Kesenian Kebudayaan Ambon

"BUSANA TRADISIONAL AMBON"

     Ambon merupakan ibukota propinsi Maluku yang berada dikawasan Maluku Tengah. Keberadaan busana adat Ambon, tidak hanya didominasi oleh busana yang dikenakan pada saat menghadiri upacara-upacara saja, melainkan tampak juga dalam busana seharihari. Meskipun busana adat yang biasa dipakai dalam melaksanakan aktivitas sehari-hari termasuk jarang digunakan lagi saat ini, keberadaannya tetap penting untuk diungkapkan sebagai gambaran kekhasan busana mereka di masa lalu. 
Ada beberapa contoh busana yang pada zaman dahulu pernah menjadi busana sehari-hari yang digunakan untuk bekerja atau dirumah. 
  • Celana kes atau hansop, yakni celana anak-anak yang dibuat dari beraneka macam kain dan dijahit sesuai dengan selera masing-masing. 
  • Kebaya manampal, yaitu kebaya cita berlengan hingga sikut yang dijahit dengan cara menambal beberapa potong kain yang telah diatur dan disusun sedemikian rupa dengan rapih. Kebaya jenis ini bisanya berpasangan dengan kain palekat, yang sudah tidak dipakai untuk berpergian oleh kaum wanita. Kebaya manapal yang sudah tampak jelek atau sudah tidak pantas lagi untuk dikenakan di rumah, biasanya dipakai sebagai busana kerjayang disebut kebaya waong. Bila mereka akan bepergian, jenis busananya masih tetap berupa kebaya cita berlengan panjang hingga ujung jari yang kemudian dilipat, lengkap dengan kain pelekat. Selain busana sehari-hari yang telah disebutkan tadi, masih ada lagi busana lain yang khususnya dipakai oleh untuk kaum wanita yang merupakan pendatang dari kepulauan Lease dan telah menetap di Ambon ratusan tahun lamanya. Mereka biasanya mengenakan 
  •   Baju cele, yakni sejenis kebaya berlengan pendek, dari bagian leher ke arah dada terbelah sepanjang 15 sentimeter tanpa  kancing. kancing.Bila akan bepergian, mereka akan melengkapinya dengan sapu tangan. Untuk busana kerja di rumah atau dikebun, baju cele tersebut dijahit dengan panjang lengan hingga sikut, atau masyarakat menyebutnya baju cele tangan sepanggal.  
   Sementara itu kaum pria di Ambon mengenakan busana yang terdiri atas baju kurung yang berlengan pendek dan tidak berkancing, dilengkapi dengan celana kartou yakni celana yang pada bagian atasnya terdapat tali yang dapat ditarik dan diikatkan. Khusus untuk kaum pria yang telah lanjut usia, celana yang dipakainya disebut celana Makasar yang panjangnya sedikit dibawah lutut dan sangat longgar. Sedangkan busana yang dikenakan pada saat bepergian, biasanya terdiri atas
  • · Baju baniang yakni baju berbentuk kemeja yang berlengan panjang dan berkancing, dengan leher agak tertutup. Pasangannya adalah celana panjang berikut topi yang dikenakan di kepala. Penampilan gaya berbusana warga masyarakat Ambon pada saat menghadiri upacara adat clan upacara keagamaan berbeda dengan yang dikenakan sehari-hari. Walaupun model bajunya sama, tapi kualitas bahan yang digunakan berbeda.  
   Busana adat yang dikenakan dalam kesempatan tersebut biasanya hitam polos atau warna dasar hitam. Kecuali pada saat upacara sidi yakni upacara pengukuhan pemuda clan pemudi untuk menjadi pengiring Kristus yang setia. Pada saat itu busana hitam ini ditabukan atau dilarang digunakan.
·  Busana dalam upacara keagamaan biasanya lebih lengkap lagi. Busana wanitanya terdiri atas baju dan kain hitam atau kebaya dan kain hitam. Dilengkapi dengan kaeng pikol, yakni kain hitam berhiaskan manik-manik yang disandang di bahu kiri; kole, yakni baju dalam atau kutang yang dipakai sebelum mengenakan baju atau kebaya hitam; lenso pinggang, yakni sapu tangan berwarna putih yang kini telah jarang diletakkan di pinggang melainkan hanya dipegang saja. Sementara itu busana prianya terdiri atas baniang, kebaya hitam, dan celana panjang, Jenis busana lain, khususnya dalam upacara sidi, dipakai oleh kaum remaja yang berasal dari golongan bangsawan diantaranya baju tangan kancing, yakni baju cele berlengan panjang dengan kancing padapergelangan tangannya; busana rok, yang terdiri atas kebaya putih berlengan panjang dan berkancing pada pergelangannya, pending pengikat pinggang yang terbuat dari perak, bersepatu dengan kauskaki putih; dan seperangkat busana yang terdiri atas baju putih panjang, sepatu berwarna putih, dan kaus tangan berwarna putih. Adapun busana yang dikenakan pada saat berlangsung upacara adat seperti pelantikan raja, pembersihan negeri, penerimaan tamu, dan lain-lain pada dasarnya hampir sama. Hanya ada penambahan tertentu pada kelengkapan busana mereka. Busana raja terdiri atas baju hitam, celana hitam, lenso bodasi dililitkan di leher, patala disalempang di dada, patala di pinggang, dan topi. Begitu pula kaum wanitanya yang memakai baju hitam seperti baju cele . Paratua-tua adat mengenakan baju hitam, celana panjang atau celana Makasar, salempang, ikat poro atau ikat pinggang. Sedangkan pria dewasa lainnya hanya mengenakan baju hitam dan celana panjang hitam tanpa menggunakan alas kaki.
 
ALAT MUSIK

  • TIFA
TIFA, merupakan alat musik khas dari Maluku dan Papua. Tifa mirip dengan alat musik gendang yang dimainkan juga dengan cara dipukul. Alat musik ini terbuat dari sebatang kayu yang dikosongi atau dihilangi isinya dan pada salah satu sisi ujungnya ditutupi, dan biasanya penutupnya digunakan kulit rusa yang telah dikeringkan untuk menghasilkan suara yang bagus dan indah. Bentuknyapun biasanya dibuat dengan ukiran. Setiap suku di Maluku dan Papua memiliki tifa dengan ciri khas nya masing-masing.
Tifa biasanya digunakan untuk mengiringi tarian perang dan beberapa tarian daerah lainnya seperti tari Lenso dari Maluku yang diiringi juga dengan alat musik totobuang, tarian tradisional suku Asmat dan tari Gatsi.
Alat musik tifa dari Maluku memiliki nama lain, seperti tahito atau tihal yang digunakan di wilayah-wilayah Maluku Tengah. Sedangkan, di pulau Aru, tifa memiliki nama lain yaitu titir. Jenisnya ada yang berbentuk seperti drum dengan tongkat yang seperti yang digunakan di Masjid . Badan kerangkanya terbuat dari kayu yang dilapisi rotan sebagai pengikatnya dan bentuknya berbeda-beda berdasarkan daerah asalnya.

  • UKULELE

Ukulele adalah alat musik sejenis gitar namun lebih kecil ukuranya, sekitar 20 inci. Dan merupakan alat musik asli Hawaii yang ditemukan pada tahun 1879. Di Hawaii Konon Ukulele ditemukan pada tahun 1879, pada waktu itu suatu perjalanan para imigran Portugis dari Madeira (Azores)yang berjumlah sekitar 20.000 orang tiba di Honolulu, Hawaii. Mereka bekerja sebagai buruh diperkebunan tebu.Setelah melewati perjalanan yang melelahkan, Joao Fernandes bermaksud merayakan kedatangan para imigran itu.  Setelah merapat di di dermaga Honolulu, Joao memainkan sebuah alat musik petik bernama braginho sambil menyanyikan lagu-lagu tanah kelahirannya. Orang-orang asli Kepulauan Hawaii yang berada di dermaga itu langsung dibuat kagum dengan suara unik Braginho. Sejak itu, kepopuleran Braginho cepat menyebar di seluruh Hawaii. Ratu Kerajaan Hawaii, Liluokalani, menyebut alat musik tersebut dengan nama Ukulele. Dalam bahasa Hawaii uku berarti hadiah dan lele yang berarti datang kesini. Ukulele pun menjadi alat musik pengiring upacara kerajaan dan tarian-tarian Hawaii. Penyebaran Ukulele pun berkembang hingga ke Indonesia, Ukulele dibawa ke Palau Ambon.
 
  • TARIAN TRADISIONAL
  • TARIAN KATREJI
 
Tari Katreji adalah tarian asal Portugis dipakai untuk acara ramah tamah. Tarian Katreji merupakan salah satu tarian khas dari daerah ambon tarian ini juga merupakan penggambaran pergaulan anak muda. Tari Katreji dimainkan secara berpasangan antara wanita dan pria dengan gerakan bervariasi yang enerjik dan menarik. Tari ini hampir sama dengan tari-tarian Eropa pada umumnya karena Katreji juga merupakan suatu akulturasi dari budaya Eropa (Portugis dan Belanda) dengan budaya Maluku. Hal ini lebih nampak pada setiap aba-aba dalam perubahan pola lantai dan gerak yang masih menggunakan bahasa Portugis dan Belanda sebagai suatu proses biligualisme. Tarian ini diiringi alat musik biola, suling bambu, ukulele, karakas, guitar, tifa dan bas gitar, dengan pola rithm musik barat (Eropa) yang lebih menonjol. Tarian ini masih tetap hidup dan digemari oleh masyarakat Maluku sampai sekarang. Tarian ini biasanya dibawakan saat pembukaan pesta seperti kawinan, perayaan hari-hari besar Maluku atau perayaan/upacara adat. Selain Katreji, pengaruh Eropa yang terkenal adalah Polonaise yang biasanya dilakukan orang Maluku pada saat kawinan oleh setiap anggota pesta tersebut dengan berpasangan, membentuk formasi lingkaran serta melakukan gerakan-gerakan ringan yang dapat diikuti setiap orang baik tua maupun muda.
  • TARI ORLAPEI
Tari ini bernama tari orlapei. Tarian ini adalah tarian penyambutan para tamu kehormatan pada acara-acara negeri atau desa di Maluku. Tarian yang tampak memesona ini menggambarkan suasana hati yang gembira dari seluruh masyarakat atas kedatangan tamu kehormatan di negeri atau desanya. Selain itu, tarian yang diiringi alat musik tradisional rakyat Maluku, yakni tifa, suling bambu, ukulele dan gitar, menjadi ungkapan selamat datang.
Kombinasi pola lantai, gerak, ritme musik, memperkuat ungkapan betapa seluruh masyarakat setempat merasa senang dengan hadirnya tamu kehormatan. Tarian yang dimainkan begitu serasi, energik, dan dinamis, memancarkan aura persahabatan, perdamaian, dan kebersamaan
  • TARI PERANG

 
Tarian ini sering digunakan masyarakat pada acara adat tertentu, termasuk menyambut kehadiran tamu-tamu asing dan pejabat daerah yang melakukan kunjungan resmi, Para pendukung tari terdiri dari 15 orang pria dan wanita dipimpin seorang kapitan (panglima perang) menggunakan tombak, parang dan salawaku (perisai) menari-nari sambil diiringi tabuhan tifa dan totobuang.
Tarian ini memiliki filosofi peperangan, maka dari itu warna pakaian yang dipilih bagi penari pria adalah merah yang berarti berani dan bersemangat. Merah juga melambangkan jiwa patriotisme, serta heroisme kepada tanah maluku. Aksesoris berupa pedang dan tameng juga semakin melengkapi kesan heroik tersebut. Dan juga ada teriakan-teriakan dari para penari, yang arti teriakannya adalah sebagai simbol protes terhadap pemerintah yang dianggap tidak berpihak pada masyarakat. 

Referensi : 

0 Responses