercayaan masyarakat setempat, rumah yang
dibangun cenderung mengundang malapetaka, seperti panyakit, kebakaran, sulit
rizqi, dan sebagainya.