SISTEM
KESENIAN
Seni Tadisional di Toraja
Dalam tradisi
Toraja, karya seni yang sangat menonjol adalah arsitektur berupa bangunan rumah
adat (Tongkonan) dan lumbung padi (Alang) dan Ukiran. Dinding Tongkonan dan Alang diukir dengan ragam hias tradisional Toraja, disebut Tongkonan sura’ (banua sura’) dan Alang sura’.
Namun tidak semua rumah dan lumbung padi dihiasi dengan ukiran, karena beberapa
motif ukiran merupakan simbol status sosial bagi orang-orang tertentu dalam
masyarakat Toraja, sehingga penerapan motif-motif tertentu harus sesuai dengan
adat dan tradisi.
Rumah
Adat Suku Toraja mengalami perkembangan terus sampai kepada rumah yang dikenal
sekarang ini. Perkembangan itu meliputi penggunaan ruangan, pemakaian bahan,
bentuk, sampai cara membangun. Sampai pada keadaannya yang sekarang rumah adat
suku Toraja berhenti dalam proses perkembangan. Sekalipun begitu, sejak asalnya
rumah adat ini sudah punya ciri yang khas. Ciri ini terjadi karena pengaruh
lingkungan hidup dan adat istiadat suku Toraja sendiri. Seperti halnya rumah
adat suku-suku lain di Indonesia yang umumnya dibedakan karena bentuk atapnya,
rumah adat Toraja inipun mempunyai bentuk atap yang khas. Memang mirip dengan
rumah adat suku Batak, tetapi meskipun begitu rumah adat suku Toraja tetap
memiliki ciri-ciri tersendiri.
1.
Pada mulanya rumah yang didirikan masih berupa semacam pondok yang diberi nama
Lantang Tolumio. Ini masih berupa atap yang disangga dangan dua tiang + dinding
tebing .
2.
Bentuk kedua dinamakan Pandoko Dena. Bentuk ini biasa disebut pondok pipit
karena letak-nya yang diatas pohon. Pada prinsipnya rumah ini dibuat atas 4
pohon yang berdekatan dan berfungsi sebagai tiang. Hal pemindahan tempat ini
mungkin disebabkan adanya gangguan binatang buas.
3.
Perkembangan ketiga ialah ditandai dengan mulainya pemakaian tiang buatan. Bentuk
ini memakai 2 tiang yang berupa pohon hidup dan 1 tiang buatan. Mungkin ini
disebabkan oleh sukarnya mencari 4 buah pohon yang berdekatan. Bentuk ini
disebut Re'neba Longtongapa.
4.
Berikutnya adalah rumah panggung yang seluruhnya mempergunakan tiang buatan.
Dibawahnya sering digunakan untuk menyimpan padi (paliku), ini bentuk pertama
terjadinya lumbung .
5.
Perkembangan ke~5 masih berupa rumah pangqung sederhana tetapi dengan tiang
yang lain. Untuk keamanan hewan yang dikandangkan dikolong rumah itu. tiang-tiang
dibuat sedemikian ru pa sehingga cukup aman. Biasanya tiang itu tidak dipasang
dalam posisi vertikal tetapi merupakan susunan batang yang disusun secara
horisontal.
6.
Lama sesudah itu terjadi perobahan yang agak banyak. Perubahan itu sudah meliputi
atap, fungsi ruang dan bahan. Dalam periode ini tiang-tiang kembali dipasang
vertikal tetapi dengan jumlah yang tertentu. Atap mulai memakai bambu dan
bentuknya mulai berexpansi ke depan (menjorok). Tetapi garis teratas dari atap
masih datar. Dinding yang dibuat dari papan mulai diukir begitu juga tiang
penyangga. Bentuk ini dikenal dengan nama Banua Mellao Langi.
7.
Berikutnya adalah rumah adat yang dinamakan Banua Bilolong Tedon. Perkembangan
ini terdapat pada Lantai yang mengalami perobahan sesuai fungsinya.
8.
Pada periode ini hanya terjadi perkembangan pada lantai dan tangga yang berada
di bagian depan.
9.
Pada periode ini letak tangga pindah ke bawah serta perubahan permainan lantai.
10.
Banua Diposi merupakan nama yang dikenal untuk perkembangan kesembilan ini.
Perubahan ini lebih untuk menyempurnakan fungsi lantai (ruang).
11.
Berikutnya adalah perobahan lantai yang menjadi datar dan ruang hanya dibagi
dua.
Setelah
periode ini perkembangan selanjutnya tidak lagi berdasarkan adat, tetapi lebih
banyak karena persoalan kebutuhan akan ruang dan konstruksi. Bagitu juga dalam
penggunaan materi mulai dipakainya bahan produk mutakhir, seperti seng, sirap,
paku, dan sebagainya.
Jadi
dapat disimpulkan bahwa perkembangan yang terakhir merupakan puncak perkembangan
dari rumah adat Toraja banyak memiliki kesenian dari seni .
Kerajinan
Karya kerajinan
yang paling menonjol di Toraja adalah ukiran dan tenunan. Keterampilan mengukir
dan menenun yang diperoleh secara turun menurun telah lama membudaya dalam
masyarakat Toraja. Ukiran ragam hias tradisional Toraja yang menghiasi Tongkonan dan Alang mengandung arti simbolis yang erat kaitanya dengan falsafah
hidup orang Toraja. Adanya kemiripan sejumlah motif yang terdapat pada kain
tenun tradisional Toraja dengan motif ukiran Tongkonan, mengundang pertanyaan yang cukup penting : apakah motif
ukiran yang terdapat pada Tongkonan diciptakan lebih dahulu, kemudian motif kain
tenun tradisionalnya mengikuti, atau sebaliknya, atau dikembangkan
bersama-sama. Keterampilan mengukir dan menenun yang diperoleh secara turun
temurun telah lama membudaya dalam masyarakat Toraja. Ukiran ragam hias
tradisional Toraja yang menghiasi Tong
Kanan dan Alang mengandung arti
simbolis yang erat kaitannya dengan falsafal hidup orang Toraja. Pengrajin kain
tenun tradisional adalah perempuan, terdapat di Sa’dan Malimbong, di Salu
Noling, dan di Rongkong. Dengan hanya mempergunakan pendekatan ‘garonto passura’ dan keterangan beberapa
tokoh masyarakat setempat, belumlah cukup memadai untuk membuktikannya, oleh
karena itu dibutuhkan dukungan dari bidang-bidang ilmu lain yang terkait untuk
menunjang keterangan tepat yang sesungguhnya.
Hasil tenunan , dibuat untuk keperluan sebagai pakaian dan kain sarung,
yang pada umumnya dikemas dalam warna-warna cerah seperti kuning, biru muda,
dan merah.
Seni Pertunjukan
Tana Toraja memiliki kesenian yang telah mendarah daging turun temurun
pada masyarakatnya. Berbagai macam obyek yang menarik baik secara langsung diciptakan-Nya
maupun secara sengaja dibuat oleh orang-orang yang memilki cita rasa dibidang
seni yang tinggi tentang budayanya sendiriSeni
pertunjukan tradisional Toraja meliputi seni tari dan musik. Kesenian ini
selalu ikut hadir dalam upacara-upacara adat Rambu Tuka’ dan Rambu Solo’. Tarian
yang biasanya digelar pada upacara Rambu
Tuka’ antara lain : tari pagellu’,
tari pa’bonebala’, tari dao’bulan, tari ma’dandan,tari manimbong,
tari manganda’, tari pa’bondesan, dan lain-lain. Sedangkan
pada upacara Rambu Solo’, tarian yang
digelar antara lain : tari ma’badong,
tari ma’katia, tari passailo’, tari pa’papangan, tari ma’randing,
tari ma’dondi’, dan lain-lain.
Tarian
tradisional tersebut dibawakan oleh semua lapisan masyarakat tanpa melihat
strata sosial, baik para remaja, orang dewasa, para orang tua laki-laki maupun
perempuan, sesuai dengan jenis pesta adat yang diselenggarakan. Musik
tradisional Toraja meliputi : passuling,
pa’pelle (pa’barrung), pa’pompang (pa’bas), pa’tulali dan pa’keso’keso’. Alat-alat musik tersebut
pada umumnya terbuat dari bahan baku alam
seperti : bambu, batang padi, daun enau, dan tempurung kelapa, dan dimainkan
pada saat upacara adat. Tongkonan adalah rumah tradisional Toraja yang berdiri
di atas tumpukan kayu dan dihiasi dengan ukiran berwarna merah, hitam, dan
kuning. Kata "tongkonan" berasal dari bahasa Toraja tongkon
("duduk"). Tana
Toraja mempunyai tari-tarian yang disesuaikan dengan upacara-upacara. Tarian
yang diperlihatkan pada upacara kematian tentu berbeda pada upacara syukur atau
gembira. Maksud tarian ini dihubungkan dengan (Dewatanya) yang berarti berdoa.
Selama menari orang biasanya menyanyi. Maksud nyanyian tersebut ialah
mengatakan pesta apa yang diadakan, lagunya hampir sama saja dan memberi
pengertian pesta yang dibuat.
Tari-tarian dan seni
musik yang ada di Toraja yaitu :
- Tari Pa’gellu
Merupakan salah satu tarian tradisional dari Tana
Toraja yang dipentaskan pada acara pesta “Rambu Tuka”. Tarian ini juga
dapat ditampilkan untuk menyambut patriot atau pahlawan yang kembali dari medan
perang dengan membawa kegembiraan.
- Tarian Ma’badong
Tari ini hanya diadakan pada upacara kematian ini
bergerak dengan gerakan langkah yang silih berganti sambil melantunkan lagu (
Kadong Badong ) yang syairnya berisikan riwayat manusia mulai dari lahir hingga
mati, agar arwah yang telah meninggal dapat diterima di negeri arwah ( Puya )
atau alam dialam baka.
- Musik Passuling
Passuling diperagakan dengan menggunakan suling
lembang yaitu suling tradisional Toraja dan dimainkan oleh laki-laki untuk
mengiringi lantunan lagu duka dalam menyambut keluarga atau kerabat yang
menyatakan duka citanya.
- Musik Pa’pompang
Musik bambu yang pagelarannya merupakan satu simponi orkestra,
dimainkan oleh banyak orang. Musik bambu ini biasanya dimainkan pada perayaan
bersejarah.
- Musik Pa’karobi
Alat kecil dengan benang halus diletakkan pada bibir.
Benang atau bibir disentak-sentak sehingga menimbulkan bunyi yang berirama
halus namun mengasyikkan.
- Musik Pa’geso-geso
Sejenis alat musik gesek yang terbuat dari kayu dan
tempurung kelapa yang diberi dawai. Dawai yang digesek dengan alat khusus yang
terbuat dari bilah bambu dan tali akan menimbulkan suara yang khas.
Terlindung
aman di luar gunung tinggi dan tebing batu granit, inilah tempat dimana
masyarakat Toraja tinggal, di sebuah lembah subur dengan terasering sawah
menghijau dan perkebunan kopi yang subur. Inilah salah satu tempat terindah di
Indonesia yang menyimpan daya magis dalam kultur extravaganza Tana Toraja serta
bebatuan megalitik Lore Lindu.
Pesonanya
terkuak ketika tengkorak-tengkorak manusia menunjukan kemisteriusannya kepada
Anda juga puluhan kerbau dan babi yang pasrah disembelih untuk upacara kematian
demi sebuah ritus ‘Orang
Mati yang Hidup’ .