Suku Baduy merupakan suku Tradisional dari Provinsi Banten hampir mayoritas mengakui kepercayaan sunda Wiwitan. yang dimana kepercayaan itu meyakini akan adanya allah sebagai "Guriang Mangtua" atau disebut dengan Pencinta Alam Semesta dan melaksakan kehidupan sesuai ajaran Nabi Adam ajaran leluhur yang mewarisi kepercayaan turunan. Kepercayaan Sunda Wiwitan berorientasi pada bagian menjalani kehidupan yang mengandung ibadah dalam berprilaku, pola kehidupan sehari-hari, langkah dan ucapan dengan memlalui hidup yang mengagungkan kesederhanaan (tidak bermewah-mewah) seperti tidak menggunakan listrik, tembok,mobil, dll.
Ada beberapa kegiatan yang dilakukan oleh masyarakat Suku Baduy menurut kepercyaan Sunda Wiwitan, seperti :
- Upcara Kawalu : Upacara ini yang dilakukan dalam rangka menyambut bulan kawalu yang dianggap suci, dimana pada bulan kawalu masyarakat Baduy melaksanakan ibadah puasa selama 3 bulan, yaitu bulan Kasa, Karo dan Katiga, yang artinya pada bulan pertama,kedua dan ketiga.
- Upacara Ngalaksa : yaitu upacara besar yang dilakukan masyarakat Baduy sebagai ucapan rasa syukur telah melawi bulan-bulan kawalu, setelah melaksanakan puasa 3 bulan. Ngalaksa atau yang sering disebut Lebaran (idul Fitri).
- Seba : yaitu berkunjung ke pemerintahan daerah atau puasat yang bertujuan merapatkan tali silaturahmi anatara masyarakat Baduy dengan Pemerintah, dan merupakan bentuk penghargaan dari masyarakat Baduy.
- Perkawina :
- Upacara ini di lakukan berdasarkan jodoh dan dilakukan oleh dukun atau kokolot menurut lembaga adat (tangkesan) sedangkan Naib sebagai penghulunya. Adapun mengenai mahar atau seserahan yakni sirih, uang semampunyan dank ain poleng. Dalam melaksanakan kegiatan sehari-hari masyarakat Baduy setiap pelaksana harus sesuai penanggalan, seperti :
- 1. Bulan Kasa. 7. Bulan Katujuh.
- 2. Bulan Karo. 8. Bulan Kalapan.
- 3. Bulan Katilu. 9. Bulan Kasambilan.
- 4. Bulan Sapar. 10. Bulan Kasapuluh.
- 5. Bulan Kalima. 11. Bulan Hapid Lemah.
- 6. Bulan Kaanem. 12. Bulan Hapid Kayu.
s apabila ada masyarakat Suku Baduy yang melanggar salah satu pantangan maka akan dikenai hukuman berupa diasingkan ke hulu atau dipenjara oleh pihak polisi yang berwajib. Kepercayaan tersebut ditujukan dengan adanya pikukuh atau ketentuan yang dianut dalam kehidupan sehari-hari orang Kanekes. Adapun isi terpenting dalam 'pikukuh' (kepatuhan) Kanekes tersebut adalah "Tanpa Perubahan Apapun", atau perubahan sedikitpun :
Lojor heunteu beunang dipotong, pèndèk heunteu
beunang disambung. (Panjang tidak bisa/tidak boleh dipotong,
pendek tidak bisa/tidak boleh disambung).
Tabu tersebut dalam kehidupan sehari-hari di interprestasikan secara harafiah. Di bidang pertanian bentuk pikukuh tersebut adalah dengan tidak mengubah kontur lahan bagian ladang, sehingga cara berladangnya sangat sederhana, tidak mengolah lahan degan bajak, tidak membuat terasering, hanya menanam dengan tugal, yaitu sepotong bambu yang diruncingkan. Objek kepercayaan terpenting bagi masyarakat Kanekes adalah Arca Domas, yang
lokasinya dirahasiakan dan dianggap paling sakral. Orang Kanekes mengunjungi
lokasi tersebut untuk melakukan pemujaan setahun sekali pada bulan Kalima,
yang pada tahun 2003 bertepatan dengan bulan Juli. Hanya Pu'un atau ketua adat tertinggi dan beberapa
anggota masyarakat terpilih saja yang mengikuti rombongan pemujaan tersebut. Di
kompleks Arca Domas tersebut terdapat batu lumpang yang menyimpan air hujan.
Apabila pada saat pemujaan ditemukan batu lumpang tersebut ada dalam keadaan
penuh air yang jernih, maka bagi masyarakat Kanekes itu merupakan pertanda
bahwa hujan pada tahun tersebut akan banyak turun, dan panen akan berhasil
baik. Sebaliknya, apabila batu lumpang kering atau berair keruh, maka merupakan
pertanda kegagalan panen (Permana, 2003a).
Bagi sebagian kalangan, berkaitan dengan keteguhan masyarakatnya,
kepercayaan yang dianut masyarakat adat Kanekes ini mencerminkan kepercayaan
keagamaan masyarakat Sunda secara umum sebelum masuknya islam.