BAB IV SISTEM SOSIAL SUKU SASAK


BAB IV
SISTEM SOSIAL SUKU SASAK

§     Sistem keluarga
            Dalam masyarakat Sasak, kelompok kekeraatan terkecil adalah keluarga inti (nuclear family) yang disebut kuren. Keluarga inti umumnya keluarga monogami, meskipun adat membenarkan keluarga inti poligami. Adat menetao sesudah nikah adalah virilokal, meskipun ada yang uxorilokal dan neolokal.
Garis keturunan suku Sasak ditarik menuruk sistem patrilineal.

§     Pelapisan sosial
Suku Sasak juga mengenal sistem pelapisan sosial yang didasarkan pada keturunan, yakni keturunan bangsawan dan orang kebanyakan. Tingkat-tingkat kebangsawanan paling atas adalah pewangsa raden dengan gelar raden untuk pria dan denda untuk wanita. Lapisan menengah dinamakan triwangsa dengan gelar lalu untuk pria dan baig untuk wanita. Lapisan ketiga adalah jajar karang dengan gelar log untuk pria dan le untuk wanita. Pada masa lalu, bangsawan ini umumnya memegang kekuasaan sebagai kepala kampung (dasan), kepala desa, atau distrik. Pada masa sekarang, pelapisan sosial tersebut cenderung bergeser. Dasar pelapisan sosial tersebut menjadi lebih baik apabila keseluruhannya menjadi satu kesatuan. Kekuasaan akan dipandang menjadi lebih tinggi dengan ditunjang oleh faktor ekonomi yang kuat.
Di Lombok sendiri, secara umum terdapat 3 lapisan sosial di masyarakat, yaitu Golongan Ningrat, Golongan Pruangse, Golongan Bulu Ketujur (masyarakat biasa).
ü    Golongan Ningrat
Golongan ini dapat diketahui dari sebutan kebangsawanannya. Sebutan keningratan ini merupakan nama depan dari seseorang dari golongan ini. Nama depan keningratan ini adalah ” lalu ” untuk orang-orang ningrat pria yang belum menikah. Sedangkan apabila mereka telah menikah maka nama keningratannya adalah ” mamiq “. Untuk wanita ningrat nama depannya adalah ” lale”, bagi mereka yang belum menikah, sedangkan yang telah menikah disebut ” mamiq lale”.
ü    Golongan Pruangse
Kriteria khusus yang dimiliki oleh golongan ini adalah sebutan “bape“, untuk kaum laki-laki pruangse yang telah menikah. Sedangkan untuk kaum pruangse yang belum menikah tak memiliki sebutan lain kecuali nama kecil mereka, Misalnya seorang dari golongan ini lahir dengan nama si ” A ” maka ayah dari golongan pruangse ini disebut/dipanggil ” Bape A “, sedangkan ibunya dipanggil ” Inaq A “. Disinilah perbedaan golongan ningrat dan pruangse.
ü    Golongan Bulu Ketujur
Golongan ini adalah masyarakat biasa yang konon dahulu adalah hulubalang sang raja yang pernah berkuasa di Lombok. Kriteria khusus golongan ini adalah sebutan ” amaq ”bagi kaum laki-laki yang telah menikah, sedangkan perempuan adalah ” inaq“.
Di Lombok, nama kecil akan hilang atau tidak dipakai sebagai nama panggilan kalau mereka telah berketurunan. Nama mereka selanjutnya adalah tergantung pada anak sulungnya mereka.Seperti contoh di atas untuk lebih jelasnya contoh lainnya adalah bila si B lahir sebagai cucu, maka mamiq A dan Inaq A akan dipanggil Papuk B. panggilan ini berlaku untuk golongan Pruangse dan Bulu Ketujur. Meraka dari golongan Ningrat Mamiq A dan Mamiq lale A akan dipanggil Niniq A.

§     Sistem Kekerabatan

Sistem kekerabatan di Tolot-tolot khususnya dan lombok selatan pada umumnya adalah berdasarkan prinsip Bilateral yaitu menghitung hubungan kekerabatan melalui pria dan wanita. Kelompok terkecil adalah keluarga batih yang terdiri dari Ayah, Ibu, dan Anak. Pada masyarakat lombok selatan ada beberapa istilah antara lain :
l     Inaq adalah panggilan ego kepada ibu.
l     Amaq adalah panggilan ego kepada bapak.
l     Ari adalah panggilan ego kepada adik perempuan atau adik laki-laki.
l     Kakak adalah panggilan ego kepada saudara sulung laki-laki ataupun perempuan.
l     Oaq adalah panggilan ego kepada kakak perempuan atau laki-laki dari ibu dan ayah.
l     Saiq adalah panggilan ego kepada adik perempuan atau laki-laki dari ayah atau ibu
l     Tuaq adalah panggilan ego kepada adik laki-laki dari ayah atau ibi.
l     Pisak adalah panggilan ego kepada anak dari adik/kakak dari ibu.
l     Pusak adalah panggilan ego kepada anak dari adik/kakak dari ayah.

§     Pernikahan Suku Sasak

Dalam budaya suku Sasak, pernikahan dilaksanakan dengan cara menculik calon istri mereka atau sering disebut kawin culik.
            Kawin culik akan berlangsung setelah si gadis memilih satu di antara kekasih-kekasihnya. Mereka akan membuat suatu perjanjian kapan penculikan bisa dilakukan. Perjanjian seorang gadis dengan calonnya merupakan rahasia, sebab jika diketahui rival-rivalnya, kemungkinan penculikan digagalkan tanpa memperhatikan siapa yang melakukan penculikan.
Hal ini dilakukan misalnya dengan jalan merampas anak gadis ketika ia bersama sang calon suaminya dalam perjalanan menuju rumah calon suaminya. Itu mungkin terjadi perkelahian hebat diantara mereka yang ingin mempersuntung sang dara. Disamping merupakan rahasia untuk para kekasih sang dara, penculikan ini juga merupakan rahasia bagi kedua orang tuanya. Kalau saja kemudian setelah mengetahui otang tuanya tidak setujui anaknya untuk menikah, di sini orang tua baru boleh bertindak untuk menjodohkan anak gadisnya dengan pilihan mereka. Keadaan ini yang disebut Pedait.
Sedangkan pada waktu midang sedikitpun orang tua tidak boleh menunjukkan sikap tidak setujunya. Penculikan pada siang hari dilarang keras oleh adat dan perampasan atau penculikan di perjalanan oleh kekasih-kekasihnya yang bermaksud memperdayakan calon suaminya ataupun keluarga sang gadis doperbolehkan oleh adat. Disini mungkin akan terjadi perag tanding.
Untuk mencegah penculikan, sang gadis dilarikan ke tempat famili calon suami yang jauh dari desa atau dasan si gadis atau dasan si calon suaminya.
Bilamana seorang gadis berhasil diculik, maka pada malam itu juga dilanjutkan dengan acara mangan merangkat, yaitu suatu upacara adat yang menyambut kedatangan si gadis di rumah calon suaminya. Hal ini merupakan upacara peresmian masuknya di gadis dalam keluarga calon suaminya.
Acara mangan merangkat ini dilakukan pada malam hari dengan maksud tertentu, sebab pada malam itulah sang gadis datang untuk pertama kalinya ke rumah calon suaminya, disaksikan oleh para sesepuh dari keluarga suaminya dan juga para tokoh adat setempat. Acara mangan merangkat ini iawali dengan totok telok yaitu calon mempelai memecahkan telur bersama-sama pada perangkat ( sesajen ) yang telah disediakan. Totok telok adalah lambang kesanggupan calon mempelai untuk hidup dengan istrinya dalam bahtera rumah tangga.
Tindakan penculikan gadis , di satu fihak akan kehilangan dan di fihak lain akan kedatangan menantu. Keluarga yang kehilangan anak gadisnya sedikit bingung karena tidak tahu pasti siapa calon menantunya. Kebingungan ini adalah pengaruh negatif dari adanya rasa bangga karena anak gadisnya mempunyai banyak kekasih.
Keesokan harinya, keluarga yang sedang berbahagia mendapat menantu akan memberi kabar kepada orang tua si gadis bahwa anak gadisnya dipersunting oleh anaknya. Peristiwa ini disebut mesejatik atau nyelabar. Masejatik ini berlangsung selama sembilan kali dalam sembilan hari.
Mesejatik adalah media perundingan guna membicarakan kelajutan upacara-upacara adat perkawinan serta segala sesuatu yang dibutuhkan dalam perkawinan. Dalam hal ini yang pertama-tama harus diselesaikan adalah acara akad nikah. Pada waktu akad nikah tersebut orang tua si gadis memberikan kesaksian di hadapan penghulu desa dan pemuka-pemuka masyarakat serta para tokoh adat lainnya. Dalam acara ini bilamana orang tua si gadis berhalangan , ia dapat menunjuk seseorang untuk mewakilinya.
Acara akad nikah ini dilakukan setelah tiga kali acara masejatik yaitu malam ke empat mempelai wanita berada di rumah mempelai pria. Puncak acara dalam adat perkawinan di Lombok Selatan adalah acara sorong doe , yaitu acara pesta perkawinan pada waktu orang tuadi gadis akan kedatangan keluarga besar mempelai pria. Kedatangan rombongan sorong doe ini disebut nyongkol. Biaya yang diminta oleh orang tua sang gadis untuk menyambut para penyongkol ini disebut kepeng tagih ( uang tagihan ). Uang tagih lainnya juga berupa kepeng pelengkak yaitu uang tagih dari kakak laki-laki mempelai wanita yang belum menikah, sedangkan kalau ada uang kakak permpuan perempuan mempelai wanita yang belum menikah tidak ada uang tagihannya. Jadi kepng pelegkak hanya ada bila di antara kakak laki-laki mempelai wanita ada yang belum menikah. Uang tagih ini dibayarkan pada waktu berlangsungnya upacara sorong doe.

Kawin culik suku sasak
§     Sistem Pemerintahan
Dalam sistem pemerintahan, dikenal adanya pimpinan tradisional dan pimpinan formal. Unsur-unsur yang terdapat dalam pimpinan tradisional terdiri atas:
l     Keliang (kepala kampung), yang merupakan pimpinan utama yang mencakup seluruh aspek pemerintahan, adat, agama, irigasi, dan keamanan
l     Jeroah, merupakan wakil dari kepala kampung yang berkewajiban menjalankan segala tugas kepala kampung, bila berhalangan
l      Pemangku/Mangku, merupakan pimpinan dalam bidang keagamaan
l     Pekasih, yang mengatur masalah irigasi
l     Pekemit, yang bertugas dalam bidang keamanan
            Sedangkan pimpinan teratas dalam sistem kepemimpinan formal di pegang oleh kepala desa. Di beberapa desa dibentuk rukun tetangga (RT) yang dikepalai oleh ketua RT, dibantu oleh sekertaris dan bendahara.
1 Response
  1. Unknown Says:

    Mohon maaf pak, untuk nama desa atau daerah penggalian datanya mohon di sebutkan.soalnya, hampir setiap desa di lombok mempunyai pelaksanaan adat yang berbeda. kasta juga menentukan kerumitan adat...