Sistem Teknologi Suku Ambon

  • ·         KALAWAI
di syairkan dalam lagu "Bulan Pake Payong". salah satu syair tersebut adalah:

Bulan pake payong tuturuga batalor
Nona dari ambon datang kaweng di kantor
Kaweng bae bae, jangan laki bakalai
kalo laki bakalai tikam dia deng KALAWAI
ole sio... sio.. sayang ee........

Kalawai merupakan salah satu  senjata tajam khas daerah Maluku, bentuk kalawai adalah hampir mirip seperti tombak namun bentuk kalawai sendiri biasanya pegangannya terbuat dari bambu, yang lebih panjang dari tombak, ujung  bambu tersebut kemudian di beri besi tajam, besi tersebut harus lebih dari satu, dan di ikat melingkari bambu tersebut. biasanya besi kalawai terdiri dari besi2 kecil ukuran 6 mili dan di  asah sampai tajam.
kalawai memiliki fungsi yang berbeda dengan tombak, kalawai biasanya hanya  di pergunakan di lautan oleh nelayan atau biasa di pergunakan di dalam air, baik di lautan maupun sungai/danau untuk menangkap hasil laut berupa ikan dan lain sebagainya.

ASAL-USUL KATA KALAWAI
Kata Kalawai berasal dari bahasa daerah Maluku, terkhusus daerah Maluku Tengah (Pulau Seram, Ambon, Saparua, Haruku, Nusalaut, Buru dll).
Kata "Kalawai" berasal dari dua suku kata yakni KALA & WAI.
1. KALA artinya TIKAM
2. WAI artinya AIR


Sehingga kata "kalawai" memiliki pengertian "TIKAM AIR" 
dari pengertian diatas maka sudah sangat jelas kalau  kalawai merupakan alat atau senjata tajam yang biasanya dipergunakan di dalam air  untuk menangkap ikan, gurita, teripang dll oleh nelayan di maluku.

untuk itu di harapkan agar Pemerintah Propinsi Maluku untuk melegalisasi kalawai sebagai senjata khas daerah maluku sebelum ada daerah lain ataupun negara lain yg melegalisasi kalawai sebagai senjata khas daerah/Negaranya.
  • PARANG SALAWAKU
 
Bentuknya yang cukup unik karena senjata ini merupakan senjata yang lengkap. Parang Salawaki sudah merupakan satu paket senjata tradisonal Maluku. Senjata ini terdiri dari parang dan perisai.
Parang Sawalaku menjadi senjata khusus yang sering dipergunakan oleh penduduk asli Maluku dalam berperang melawan musuh. Salah satu perang yang mempergunakan senjata ini adalah ketika Kapitan Patimura dan rakyatnya perang melawan tentara Belanda.
Jika melihat arti dari penamaan senjata tradisional ini, terdiri dari kata parang dan sawalaku.

Parang berarti pisau besar, biasanya memiliki ukuran yang jauh lebih besar dari pisau, namun lebih pendek jika dibandingkan dengan pedang. Sawalaku sendiri memiliki arti perisai. Perisai adalah alat yang dipergunakan untuk melindungi diri dan untuk menangkis serangan senjata lawan.
Alat yang dijadikan senjatanya adalah parang. Parang ini dipergunakan sebagai senjata untuk melakukan penyerangan terhadap lawan. Sedangkan Sawalaku sebagai perisai yang fungsi utamanya adalah untuk alat pertahanan dari serangan lawan.
Selain itu senjata tradisional Maluku ini juga sering kali dipergunakan untuk alat berburu binatang kala ada dihutan. Pada masa sekarang Parang Salawaku biasanya dipergunakan untuk melengkapi pakaian penari dan atau untuk upacara perkawinan.
Parang biasanya terbuat dari bahan besi yang keras berukuran 90 sampai dengan 100 cm, ukuran ini disesuaikan dengan tinggi badan si pemilik. Jadi sangat beragam ukurannya. Parang ini juga memiliki kepala yang terbuat dari kayu keras, seperti kayu besi.
Salawaku terbuat dari kayu yang dilapisi oleh pernak-pernik khusus yang diberi motif untuk menghiasinya. Tidak sembarang motif yang dipergunakan dan biasanya motif yang berlambangkan keberanian. Simbol keberanian ini membuat penggunanya memiliki keberanian yang sama dalam berperang melawan musuh. Motif-motif indah yang menghiasi Salawaku ini terbuat dari kulit kerang laut.
Proses yang yang terpenting dalam pembuatannya adalah ketika senjata ini dimantrai oleh Kapitan atau panglima perang. Dengan mantra ini, konon membuat Parang Salawaku tidak dapat tembus oleh peluru, karenanya para prajurit Kapitan Patimura berani maju melawan penjajah Belanda untuk melakukan perlawanan.

  • ·         RUMAH ADAT  (Baeleo)

 

Rumah penduduknya. Bangunan ini biasanya berukuran lebih besar, dibangun dengan bahan-bahan yang lebih baik, dan dihias dengan lebih banyak ornamen. Karena itu, bangunan tersebut biasanya sekaligus juga merupakan marka utama (landmark) kampung atau desa yang bersangkutan, selain mesjid atau gereja.Bangunan itu adalah rumah adat yang berfungsi sebagai tempat penyimpanan benda-benda suci, tempat upacara adat, sekaligus tempat seluruh warga berkumpul membahas masalah-masalah yang mereka hadapi. Di Maluku, disebut sebagai “Baileo”, secara harafiah memang berarti “balai”. Baileo Maluku menggunakan istilah “baileo” sebagai namanya, karena memang dimaksudkan sebagai “balai bersama” organisasi rakyat dan masyarakat adat setempat untuk membahas berbagai masalah yang mereka hadapi dan mengupayakan pemecahannya.

Batu Pamali, sebuah batu besar tempat meletakkan sesaji di muka pintu sebuah bangunan di Maluku merupakan tanda bahwa bangunan tersebut adalah Balai Adat. Baileu atau Balai Adat inilah yang menjadi bangunan induk Anjungan. Sembilan tiang di bagian depan dan belakang, serta lima tiang di sisi kiri dan kanan merupakan lambang Siwa Lima, simbol persekutuan desa-desa di Maluku yang telah ada sejak berabad-abad yang lalu.
 
Dalam memperkenalkan daerahnya menampilkan bangunan Bailem dan rumah Latu atau rumah raja. Bertindak sebagai sreitek adalah Kepala adat di seluruh daerah Maluku, dan dibangun pada tahun 1974 dan diresmikan penggunaannya pada tanggal 17 April 1975. Bangunan Bailem ini merupakan satu-satunya bangunan peninggalan yang menggambarkan kebudayaan siwa-lima, karena itulah dipilih sebagai bangunan yang dapat mewakili daerah propinsi Maluku. Di samping kedua bangunan tradisional tersebut, anjungan Maluku dilengkapi dengan dua buah patung pahlawan wanita Martha Christina Tiahahu dan patung pahlawan Pattimura atau Thomas Matulessy, sebuah kolam yang menggambarkan kebon laut Maluku, dan patung proses pengolahan sagu.

Bangunan bailem sebagai bangunan induk aslinya tidak berdinding dan merupakan rumah panggung, yakni lantainya tinggi di atas permukaan tanah. Adapula bailem yang lantainya di atas batu semen dan bailen yang lantainya rata dengan tanah. Di antara ketiga macam bailen ini yang paling lazim dan paling khas adalah yang lantainya dibangun di atas tiang. Jumlah tiangnya melambangkan jumlah klen-klen yang ada di desa tersebut. Bailen ini tidak berdinding mengandung maksud roh-roh nenek moyang mereka bebas masuk keluar bangunan tersebut. Sedang lantai bailen dibuat tinggi dimaksudkan agar kedudukan tempat bersemayam roh-roh nenek moyang tersebut lebih tinggi dari tempat berdiri rakyat di desa itu. Selain rakyat akan mengetahui bahwa permusyawaratan berlangsung dari luar ke dalam dan dari bawah ke atas.

Di depan bailen di dekat pintu masuk dan beilen terdapat pamali yang berfungsi sebagai tempat persembahan dan bilik pamali sebagai tempat penyimpanan atau tempat meletakkan barang-barang yagn dianggap suci pada saat diadakan upacara. Bentuk bailen yang ada di Taman Mini Indonesia Indah adalah bentuk bailen yang terakhir atau yang baru yang melambngkan persatuan atau persekutuan antara dua klen besar di Maluku yaitu Pata Siwa dan Pata Lima. Hal ini melambangkan jumlah pada tiang bailen di bagian muka dan belakang berjumlah 9 yang sama dengan siswa dan samping kiri dan kanan berjumlah 5 yang sama dengan lima. Akhir kata siwa lima mampunyai arti baru yaitu: Kita semua punya dan menjadi lambang persatuan daerah Maluku.

Fungsi dari Bailen adalah untuk tempat bermusyawarah dan pertemuan rakyat dengan dewan rakyat seperti saniri negeri, Dewan adat dan lain-lain. Jadi sistem demokrasi sudah dikenal oleh rakyat lima-siwa sejak dulu. Yang boleh disimpan dalam bailen berupa benda-benda yang dianggap suci dan ada hubungan dengan upacara adat. Selain itu juga terdapat satu buah atau musyawarah antara rakyat dan saniri neheri dan tua-tua adat

 Referensinya :
0 Responses