Lokasi dan Demografis Suku using


LETAK GEOGRAFIS

Suku Using terletak di Jawa Timur dan kurang lebih menempati separuh dari wilayah Banyuwangi. Banyuwangi adalah sebuah kabupaten di provinsi Jawa Timur di Indonesia. Kabupaten ini terletak di wilayah ujung paling timur pulau Jawa. Sebelah utara berbatasan dengan kabupaten Situbondo. Sebelah timur berbatasan dengan selat Bali. Sebelah selatan berbatasan dengan samudra Hindia. Dan sebelah barat berbatasan dengan kabupaten Jember dan kabupaten Bondowoso.
Pelabuhan Ketapang menghubungkan pulau Jawa dengan pelabuhan Gilimanuk di Bali. Suku Osing adalah penduduk asli Banyuwangi dan merupakan penduduk mayoritas di beberapa kecamatan di Kabupaten Banyuwangi. Masyarakat Banyuwangi yang masih memiliki budaya asli suku Using yakni Desa Kemiren, kecamatan Glagah, dan kabupaten Banyuwangi. Wilayah desa Kemiren termasuk dari daerah daratan yang banyak sumber-sumber air atau yang dikenal oleh masyarakat setempat sebagai belik

Demografi
Suku Using menempati beberapa kecamatan di kabupaten Banyuwangi  bagian tengah dan bagian utara, terutama di Kecamatan Banyuwangi, Kecamatan Rogojampi,Kecamatan singonjuruh,Kecamatan Sempu, Kecamatan Glagah dan Kecamatan Singojuruh, Kecamatan Giri, Kecamatan Kalipuro, dan Kecamatan Songgon. Komunitas Using atau lebih dikenal sebagai wong Using oleh beberapa kalangan dan hasil penelitian1 dianggap sebagai penduduk asli2 Banyuwangi, sebuah wilayah di ujung paling timur pulau Jawa yang juga dikenal sebagai Blambangan. Komunitas ini menyebar di desa-desa pertanian subur di bagian tengah dan timur Banyuwangi yang secara administratif merupakan kecamatan-kematan Giri, Kabat, Glagah, Rogojampi, Sempu, Singojuruh, Songgon, Cluring, Banyuwangi Kota, Genteng, dan Srono. Di tiga kecamatan terakhir, mereka telah bercampur dengan penduduk non-Using, migran berasal dari bagian barat Jawa Timur dan Jawa Tengah, termasuk Yogyakarta (wong Using menyebutnya wong Jawa-Kulon).




Desa Kemiren
Desa Kemiren terletak di daerah Jawa Timur, tepatnya di Kabupaten Banyuwangi, kecamatan Glagah. Secara geografis, daerah ini merupakan daerah dataran rendah, dengan luas desa 177.052 Ha, suhu rata-rata antara 22-26 C.
Desa Kemiren di batasi dengan sebelah Utara desa Jambesari, sebelah selatan desa Olehsari, sebelah barat desa Tamansuruh dan sebelah timur kelurahan Banjarsari. Terbagi dalam 28 rukun tetangga (RT) dan 7 rukun warga (RW). Jumlah penduduk 2491 orang yang terdiri dari 1230 orang laki-laki, perempuan 1261 orang, termasuk 894 orang kepala keluarga.
Jarak antara Desa Kemiren dengan pusat pemerintahan kecamatan sejauh 2 km, dengan kabupaten 5 km, dengan propinsi 294 km, dan dengan ibukota negara 743 km.
Keadaan geografis yang terletak di kawasan rendah dengan ketinggian 144 m di atas permukaan air laut, sangat potensial untuk pertanian, karena tanah di sekitar Desa Kemiren subur. Jenis pekerjaan penduduk Desa Kemiren adalah Petani.


Desa Kemiren secara administratif termasuk, Kecamatan Glagah, Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur dan secara historis geneologis-sosiologis masih memperlihatkan tata kehidupan sosio-kultural yang mempunyai kekuatan nilai tradisional Osing sehingga pada saat kepemimpinan Gubernur Jawa Timur Basofi Sudirman, Desa Kemiren ditetapkan menjadi kawasan wisata desa adat Osing. Osing merupakan salah satu komunitas etnis yang berada di daerah Banyuwangi dan sekitarnya. Dalam lingkup lebih luas, Osing merupakan salah satu bagian sub-etnis Jawa. Dalam peta wilayah kebudayaan Jawa, Osing merupakan bagian wilayah Sabrang Wetan, yang berkembang di daerah ujung timur Pulau Jawa. Keberadaan komunitas Osing berkaitan erat dengan sejarah Blambangan (Scholte, 1927). Menurut Leckerkerker (1923:1031), orang-orang Osing adalah masyarakat Blambangan yang tersisa. Keturunan kerajaan Hindu Blambangan ini berbeda dari masyarakat lainnya (Jawa, Madura dan Bali), bila dilihat dari adat-istiadat, budaya maupun bahasanya (Stoppelaar, 1927).
Orang Osing menurut Andrew Beatty (dalam buku The Variety of Javanese Religion) diduga mereka adalah keturunan sisa-sisa penduduk tahun 1768. Meskipun dokumen sebelumnya tidak menyebutkan nama itu. Para ahli sejarah lokal cukup yakin bahwa julukan ”Osing” itu diberikan oleh para imigran yang menemukan bahwa kata ”tidak” dalam dialek lokal adalah ”Osing”, yang berbeda dari kata ”ora” dalam bahasa Jawa. Orang yang sebenarnya Jawa itu kini disebut Osing saja atau juga disebut Jawa Osing. Bernard Arps menyebutnya sebagai basa Using atau basa Banyuwangen (dalam buku ”tembang in two traditions”)
Desa Kemiren telah ditetapkan sebagai Desa Osing yang sekaligus dijadikan cagar budaya untuk melestarikan keosingannya. Area wisata budaya yang terletak di tengah desa itu menegaskan bahwa desa ini berwajah Osing dan diproyeksikan sebagai cagar budaya Osing. Banyak keistemewaan yang dimiliki oleh desa ini diantaranya adalah penggunakan bahasa yang khas yaitu bahasa Osing. Bahasa ini memiliki ciri khas yaitu ada sisipan “y” dalam pengucapannya. Seperti contoh berikut ini : madang (makan) dalam bahasa Osing menjadi “madyang“, abang (merah) dalam bahasa Osing menjadi “abyang“. Masyarakat desa ini masih mempertahankan bentuk rumah sebagai bangunan yang memiliki nilai filosofi. Adapun bentuk rumah tersebut meliputi rumah tikel balung atau beratap empat yang melambangkan bahwa penghuninya sudah mantap, rumah crocogan atau beratap dua yang mengartikan bahwa penghuninya adalah keluarga yang baru saja membangun rumah tangga dan atau oleh keluarga yang ekonominya relatif rendah, dan rumah baresan atau beratap tiga yang melambangkan bahwa pemiliknya sudah mapan, secara materi berada di bawah rumah bentuk tikel balung.
Keunikan lainnya terdapat pada tradisi masyarakat yang mengkramatkan situs Buyut Cili, tiap malam Senin dan malam Jumat warga yang akan membuat hajatan selalu melakukan doa dengan membawa “pecel pitik” atau yang biasa kita kenal dengan sebutan urap-urap ayam bakar di situs Mbah Buyut Cili yang dipercaya sebagai salah seorang leluhurnya. Di samping itu, bagi pendatang yang bermalam di desa ini juga dianjurkan untuk berziarah ke situs Buyut Cili guna meminta izin demi keselamatan dirinya serta dilancarkan urusannya selama berada di Desa Kemiren. Bukan hanya itu, Buyut Cili ini dipercaya untuk mengabulkan permintaan masyarakat yang berziarah, asalkan permintaan tersebut harus bersifat baik. Salah satu caranya adalah dengan meminta berbagai bunga yang ada di makam tersebut kepada penjaga makam kemudian bunga tersebut dicampur dengan air untuk diminum tapi sebelumnya harus membaca basmalah dan shalawat 3x.
Desa Kemiren, terletak strategis ke arah menuju wisata Kawah Ijen, desa ini memiliki luas 117.052 m2 memanjang hingga 3 km yang di kedua sisinya dibatasi oleh dua sungai, Gulung dan Sobo yang mengalir dari barat ke arah timur. Di tengah-tengahnya terdapat jalan aspal selebar 5 m yang menghubungkan desa ini ke kota Banyuwangi di sisi timur dan pemandian Tamansuruh dan ke perkebunan Kalibendo di sebelah barat. Untuk bersekolah di atas SD, penduduk Kemiren harus menempuhnya di luar desa, ke ibukota kecamatan yang berjarak 2 km atau ke kota Banyuwangi yang berjarak 5 km. Adapun batas wilayah desa adalah;
- Sebelah Utara          : Desa Jambesari
- Sebelah Selatan                : Desa Olehsari
- Sebelah Barat          : Desa Tamansuruh
- Sebelah Timur         : Kelurahan Banjarsari
Desa yang berada di ketinggian 144 m di atas permukaan laut yang termasuk dalam topografi rendah dengan curah hujan 2000 mm/tahun sehingga memiliki suhu udara rata-rata berkisar 22-26°C ini memang cukup enak dan menarik dari sudut suhu udara dan pemandangan untuk wisata. Desa Kemiren. Pada siang hari, terutama pada hari-hari libur, jalan yang membelah Desa Kemiren ini cukup ramai oleh kendaraan umum dan pribadi yang menuju ke pemandian Tamansuruh, perkebunan Kalibendo maupun ke lokasi wisata Desa Osing.



Lokasi dan kondisi alam
 Kemiren mrupakan satu diantara 15 desa yang termasuk dalam Kecamatan Glagah. Desa Kemiren merupakan daerah dataran dengan ketinggian 144m di atas permukaan air laut. Dengan banyaknya curah hujan sekitar 2200 mm pertahun, dan suhu udara rata-rata berkisar 22-26 C. Letak Desa Kemiren dengan pusat ibu kota kecamatan berjarak sekitar 2km, dengan ibukota kabupaten 5km, dengan ibukota provinsi berjarak sekitar 294km.
Wilayah desa Kemiren , sebelah utara berbatasan dengan Desa Jambesari, sebelah selatan berbatasan dengan Desa Olehsari, sebelah barat dengan Desa Taansari, dansebelah timur berbatasan dengan Desa Banjarsari. Wilayah tersebut terdiri dari 2 dusun, yaitu Krajan dan Kedaleman . kedua dusun ini  masih dibagi-bagi menjadi 28 rukun tetangga dan 7 rukun warga.
Pola pemukiman Desa Kemiren memanjang dari timur ke barat kurang lebih 3km. Di tengah perkampungan yang memanjang ini ada sebuah jalan aspal dan bisa dilalui oleh berbagai kendaraan . jalan tersebut menghubungkan kota Banyuwangi ke perkebunan/ permandian Kalibendo serta ke daerah-daerah disebelah baratnya, seperti cungking dasn sekitarnya. Selain itu , desa kemiren berada diantara 2 sungai yang mengalir dari barat ke timur , yaitu Gulung dan Sobo. Sungai Gulung terletak disebelah utara desa yang sekaligus sebagai pembatas antara desa kemiren dan desa jambesari , sebelah selatan antara desa kemiren dan desa olehsari.
Luas Desa Kemiren 177,05 ha , 164,05 ha diantaranya adalah tanah milik penduduk setempat, dan sisanya merupakan tanah milik pemerintah atau tanah bengkok. Tanah milik penduduk tersebut 165,05 ha rincian penggunaannya adalah : tanah sawah  127,20 ha, pekarangan 9,76 ha , permukiman 13,20 ha dan sisanya merupakan makam , masjid tempat rekreasi dan jalan. Dengan adanya data tersebut desa Kemiren dapat ditarik seagai daerah persawahan . mengenai perairan  sawahnya berupa irigasi setengah teknis maupun teknis. Dalam pembagian airnya ada yang secara bergiliran selama setahun mendapat irigasi secara terusmenerus , dan setahun berikutnya  tidak mendapat pembagian air . ternyata sistem pembagian air tersebut berjalan sampapi sekarang.
Kondisi tanah berupa tanah subur yang berwarna hitam ke abu-abuan . oleh sebab itu kebanyakan petani menanam padi secara terus menerus , kecuali pengairannya setengah teknis dan menanamnya dengan teknis selang seling . tetapi kalau mendapat perairan selama satu tahun bbiasanya dimanfaatkan untuk menanam padi. Kemudian tahun berikutnya digunakan untuk menanm palawija  atau sayur-sayuran untuk tanah tegalan atau kebonan biasanya ditanami jenis tanaman keras seperti : kelapa, kluwek, durian, mangga kemiri . sedangkan pekarangan daerah sekitar rumah ditanami kentang, buah-buahan dan toga (obat-obatan).

Wilayah daerah Desa Kemiren termasuk daerah dataran yang banyak djumpai adanya sumberpsumber air atau belik.  Air tersebut dimanfaatkan untuk mandi, mencuci dan pengairan sawah. Sedangkan kebutuhan  memasak diperoleh dari belik yang ada di kalibendo  dengan cara dialirkan kerumah-rumah penduduk menggunakan pipa paralon atas biaya pemerintah pada waktu itu . selanjutnya untuk pemeliharaan diserahkan kepada masyarakat setempat.


 Pola pemukiman  desa kemiren
 Rumah penduduk selalu mengadap jalan , baik jalan desa maupun dusun sehingga rumah tersebut ada yang berjajar saling berhadap-hadapan dan ada pula yang saling membelakangi . di wilayah kemiren , jalan kampung (gang) yang menghubungkan rumah satu dengan rumah yang lainnya  tidak begitu lebar kurang lebih 1,5 m sehingga tidak bisa dilewati oleh kendaraan roda empat. Biasanya pembatas rumah  tidak begitu jelas , tetapi dengan jalan aatua gang dengan tanaman atau sayur-sayuran  dan ada pula yang memakai teh-tehan .

 Dopemukiman kemiren tersebut ada juga fasilitas penunjang seperti tempat ibadah dan aktivitas ekonomi , sekolahdll.  Menegenai makam didesa ini terdapat satu makam umum dan beberapa makam keluarga . khusu s untuk makammnya cikal bakal desajustru berada ditengah persawahan . untuk mencapainya memerlukan waktu sekitar 1 km.

 konsep tata ruang

                Konsep tata ruang , baik yang menyangkut ruang tempat tinggal maupun rumah tinggal mengacu pada budaya yang dimiliki oleh masyarakat pendukungnya . masyarakat using yang prinsipnya mendukung atau menganut budaya jawa dalam berbagai hal tidak berbeda jauh atau hampir serupa dengan masyarakat lain yan tinggal di jawa dengan menganut budaya jawa, khususnya Jawa Timur. Dengan demikian, dalam hal penataan ruang mereka memiliki konsep yang tidak jauh berbeda.


sejarah desa kemiren

Budaya suku Using bernama Kemiren. Lima kilometer arah barat kota Banyuwangi. Desa Kemiren telah ada sejak zaman kolonial VOC pada 1830-an. Desa kecil  dibelah jalan beraspal menuju pegunungan Ijen, dibatasi dua sungai Sobo dan Gulung, dihimpit perkebunan kopi, vanila, cengkeh dan karet, warisan kolonial VOC pada abad ke 17.
Desa Kemiren luasnya tak lebih 105.771 m2 ini, kental dengan tradisi dan kebudayaan. Kemiren menjadi pusat konservasi budaya suku Using—sebab kesenian yang beragam, lahan pertanian sangat subur dan tradisi yang terjaga. Desa ini menjadi incaran bagi peneliti-peneliti asing dari beragam ranah ilmu. Intelektual asing  yang singgah; Joh Scholte, Robert Wessing, Theodore Pigeaud, Anderson, Paul A. Wolber, Bernard Arps, Philip Yampolsky dan lain-lainnya. Tak heran, banyak gelar akademik; Sarjana, Master hingga Doktor, telah lahir dari desa kecil ini. Surga dunia bagi para ilmuwan!
Suhu udaranya berkisar 22 – 26 derajat celsius, di ketinggian 144 meter di atas permukaan laut. Iklim sangat sejuk. Di hari tertentu, suguhan pesta rakyat, ritual dan upacara adat, juga beragam kesenian tradisi dipertontonkan, seperti pentas gandrung terop, endhok-endhokan, janger, jaran kincak, mocoan lontar, angklung, kuntulan, barongan, kebo-keboan, sang hyang, seblang dan lainnya. Warga berdialek Using dalam keseharian, serta turut menjaga tradisi warisan leluhurnya.
Dalam literatur Belanda, Pigeaud (Scholte, 1972), menuliskan, orang-orang dari suku Using merupakan penduduk asli Banyuwangi. Konon, sisa laskar perang Blambangan (Banyuwangi) yang menyingkir ke hutan-hutan– akibat Perang Puputan Bayu di masa kolonial VOC. Puncaknya terjadi pada 18 Desember 1771, dan Belanda sendiri menyebut sebagai ”Minggu Kehancuran” dalam bahasa Belandanya ”De dramatische vernietiging van het Compagniesleger”.
Bagaimana tidak,  demi memperebutkan Blambangan, VOC telah menghabiskan delapan ton emas dan tak terhitung banyaknya tentara Eropa (Belanda) yang tewas. Bahkan sepuluh tahun setelahnya, orang-orang Using harus menghadapi gempuran dari kerajaan-kerajaan  tetangga;  Mataram, Majapahit, tentara bayaran Madura, Bali, Mandar dan Bugis. Kini, orang-orang Using terhimpit di antara kebudayaan besar; Jawa, Madura, Bali, Cina, Mandar dan Bugis.
Di desa Kemiren, Anda bisa menginap di rumah-rumah warga desa. Semisal, rumah Haji Sokib. Saudagar dan pedagang sapi yang cukup terpandang. Hewan ternaknya lebih 20 ekor, dan memiliki berhektar sawah-ladang. Rumahnya kokoh dan bertegel rapi. Beruntung, menyewa rumah Pak Haji yang memiliki fasilitas kamar mandi dan kakus. Penduduk desa lebih suka mandi-kakus di sungai dan menggunakan sumber air untuk segala macam urusan. “Lebih enak tak perlu repot!” kilah warga.
Kabut selalu menyelimuti desa-desa di pagi hari. Dinginnya terasa menusuk tulang. Di sepanjang jalan, orang-orang berlalu-lalang menuju sawah dan ladang garapan. Sarapan pagi, cukup sayur urap daun genjer atau sayur buah klentang. Sangat nikmat dengan nasi hangat yang dikukus.
Di ujung desa Kemiren, tersua panggung gandrung terop lengkap dengan panjak dan niyaga. Tata panggungnya sederhana. Pencahayaan seadanya. Dari belakang muncul penari gandrung melenggok, mengibaskan sampur, dan menggoyang pinggulnya yang sintal diiringi gandrung-gandrung muda. Lirik lagu gandrung menggambarkan perlawanan terhadap penguasa VOC di masa silam, syair puitiknya sarat dengan bahasa sandi.

0 Responses