penutup

PENUTUP

          
KEBUDAYAAN SUKU ANAK DALAM MENGHADAPI MASA DEPAN


            Mungkin kehidupan Suku Anak Dalam pada masa depan nantinya akan ikut terancam punah karena adanya pengalihan fungsi hutan Kota Jambi. ahli fungsi hutan ini menjadi ancaman yang serius bagi kehidupan Suku Anak Dalam dan untuk masalah ini Pemerintah harus sangat tegas dalam menanganinya. Sejak dua decade terakhir, ahli fungsi hutan kawasan hutan telah menyebabkan konflik humanistic baik yang dilakukan oleh individu maupun perusahaan. 

            Ketika hendak diproses dengan membuat berita acara, tidak ada pihak yang bisa menerjemahkan bahasa suku Kubu. “Sulit diproses. Tidak ada penerjamah yang paham bahasa mereka dengan baik. Mau diambil sumpah, ya agama dia apa?” kata Agus Yudharto.
Sungai Bahar hanya ditempuh selama 2,5 jam dari Kota Jambi dengan mobil. PT Asiatik Persada memiliki wilayah perkebunan sawit seluas 20.000 ha sejak tahun 1987 di daerah itu. “Itu yang dapat izin resmi. Ada berapa kali lipat dari jumlah itu yang tidak jelas memiliki izin atau tidak,” kata seorang warga di Sungai Bahar. “Sertifikat mereka tidak jelas peta tanahnya,” tambahnya.
Masuknya perusahaan perkebunan itulah, bersama beberapa perusahaan karet dan sawit lainnya, praktis tidak menyisakan hutan rimba lagi bagi manusia rimba.
 Mereka kini hidup terlunta-lunta, tak bisa berburu kancil, rusa, dan binatang lain seperti dulu. Di antara pohon sawit ditempeli larangan tidak boleh berburu binatang. Meski suku Kubu tidak paham arti tulisan itu, tetap saja mereka ditinggal habitatnya. Anggota Dewan Penasihat Presiden, Subur Budisantoso bersama Ketua Umum Yayasan Trisula Nusantara Hencky Luntungan yang berkunjung ke lokasi berjanji mengembalikan suku Kubu ke hakikatnya sebagai manusia merdeka.

            Caranya, mereka harus memiliki wilayah yang mereka kuasai tanpa diusik-usik oleh kuatnya uang milik investor perkebunan sawit dan karet. “Kalau anjing kencing, dia mencari pohon atau batu. Kalau kucing membuang kotoran, dia menggali lubang dulu. Setelah selesai membuang kotorannya, dia akan menutup kembali. Tanda bahwa dia menguasi wilayah itu. Mengapa manusia, seperti suku Anak Dalam tidak boleh menguasai sebidang tanah sedikit pun supaya mereka bisa bertahan hidup?” tanya Subur Budisantoso.
            Ada beberapa anggota manusia rimba yang bisa bergaul dengan “orang luar” dan mulai mendapat pendidikan. Beberapa yang sudah paham kemudian melaporkan masalah mereka ke pihak penegak hukum. Namun, tetap saja nasib mereka tidak tertolong. Pemuka Adat Sungai Bahar Tengku Sembilah Bilah mengatakan hidup orang Malau Sesat dikepung dari dalam dan dari luar. “Kami ini, kini tidur tidak tahu rumah, kalau mati pun kami tidak tahu di mana harus dikuburkan. Semua tanah ulayat yang menjadi hak kami diambil oleh pihak-pihak luar,” katanya.

            Namun kini masyarakat suku anak dalam sudah memulai adanya komunikasi dengan masyarakat luar. Biasanya komunikasi ini terjadi ketika masyarakat suku anak dalam melakukan pertukaran hasil produksi pertanian, perladangan dan pengeksporan komoditas hutam untuk di jual ke masyarakat luar suku dalam. Hal ini secara tidak langsung mampu mendorong mereka untuk menerima berbagai komunikasi dan pengetahuan baru dari masyarakat luar. Memang belum semua masyarakat suku anak dalam menerima dan melakukan kontak sosial dengan masyarakat luar suku anak dalam , namun dengan adanya masyarakat suku dalam yang sudah melalukan kontak social dengan masyarakat luar mereka bisa berbagi dan memberikan pengetahuan yang mereka miliki ke masyarakat suku anak dalam lainnya. Hal yang di khawatirkan adalah keseimbangan hubungan antar penduduk suku anak dalam dapat terganggu. Di sisi positif ada baiknya suku anak dalam menerima pelajaran baru dan melakukan kontak sosial dengan masyarakat lain. Di sisi negatif dampaknya akan timbul kecemburuan sosial karena masyarakat yang mendapatkan pelajaran baru akan merasa lebih pintarr dan lebih tau ketimbang masyarakat yang tidak mengetahui apa-apa.

            KEBUDAYAAN SEBAGAI ASET PARIWISATA

            Suku anak dalam mempunyai beberapa kebudayaan asli yang hingga saat ini masih terjaga keutuhan dan keasliannya. Di antaranya ada Salako, salako adalah  sejenis puisi untuk orang rimba atau orang suku anak dalam. Seloko juga dapat menjadi pedoman hokum bahgi para pemimpin suku anak dalam. Ada pula kebudayaan yang masih sangat terjaga hingga sekarang yaitu kebudayaan melangun dimana budaya / kepercayaan bahwa zenajah orang yang meninggal tidak langsung di kuburkan. Secara garis besar kampong suku anak dalam bisa menjadi salah satu pariwisata yang menarik. Suku anak dalam dapat dimasukan ke dalam golongan wisata special interest atau wisata minat khusus.

            Mengapa demikian?  Karena suku anak dalam mennawarkan hal wisata yang berbeda, tidak semua orang mau berwisata ke tempat seperti ini. Untuk berwisata ke suku anak dalam diperlukan proses. Pertama wisatawan harus menemui tumenggung atau kepala adat untuk mendapatkan persetujuan untuk melakukan kunjungan ke suku anak dalam.
            Hal menarik lainnya adalah suku anak dalam bisa menyediakan paket home stay di dalam hutan. Jadi wisatawan dapat merasakan langsung kehidupan dan kegiatan masyarakat suku anak dalam. Mulai dari berburu hingga berladang. Untuk hal seperti ini suku anak dalam menunjuk sapari. Sapari adalah orang kepercayaan bagi masyarakat suku anak dalam. Apabila ada wisatawan minat khusus yang ingin merasakan tinggal langsung bersama suku anak dalam wisatawan akan di temani oleh sapari dan seorang debalang batin yaitu pengawal kepercayaan kepala suku.  Debalang batin akan ditugaskan untuk mengurus dan menyiapkan serta mengawasi wisatawan yang datang berkunjumh atau melakukan home stay di suku amak dalam.

            Menarik bukan?  Ya berwisata dengan cara seperti ini memang sangat menarik dan jarang di lakukan oleh wisatawan. Hal ini dapat menimbulkan kesan berbeda dan akan menciptakan kesan tersendiri bagi wisatawan karena berkunjung ke suku anak dalam. Mereka dapat merasakan langsung hidup di hutan rimba bersama suku anak dalam.


0 Responses