sistem sosial di masyarakat anak dalam


SISTEM SOSIAL
1.     Kelompok Kekerabatan
            System kekerabatan yang  terkecil dalam masyarakat Suku Anak Dalam adalah keluarga inti yang merupakan satu kesatuan yang menghuni satu rumah tangga dengan ikatan perkawinan adat. Anggota keluarga inti ini terdiri dari ayah,ibu dan anak-anak yang belum kawin. dengan keluarga batih dari anak-anak perempuan, tetepi seluruhnya merupakan satu kesatuan sisoal yang amat erat dan tinggal bersama pada satu rumah atau satu pekarangan.  Sistem kekerabatan orang Rimba adalah matrilineal yang sama dengan system kekerabatan budaya Minangkabau. Tempat hidup pasca pernikahan adalah uxorilokal, artinya saudara perempuan tetap tinggal didalam satu pekarangan sebagai sebuah keluarga luas uxorilokal. Sedangkan saudara laki-laki dari keluarga luas tersebut harus mencari istri diluar pekarangan tempat tinggal.
            Masyarakat Suku Anak dalam tidak diperbolehkan memanggil istri atau suami dengan namanya, demikian pula antara adik dengan kakak dan antara anak dengan orang tua. Mereka juga tidak menyebut nama orang yang sudah meninggal dunia. Sebenarnya menyebut nama seseorang dianggap tabu oleh orang Rimba. Sebelum menikah tidak ada tradisi berpacaran, gadis dan pemuda laki-laki saling menjaga jarak. Waktu seorang anak laki-laki beranjak remaja atau dewasa, sekitar umur 14-16 tahun, bila tertarik kepada seorang gadis, akan mengatakan hal tersebut kepada orang tuanya. Lalu orangtuanya akan menyampaikan keinginan anak mereka kepada orang tua si gadis dan bersama-sama memutuskan apakah mereka cocok. Pernikahan
yang terjadi antara orang desa dan orang Rimba, sama dengan antara anak kelompok Rimba dan kelompok Rimba lain.
Ada tiga jenis perkawinan, yaitu;
            Pertama, dengan mas kawin. Kedua, dengan prinsip pencurahan, yang artinya laki-laki sebelum menikah harus ikut mertua dan bekerja di ladang dan berburu untuk dia membuktikan dirinya. Ketiga, dengan pertukaran gadis, artinya gadis dari kelompok lain bisa ditukar dengan gadis dari kelompok tertentu sesuai dengan keinginan laki-laki dan gadis-gadis tersebut.
            Masyarakat Suku Anak dalam menganggap hubungan endogami keluarga inti (saudara seperut/suadara kandung) atau hubungan dengan orang satu darah, merupakan sesuatu yang tabu. Dengan kata lain, perbuatan sumbang (incest) dilarang, sama halnya dengan budaya Minangkabau. Mayoritas pernikahan adalah monogami, tetapi ada juga hubungan poligami atau lebih tepat poligini, yang kelihatannya untuk melestarikan asal suku. Sebenarnya, adalah alasan sosial lain, samping melindungi sumber anak adalah keinginan untuk memelihara janda atau perempuan mandul. Umur harapan hidup laki-laki lebih pendek daripada harapan hidup perempuan dan perempuan selalu diutamakan, pada umumnya pekerjaan berbahaya
dilakukan oleh laki-laki. Kaum kerabat merupakan sumber semua bantuan.
            Kebudayaan Masyarakat Suku Anak Dalam juga mengenal sistem pelapisan sosial. Temenggung adalah pemimpin utama dalam struktur kelompok., yang posisinya diwarisi sebagai hak lahir dari orang tua. Tetapi, jika pemimpin tidak sesuai atau disetujui oleh anggota kelompok, pemimpin bisa diganti melalui jalur “diskusi terbuka” atau forum yang bisa dilakukan dimana mana.

2.     Adat Sopan Santun
            Sebagai mana layaknya bangsa yang sudah relative maju mereka mengenal sopan santun. Demikian pula halnya kelompok masyarakat Suku Anak Dalam di Dusun Kubuan yang masih dianggap masih sederhana ini.  Sebagai suatau kelompok masyarakat,  mereka mempunyai aturan-aturan yang merupakan syarat-syarat dan batasan dalam melakukan pergaulan sehari-hari. hubungan diantara keluarga  Suku Anak Dalam ini selalu mempertimbangkan faktor atau azas senioritas. Keputusan orang tua mutlak harus dilakukan. Anak tidak boleh membantahh, walaupun kadang-kadang perintah atau nasehat orang tuanya itu bertentangan dengan hasrat serta kemauan anak itu sendiri. Seperti  misalnya, seorang anak yang dianggap sudah mampu bekerja akan diajak oleh orangtuannya untuk membantu mencari makan dihutan. Perintah itu harus dilakukan meskipun si anaak itu sendiri lebih baik dia  mencari ikan disungai.
            Sewaktu mencari makan bersama, seorang anak tidak  boleh mengambil makanan yang ada didepannya, apalagi mengambil makanan yang berada dihadapan orang tua atau orang yang lebih tua. Oleh karena itu, anak tidak akan berani meminta makanan kepada orang yang lebih tua, meskipun dia menginginkan makanan itu. Pada dasarnya, masyarakat Suku Anak Dalam ini adalah masyarakat yang tertutup dan masih sederhana seperti lazimnya suku yang disebut suku terasing. Kehidupan pribadi mereka tidak ingin diketahui dan apalagi ikut campur didalamnyaa.  Selain itu  masyarakat Suku Anak Dalam ini selalu berusaha menghormati tamu yang akan datang kerumahnya. Penghormatan itu antara lain, dengan penampilan dan berpakaian yang memadai. Padahal dalam hidup sehari-hari dirumah, mereka hanya memakai pakaian seadanya. Biasanya, para wanitanya hanya memakai rok bagian bawah dan kutang dibagiann atas tubuhnya. Sementara itu, yang laki-laki hanya menggunakan pakaian terbatas, celana pendek atau hanya menutup auratnya. Agar hal itu  tidak diketahui dan dianggap tidak menghormati tamu, mereka biasanya akan berpakaian lebi lengkap bila ada tamu yang datang apalagi khusunya tamu dari luar suku adat itu sendiri. Apabila tamunya tetangga suku yang sama mereka hanya berpenampilan seperti apa adanya.
            Walaupun dikenal sebagai kelompok masyarakat yang tertutup, warga suku anak dalam ini sebenernya juga orang yang sangat ramah. Menurut  seorang warga masyarakat Suku Anak Dalam ini, dahulu ketika ada tamu yang datang akan  selalu memberi atau menghidangkan berbagai macam makanan yang dimilikinya. Setiap tamu, merurut ada mereka, harus makan apa yang telah dihidangkan tersebut sehingga hal ini sering kali merupakan beban bagi tamu yang bersangkutan.
3.     Organisasi Sosial dan kelompok Masyarakat
            Masyarakat Suku Anak Dalam hidup secara berkelompok, namun keberadaan kelompok ini tidak dibatasi oleh wilayah tempat tinggal tertentu. Mereka bebas saja untuk tinggal bersama dengan kelompok lain. Namun mereka tidak dengan mudah berganti-ganti kelompok / tumenggungnya karena sudah ada hukum adat yang mengaturnya. Jika terjadi perkawinan antar kelompok ada kencenderungan bahwa pihak laki-laki akan mengikuti kelompok dari istrinya.

Susunan organisasi sosial pada masyarakat Suku Anak Dalam terdiri dari :
1. Tumenggung : Kepala adat / Kepala masyarakat
2. Wakil Tumenggung : Pengganti Tumenggung jika berhalangan
3. Depati : Pengawas terhadap kepemimpinan tumenggung
4. Mentri : Menyidang orang secara adat / hakim
5. Mangku : Penimbang keputusan dalam sidang adat
6. Anak Dalam : Menjemput Tumenggung ke sidang adat
7. Debalang Batin : Pengawal Tumenggung
8. Tengganas / Tengganai : Pemegang keputusan tertinggi sidang adat dan dapat membatalkan keputusan.

            Seperti dikemukakan di awal bahwa kepemimpinan Suku Anak Dalam sudah tidak terdapat pemimpin yang punya kemampuan kekuasaan yang mutlak. Pemimpin mereka sekarang dipilih berdasarkan pengajuan Tumenggung sebelumnya untuk kemudian ditanyakan seluruh anggotanya menduduki jabatan tertentu dalam organisasi sosial mereka. Jika sebagian besar menyetujui maka orang tersebut dapat menduduki jabatan tersebut dan disahkan melalui pertemuan adat dalam suatu upacara.
Jabatan Tumenggung yang terlihat punya kekuasaan cukup besarpun masih dibatasi oleh beberapa jabatan lain seperti jabatan Tengganas yang mampu membatalkan keputusan Tumenggung. Ini menunjukkan bahwa Suku Anak Dalam telah mengenal suasana demokrasi secara sehat. Kepemimpinan merekapun masih dibicarakan dan harus memperoleh suara kelompoknya, walau memang masih mutlak akan menduduki jabatan Tumenggung, apabila dia dinilai sudah banyak menyimpang dari adat Suku Anak Dalam berarti sudah banyak menggunakan kebiasaan Orang Terang.
            Dalam menjalankan kehidupan sehari-hari, mereka memiliki sistem kepemimpinan yang berjenjang, seperti Temenggung, Depati, Mangku, Menti dan Jenang. Temenggung merupakan jabatan tertinggi, keputusan yang ditetapkan harus dipatuhi. Bagi mereka yang melanggar akan dijatuhi hukuman atau sangsi sesuai dengan tingkat kesalahannya.Peran Temenggung sangat penting karena berfungsi sebagai:
(1) Pimpinan tertinggi (sebagai Rajo),         
(2) Penegak hukum yang memutuskan perkara, 
(3) Pemimpin upacara ritual, (4) Orang yang memilki kemampuan dan kesaktian. Oleh sebab itu dalam menentukan siapa yang akan menjadi emenggung harus diperhatikan latar belakangnya, seperti keturunan dan kemampuan memimpin dalam menjalankan tugasnya.Kepercayaan Suku Anak Dalam terhadap Dewa-dewa roh halus yang menguasai hidup tetap terpatri, kendatipun diantara mereka telah mengenal agama islam. Mereka yakini bahwa setiap apa yang diperolehnya, baik dalam bentuk kebaikan, keburukan, keberhasilan maupun dalam bentuk musibah dan kegagalan bersumber dari para dewa. Sebagai wujud penghargaan dan persembahannya kepada para dewa dan roh, mereka melaksanakan upacara ritual sesuai dengan keperluan dan keinginan yang diharapkan

4.     Lingkungan hidup
Dalam kehidupan suku  Suku Anak Dalam ada 3 hal yang penting menurut mereka yang tidak boleh diabaikan, yaitu kelahiran, kematian dan perkawinan.  Ketiga peristiwa ini sangat penting sehingga penting untuk dilakukan upacara untuk menghormatinya.
a.     Kelahiran
            Kelahiran merupakan salah satu peristiwa penting dalam kehidupan masyarakat Suku Anak Dalam sehinggga perlu diadakan upacara khusus. Menurut adat kebiasaan kelompok masyarakat ini, anak yang baru dilahirkan harus dimandikan pada tujuh lubuk (mata air) yang menghadap kea rah matahari terbit. Mengapa harus dimandikan  ditujuh  mata air tidak diungkapkan secara jelas oleh warga Suku Anak Dalam ini. Akan tetapi, upacara ini merupakan symbol adanya permintaan berkah pada dewa-dewa, ataupun permohonan keselamatan, baik orang tua maupun anak yang baru lahir.  Setelah upacara, bayi kemudian dicukur rambutnya. Menurut keterangan, hal ini sebagai symbol bahwa bayi tersebut  sudah bersih dari segala gangguan makhluk halus yang bersifat buruk, seperti setan dan iblis.
            Upacara ini dipimpin oleh seorang yang dianggap memiliki kekuatan sakt. Biasanya, dalam suatu kelompok masyarakat Suku Anak Dalam selalu ada orang yang dianggapnya memiliki kesaktian. Proses kelahiran bayi biasanya ditolong oleh seorang dukun. Dukun bayi ini umunya bukan seorang bayi perempuan, tetapi justru seorang laki-laki. Orang yang dianggap paling sakti itulah yang biasanya bertindak sebagai dukun bayi. Selesai upacara kelahiran ini ditutup dengan acara makan bersama. Hal ini sekaligus merupakan ungkapan rasa syukur atas kelahiran bayinya. Disamping mencerminkan solidaritas diantar warga masyarakat suku ini.
b.     Perkawinan
            Perkawinan merupakan suatu perpaduan antara dua orang yang berlawanan jenis yang mencintai dan bersepakat untuk membina kehidupan bersama. Bagi kelompok masyarakat Suku Anak Dalam, perkawinan adalah hanya sekali dan untuk selamanya.  Ini berarti tidaka aka nada pernikahan kedua. Dengan perkataan lain, warga masyarakat suku anak dalam ini menganut system monogamy. Perkawinan adalah sesuatu yang sakraal.  Suatu penceraian diyakini akan menimbulkan bencana orang dan pada kelompok masyarak tersebut,  yang bersangkuatan sehingga pelaku atau orang yang berani melakukan  penceraian akan dijatuhi hukuman anggota kelompoknya. Biasanya bentuk hukuman itu adalah diasingkan dari lingkungan dengan dibuang dihutan yang jauh dari pemukiman kelompok tersebut.
            Langkah-langkah perkawinan diawali dengan saling melihat dan mengenal antara pemuda dan pemudi. Kemudian anak laki-laki akan memberitahukan kepada orangtuanya bahwa ia mencintai seorang wanita dari informasi tersebut orang tua laki-laki seperti layaknya perkawinan pada umumnya akan mendatangi kerumah orang tua dari wanita yang dimaksud untuk dilamar. Lamaran ini langsung dilakukan oleh orang tua anak laki-laki tanpa melalui pihak ketiga atau perantara.  Pada pertemuan antara orang tua laki-laki dan orang tua perempuan dikatakanlah maksud kedatangannya. Pada penyampaian ini dibumbui ddengan segala basa-basi dari orang tua laki-laki yang mencerminkan kerendahan hati, seperti mereka dari keluarga yang rendah, bodoh, serta menderita. Tetapi walaupun demikian berharap lamaran mereka diterima. Meski dalam hal ini keluarga dari pihak laki-laki tersebut dari golongan orang terpandang di kelompok  Suku Anak Dalam.
            Maksud orang tua perempuan tersebut sebenernya sangat berkaitan dengan kebahagiaan anaknya. Sebab bila permintaan tersebut dapat dipenuhi, berarti calon mantunya adalah orang yang terampil, dan nantinya keterampilan itu dapat dipakai untuk menghidupi anaknya. Disamping itu menantu yang perkasa adalah menantu dambaan bagi orang tua perempuan sekaligus menganggkat martabat keluarga.  Bila semua syarat terpenuhi, lamaran diterima. Baru dibicarakan perkawinan. Tradisi perkawinan suku anak dalam ada 2 macam, yaitu tradisi “ berkutua” dan tradisi “adam”. Tradisi berkutua merupakan tradisi perkawinan asli suku anak dalam, sedangkan tradisi perkawinan adam itu merupakan  adat perkawinan yang sudah terpengaruh oleh masyarakat dusun atau masyarakat Sumatra Selatan.
c.      Kematian
            Kematian merupakan hal yang sangat menyedihkan bagi suku anak dalam. Oleh sebab itu mereka berusaha sekuat tenaga untuk minta pengampunan kepada para dewa bila terdapat sanak saudara yang sakit. Upacara adat permohonan penyembuhan itu disebut “besate” . upacara ini dilakukan sampai saat penderita sekarat. Apabila menurut keyakinan si npenderita disembuhkan, maka untuk mencegah supaya tidak menular atau akan menimbulkan bencana baru maka bagi si sakit dilakukan tradisi “surau’ yaitu mengasingkan si penderita ke hutan. Si penderita hanya ditemani anjing dan peralatan sebuah tombak yang disebut “trumpuling”.
            Begitu juga jika ada sanak saudara yang meninggal, tradisi surau inipun dilakukan. Caranya adalah dengan meletakkan mayat tersebut diatas bale yan dibangun diatas pohon . mayat tersebut juga dibekali peralatan seperti periuk, gelas, ceret, parang, cengkelok (arit) dan beras segenggam oleh keluarga.  Maksudnya supaya dapat dipakai bekal ditempatnya yang baru dan roh dari orang ini bisa diterima dewa-dewa dan ditempatkan pada tempat yang baik.  Menurut kepercayaan mayat tersebut tidak boleh ditengok oleh siapapun dan mereka juga  percaya bahwa pada suatau saat dewa-dewa itu akan mengambil mayat itu, dan menempatkannya pada tempat yang baik.  Setelah terjadi perubahan tersebut pengaruh adat jawa dan islam rupanya mulai merasuk pada kebudayaan suku anak dalam. Seperti diperingati pada 3,7 dan 40 hari atau mayat yang mulai ditanam. Hal ini tidak mengherankan sebab bagaimanapun juga guru  mereka  yang bernama Sapari adalah seorang suku jawa yang beragama islam. Disamping itu, pengaru dari masyarakat desa terdekat yangmayoritas beragama islam turut pula mewarnai segala aspek kehidupan mereka. 
0 Responses