SEJARAH SUKU ANAK DALAM
               Sampai saat ini sejarah atau asal-usul tentang Suku Anak Dalam belum dapat diketahui secara pasti. Informasi dari hasil penelitian terhadap mereka secara garis genetis belum diperoleh. Meski dapat dipastikan bahwa mereka merupakan bagian dari ras mongolid yang telah hadir di Kepulauan Nusantara paling tidak sejak 4.000 tahun siala. Dilihat dari sudut pandang antropologi fisik, Suku Anak Dalam merupakan penduduk dari Indonesia asli, yang sangat erat ekstensitasnya sebagai penghuni hutan diSumatra. Warna kulit mereka sawo matengdengan ramnut hitam, tebal, dan berombak. Di Asia Tenggara, kelompok etnis yang mempunyai cirri fisik yang sama dengan Suku Anak Dalam adalah orang Senoi dipedalaman Malaysia, sedangkan didaerah Riau, adalah orang Sakai dari Bengkalis.
               Banyak pendapat tentang asal-usul mereka,salah satunya adalah pendapat yang menyatakan bahwa nenenk moyang Suku Anak Dalam masuk wilayah pantai dan pedalaman Jambi antara tahun 2000SM sampai dengan 500SMn. Pendpata lain menyatakan bahwa mereka berasal dari kerajaan Sriwijaya yang diserang oleh kerajaan Chola di India, kerajaan Singgosari dan Kerajaan Majapahit. Nenenk moyang Suku Anak Dalama tidak mau tunduk kepada musuh dan memilih menjaga kehormatan dengan melarikan diri ke pedalaman hutan.
               Pendapat lain menyatakan bahwa Sejarah Suku Anak Dalam  bermula dari peristiwa pecahnya perang antara Kesultanan Palembang dan KErajaan Jambi di Air Hitam tahun 1629. Dilihat dari bahasa, senjata, adat istiadat, hokum kemasyarakatan dapat disimpulkan sementara bahwa Suku Anak Dalam merupakan keturunan pasukan pertahanan orang banteng atau ulu baling dari Kerajaan Melayu. Pada saat terjadi peperangan, nenk moyang mereka menyingkirkan kedlam hutan dan bertahan.
               Menurut cerita lisan yang berkembang dalam komunitas mereka, nenek myang Suku Anak Dalam merupakan keturunan Ratu Jambi yang masih keterunan Kerajaan Minangkabau. Pada suatu saat nenek moyang merka mendapat seragan dari Kerajaan Berhala. Mereka melarikan diri karena kalah dan memutuskan tinggal disekitar Bukit Duabelas, Pemilihan Bukit Duabelas sebagai tempat tinggal baru karena banyak benteng alami berupa batuan yang berfungsi sebagai perisai untuk menghindari kejaran lawan. Cerita lisan lainnya yang beredar mengisahkan bahwa pada masa lalu ada seorang laki-laki yang bernama Bujang Dewo, Bujang Mapalangi dan Putri Selaro memilih keluar dari hutan untuk menjadi orang luar, sementara Bujang Dewo dan Putri Gadong memilih menetap tinggal dihutan, dan menjadi nenek moyang Suku Anak Dalam.
               Eksistensi Suku Anak Dalam dimasa lalu tidak banyak bisa ditelusuri kecuali dari berbagai penelitian asing yang melaporkan selintas keberadaan “manusia hutan” didaerah Jambi. data mengenai bagaimana kehidupan Suku Anak Dalam pada masa penjajahan Belanda ayau pada masa awal berdirinya republic Indonesia sangat susah diperoleh. Hal ini disebabkan karena  Suku Anak dalam hidup terisolasi dihutan belantara sehingga keberadaannya mereka juga luput dari pengawasan. Salah satu penyebab kendala hubungan dengan dunia luar karena berada ditengah hutan dan berpindah-pindah, dan akses jalan menuju kesana belum ada sehingga menyebabkan orang luar sulit memasuki wilayah Suku Anka Dalam, sementara mereka juga tidak merasa perlu memasuki wilayah desa. Perhatian kepada Suku Anak Dalam ditunjukan Pemerintah pada masa kepemimpinan Sultan Thaha Saifudin di Jmbi tahun 1856-1904.  Diamana beliau menganugrahi pemimpin Suku Anak Dalam dengan gelar “ tumenggung” sebagai bentuk penghormatan . gealar tersebut diberikan kepada Tumenggung Besar Singo Jayo, Tumenggung Kerti Singo Jayo, dan masing-masing memimpin wilayah ketumenggungan.
               Sejak tahun 1990-an, perhatian dari kalangan non pemerintah pada eksistensi Suku Anak Dalam mulai marak dilakukan oleh beberapa lembaga swadaya masyarakat seperti Warung Konservasi dan kelompok Peduli Suku Anak Dalam (kospad), umumnya mereka bergerak dalam usaha untuk meningkatkan kesejahteraan Suku Anak Dalam baik melalui pendidilkan, kesehatan maupun ekonomi.
               Kontak Suku Anak dalam dengan dunia luar mulai intensif sejak sekitar tahun 1977 saat dimulainya program transmigrasi berada disekitar hutan untuk pembuatan jalan, hak penguasaan hutan, perkebunan, lahan transmigrasi, dan lain-lain membuat kontak antara Suku Anak Dalam dengan orang klain lebih terbuka.
               Adanya program Pemerintah dan non pemerintah yang mengatasnamakan mereka, membuat Suku Anak Dalam mulai sering melakukan kontak dengan dunia luar. Pada masa lalu hubungan dengan orang luar hanya bisa dilakukan melalui jenang, yakni oaring yang dipercayaasepenuhnya oleh masyarakat Suku Anak Dalam untuk berhubungan atau menyelesaikan masalah dengan orang luar seperti masalah denda yang harus dibayar orang luar karena merusak lingkungan Suku Aanak Dalam atau hal-hak yang berkaitan dengan aktivitas jual beli komoditas hasil hutan. Saat ini dengan banyaknya peserta transmigrasi yang tinggal disekitar hutan wilayah mereka bermukim, membuat Suku Anak Dalam dapat berhubungan dengan orang-oarang desa tanpa harus melalui jenang.
               Walaupun saat ini Suku Anak Dalam bersiakap lebih terbuka pada orang luar dibandingkan pada masa-masa sebelumnya, namun mereka memiliki aturan-aturan khusus dimaana tidak setiap orang dapat dengan mudah memasuki daerah pemukiman mereka. Kedatangan orang asing harus seizing pemimpin rombong terlebih dahulu dan harus sanggup menaati norma-norma yang berlaku dkalangan Suku Anak Dalam. Jika memasuki wilayah tanpa izin ketua rombong atausaat tidak ada kaum laki-laki dipemukiman mereka, maka akan dikenakan denda membayar kain.
               Komunikasi antara Suku Anak Dalam dengan masyrakat luar saat ini telah terjalin dengan baik. Mereka kerap dilibatkan dalam penemuan-penemuan penting misalnya mengenai program yang menyangkut peningkatan tariff kesejahteraan, pentingnya pendidikanm dan kesadaran kesehatan. Sebagian kecil rombong Suku Anak Dalam ada yang telah memiliki pesawat televise aytau radio, sehingga merekapun dengan cepat mengetahui indormasi yang ada. Mereka tahu siapa yang memimpin mereka mulai dari presidden, menteri, gubernur, bupati, camat, dan lurah yang umumnya mereka sebut sebagai rajo. Istilah rajo juga diberlakukan untuk pemimpin negeri bahkan unntuk menyebut orang-orang yang dianggap banyak membantu dalam kehidupan mereka. Sekalipun prinsip mereka mematuhi peraturan pemerintah baik pusat maupun daerah, namun mereka memiliki aturan dan norma khusus yang berlaku untuk kalangan mereka yang harus dihormati oleh orang luar, termasuk para rajo.


0 Responses