Kebudayaan Bali
a. Lokasi (Geografi, klimatologis, astronomis)
Pulau Bali adalah bagian
dari Kepulauan Sunda Kecil sepanjang 153 km dan selebar 112
km sekitar 3,2 km dari Pulau Jawa. Secara astronomis, Bali terletak di
8°25′23″ Lintang Selatan dan 115°14′55″ Bujur Timur yang membuatnya beriklim
tropis seperti bagian Indonesia yang lain. Gunung Agung adalah
titik tertinggi di Bali setinggi 3.148 m.
Gunung berapi ini terakhir meletus
pada Maret 1963. Sekitar 30.000 tahun yang lalu, Gunung Batur meletus
dan menghasilkan bencana yang dahsyat di bumi. Berbeda dengan di bagian
utara, bagian selatan Bali adalah dataran rendah yang dialiri
sungai-sungai.Berdasarkan relief dan topografi, di tengah-tengah Pulau Bali
terbentang pegunungan yang memanjang dari barat ke timur dan di antara
pegunungan tersebut terdapat gugusan gunung berapi yaitu Gunung Batur dan
Gunung Agung serta gunung yang tidak berapi, yaitu Gunung Merbuk, Gunung Patas
dan Gunung Seraya. Adanya pegunungan tersebut menyebabkan Daerah Bali secara
Geografis terbagi menjadi 2 (dua) bagian yang tidak sama yaitu Bali Utara
dengan dataran rendah yang sempit dan kurang landai dan Bali Selatan dengan
dataran rendah yang luas dan landai. Kemiringan lahan Pulau Bali terdiri dari
lahan datar (0-2%) seluas 122.652 ha, lahan bergelombang (2-15%) seluas 118.339
ha, lahan curam (15-40%) seluas 190.486 ha dan lahan sangat curam (>40%)
seluas 132.189 ha. Provinsi Bali memiliki 4 (empat) buah danau yang berlokasi
di daerah pegunungan, yaitu Danau Beratan, Buyan, Tamblingan dan Danau Batur. Ibu kota Bali
adalah Denpasar.
Luas wilayah Provinsi Bali adalah 5.636,66 km2 atau
0,29% luas wilayah Republik Indonesia. Secara administratif Provinsi Bali
terbagi atas 9 kabupaten/kota, 55 kecamatan dan 701 desa/kelurahan.
Batas
wilayah
Utara
: Laut Bali
Timur
: provinsi Nusa Tenggara Barat
Selatan
: Samudera Indonesia
Barat
: Provinsi Jawa Timur
b. Demografi (Jumlah, Sebaran)
Penduduk Bali kira-kira
sejumlah 4 juta jiwa, dengan mayoritas 92,3% menganut agama Hindu.
Agama lainnya
adalah Buddha, Islam,Protestan dan Katolik Selain dari sektor
pariwisata, penduduk Bali juga hidup dari pertanian dan perikanan.
Sebagian juga memilih
menjadi seniman. Bahasa yang digunakan di Bali adalah Bahasa Indonesia Bali dan Inggris khususnya
bagi yang bekerja di sektor pariwisata.
c. Sejarah
(Periode praaksara, Periode Hindu/Budha, Periode muslim, Periode kolonial dan Periode merdeka )
Masa Prasejarah
Zaman
prasejarah Bali merupakan awal dari sejarah masyarakat Bali, yang ditandai oleh
kehidupan masyarakat pada masa itu yang belum mengenal tulisan. Walaupun pada
zaman prasejarah ini belum dikenal tulisan untuk menuliskan riwayat
kehidupannya, tetapi berbagai bukti tentang kehidupan pada masyarakat pada masa
itu dapat pula menuturkan kembali keadaanya Zaman prasejarah berlangsung dalam
kurun waktu yang cukup panjang.
Masa berburu dan
mengumpulkan makanan tingkat sederhana
Penelitian
yang dilakukan sejak tahun 1960 dengan ditemukan di Sambiran (Buleleng bagian
timur), serta di tepi timur dan tenggara Danau Batur
(Kintamani) alat-alat batu yang digolongkan kapak genggam, kapak
berimbas, dan serut. Kini disimpan di Museum Gedong Arca di Bedulu,
Gianyar.
Masa berburu dan
mengumpulkan makanan tingkat lanjut
Pada
masa mesolithik pada tahun 1961 di Gua Selonding, Pecatu
(Badung) daerah pegunungan gamping di Semenanjung
Benoa, ditemukan alat-alat terdiri dari serpih dan serut dari batu dan
alat dari tulang. Alat-alat semacam ini
ditemukan pula di sejumlah gua Sulawesi Selatan
dan terkenal pula di Australia Timur.
Masa bercocok tanam
Mengumpulkan
makanan (food gathering) berubah menjadi menghasilkan makanan (food
producing). Sisa-sisa kehidupan dari masa bercocok tanam di Bali antara
lain berupa kapak batu persegi dalam berbagai
ukuran, belincung dan panarah batang pohon.
Masa perundagian
Pada
zaman ini jenis manusia yang mendiami Indonesia dapat diketahui dari berbagai
penemuan sisa-sisa rangka dari berbagai tempat, yang terpenting di antaranya
adalah temuan-temuan dari Anyer Lor (Banten), Puger (Jawa Timur),
Gilimanuk (Bali) dan Melolo (Sumbawa). Selain itu di Bali ada cara penguburan
ialah peti mayat atau sarkofagus yang dibuat dari batu padas yang lunak atau
yang keras terdapat di tepi pantai Gilimanuk (Jembrana).
Gong,
yang ditemukan pula di berbagai tempat di Nusantara,
merupakan alat musik yang diperkirakan berakar dari masa perundagian.
Di
luar Indonesia tradisi ini berkembang di Filipina,
Thailand, Jepang
dan Korea. Adapun temuan lain: batu berdiri (menhir) yang terdapat di Pura Ratu Gede Pancering
Jagat di Trunyan. Di pura in terdapat sebuah arca yang disebut arca Da Tonta
Gua
Gajah (sekitar abad XI), salah satu peninggalan masa awal periode Hindu di
Bali.
Pada abad-abad pertama Masehi sampai dengan lebih kurang tahun 1500, yakni dengan lenyapnya Kerajaan Majapahit merupakan masa-masa pengaruh Hindu. Dengan adanya pengaruh-pengaruh dari India itu berakhirlah zaman prasejarah. Berdasarkan keterangan-keterangan yang ditemukan pada prasasti abad ke-8 Masehi dapatlah dikatakan bahwa periode sejarah Bali Kuno meliputi kurun waktu antara abad ke-8 Masehi sampai dengan abad ke-14 Masehi dengan datangnya ekspedisi Mahapatih Gajah Mada dari Majapahit yang dapat mengalahkan Bali. Hal ini dapat diketahui dari beberapa prasasti, di antaranya dari Prasasti Blanjong yang dikeluarkan oleh Sri Kesari Warmadewa pada tahun 913 Masehi yang menyebutkan kata "Walidwipa".
Masa
1343-1846
Masa
ini dimulai dengan kedatangan ekspedisi Gajah Mada
pada tahun 1343.
Kedatangan Ekspedisi
Gajah Mada
Ekspedisi
Gajah Mada ke Bali dilakukan pada saat Bali diperintah oleh Kerajaan Bedahulu dengan Raja
Astasura Ratna Bumi Banten dan Patih Kebo Iwa.
Dengan terlebih dahulu membunuh Kebo Iwa, Gajah Mada memimpin ekspedisi bersama
Panglima Arya Damar dengan dibantu oleh
beberapa orang arya. Penyerangan ini
mengakibatkan terjadinya pertempuran antara pasukan Gajah Mada dengan Kerajaan
Bedahulu. Pertempuran ini mengakibatkan raja Bedahulu dan putranya wafat.
Setelah Pasung Grigis menyerah, terjadi
kekosongan pemerintahan di Bali. Untuk itu, Majapahit menunjuk Sri Kresna Kepakisan untuk memimpin pemerintahan di
Bali dengan pertimbangan bahwa Sri Kresna Kepakisan memiliki hubungan darah
dengan penduduk Bali Aga. Dari sinilah berawal wangsa
Kepakisan.
Zaman Kerajaan Klungkung
Pemberontakan I Gusti Agung Maruti
ternyata telah mengakhiri Periode Gelgel. Kerajaan-kerajaan pecahan Klungkung:
1. Kerajaan Badung,
yang kemudian menjadi Kabupaten
Badung.
2. Kerajaan Mengwi,
yang kemudian menjadi Kecamatan Mengwi.
3. Kerajaan Bangli,
yang kemudian menjadi Kabupaten
Bangli.
4. Kerajaan
Buleleng, yang kemudian menjadi Kabupaten Buleleng.
5. Kerajaan Gianyar,
yang kemudian menjadi Kabupaten
Gianyar.
6.Kerajaan Karangasem,
yang kemudian menjadi Kabupaten Karangasem.
7. Kerajaan Klungkung,
yang kemudian menjadi Kabupaten Klungkung.
8. Kerajaan Tabanan,
yang kemudian menjadi Kabupaten
Tabanan.
9.Kerajaan Denpasar,yang kemudian menjadi
Kota Madya Denpasar
Masa 1846-1949
Pada
periode ini mulai masuk intervensi Belanda ke Bali dalam rangka
"pasifikasi" terhadap seluruh wilayah Kepulauan Nusantara. Belanda masuk ke Bali disebabkan beberapa
hal: beberapa aturan kerajaan di Bali yang dianggap mengganggu kepentingan
dagang Belanda, penolakan Bali untuk menerima monopoli yang ditawarkan Batavia,
dan permintaan bantuan dari warga Pulau Lombok
yang merasa diperlakukan tidak adil oleh penguasanya (dari Bali).
Perlawanan Terhadap
Orang-Orang Belanda
1. Perang Buleleng (1846)
2. Perang Jagaraga (1848--1849)
3. Perang Kusamba (1849)
4. Perang Banjar (1868)
5. Puputan Badung (1906)
6. Puputan Klungkung (1908)
Dengan
kemenangan Belanda dalam seluruh perang berarti secara keseluruhan Bali telah
jatuh ke tangan Belanda.
Zaman Penjajahan Belanda
Sejak
kerajaan Buleleng jatuh ke tangan Belanda mulailah pemerintah Belanda ikut
campur mengurus soal pemerintahan di Bali. Dengan mengubah nama raja dengan
regent untuk daerah Buleleng dan Jembrana serta menempatkan P.L. Van Bloemen
Waanders sebagai controleur yang pertama di Bali.
Untuk
di daerah Bali, kedudukan raja merupakan pemegang kekuasaan tertinggi, yang
pada waktu pemerintahan kolonial didampingi oleh seorang controleur. Belanda
membuka sebuah sekolah rendah yang pertama di Bali, yakni di Singaraja (1875) yang dikenal dengan nama Tweede
Klasse School. Pada tahun 1913 dengan nama Erste Inlandsche School dan sekolah
Belanda dengan nama Hollands Inlandshe School (HIS)berasal dari anak bangsawan
dan golongan kaya.
Lahirnya Organisasi
Pergerakan
Para
pemuda pelajar dan beberapa orang yang telah mendapatkan pekerjaan di kota
Singaraja berinisiatif untuk mendirikan sebuah perkumpulan dengan nama
"Suita Gama Tirta" yang bertujuan untuk memajukan masyarakat Bali
dalam dunia ilmu pengetahuan melalui ajaran agama. Sayang perkumpulan ini tidak
burumur panjang. Kemudian diganti dengan nama "Shanti" pada tahun
1923. Perkumpulan ini memiliki sebuah majalah yang bernama "Shanti
Adnyana" lalu berubah "Bali Adnyana".
Pada
tahun 1925 di Singaraja ada perkumpulan dengn
nama "Suryakanta" dan memiliki sebuah majalah yang diberi nama
"Suryakanta". Seperti perkumpulan Shanti, Suryakanta menginginkan
agar masyarakat Bali mengalami kemajuan dalam bidang pengetahuan dan
menghapuskan adat istiadat yang sudah tidak sesuai dengan perkembangan zaman.
Di Karangasem ada perhimpunan"Satya Samudaya Baudanda Bali Lombok"
anggotanya terdiri pegawai negeri dan masyarakat umum dengan tujuan menyimpan
dan mengumpulkan uang untuk kepentingan studiefonds.
Zaman Pendudukan Jepang
Setelah
melalui beberapa pertempuran, tentara Jepang
mendarat di Pantai Sanur pada tanggal 18 dan 19 Februari 1942.
Dari arah Sanur ini tentara Jepang memasuki kota Denpasar
dengan tidak mengalami perlawanan apa-apa. Kemudian, dari Denpasar inilah
Jepang menguasai seluruh Bali. Mula-mula yang meletakkan dasar kekuasaan Jepang
di Bali adalah pasukan Angkatan Darat Jepang (Rikugun). Karena selama
pendudukan Jepang suasana berada dalam keadaan perang, seluruh kegiatan
diarahkan pada kebutuhan perang. Para pemuda dididik untuk menjadi tentara Pembela Tanah Air (PETA). Untuk daerah Bali, PETA
dibentuk pada bulan Januari tahun 1944 yang program dan syarat-syarat
pendidikannya disesuaikan dengan PETA di Jawa.
Zaman Kemerdekaan
Menyusul
Proklamasi Kemerdekaan Indonesia, pada tanggal
23 Agustus 1945,
Mr. I Gusti Ketut Puja tiba di Bali dengan membawa mandat pengangkatannya
sebagai Gubernur Sunda Kecil. Sejak kedatangan beliau inilah Proklamasi
Kemerdekaan Indonesia di Bali mulai disebarluaskan sampai ke desa-desa. Pada
saat itulah mulai diadakan persiapan-persiapan untuk mewujudkan susunan
pemerintahan di Bali sebagai daerah Sunda Kecil
dengan ibu kotanya Singaraja.
Sejak
pendaratan NICA di Bali, Bali selalu menjadi
arena pertempuran. Dalam pertempuran itu pasukan RI menggunakan sistem gerilya. Untuk memperkuat pertahanan di Bali,
didatangkan bantuan ALRI dari Jawa yang kemudian menggabungkan diri ke dalam
pasukan yang ada di Bali. Karena seringnya terjadi pertempuran, pihak Belanda
pernah mengirim surat kepada Rai untuk mengadakan perundingan. Akan tetapi,
pihak pejuang Bali tidak bersedia.
Pada
28 Mei 1946 Rai mengerahkan pasukannya menuju ke timur dan ini terkenal dengan
sebutan "Long March". Selama diadakan "Long March" itu
pasukan gerilya sering dihadang oleh tentara Belanda sehingga sering terjadi
pertempuran. Pertempuran yang membawa kemenangan di pihak pejuang ialah
pertempuran Tanah Arun, yaitu pertempuran yang terjadi di sebuah desa kecil di
lereng Gunung Agung, Kabupaten Karangasem. Dalam pertempuran Tanah Arun yang
terjadi 9 Juli 1946 itu pihak Belanda banyak menjadi korban.
Masa 1949-2007
Pada
12 Oktober 2002,
terjadi pengeboman di Kuta
yang menyebabkan sekitar 202 orang meninggal dan ratusan lainnya luka-luka.
Sebagian besar korban meninggal adalah warga Australia
dan Indonesia.
Proses Sejarah Bali dari jaman Belanda samapai sekarang
http://www.marketingkita.com/2017/08/pengertian-pemasaran-dalam-ilmu-marketing.html