Relasi Agama dan Kebudayaan pada Masyarakat Kampung
Naga
Latar
Belakang kampung Naga
Kampung
naga merupakan salah satu perkampungan tradisonal, luas kampung naga ± 4 hektar.
Kampung Naga memiliki 441 anak tangga, masyarakat kampung naga sangat kuat
dalam adat istiadat peninggalan leluhurnya. Bahasa yang di gunakan bahasa sunda. Kampung naga terletak di desa
Negrasari, kecamatan Salawu, kabupaten Tasikmalaya Provinsi Jawa Barat, di
sebelah barat Kampung Naga di batasi dengan hutan kramat karena di dalam hutan
tersebut terdapat makan makam leluhur kampung naga. Disebelah selatan di batasi
dengan sawah-sawah penduduk, sedangkan disebelah utara dan timur kali ciwulan
airnya berasal dari gunung Cikurai di daerah Garut. Singaparana
oleh masyarakat Kampung Naga disebut Sembah Dalem Singaparana. Jumlah penduduk
Kampung Naga mencapai 311 jiwa dari 104 Kepala Keluarga. Bangunan yang berdiri
berjumlah sekitar 111 bangunan, pekerjaan pokok Kampung Naga adalah bertani dan
pendidikan masyarakat Kampung Naga mayoritas SD (sekolah Dasar). Kampung Naga
memiliki 2 lembaga kepemininan, yang pertama adalah lembaga informasi, yaitu
Kuncen, Punduh, dan Lebe, kemudian yang kedua yaitu lembaga formal yang berupa
RT, RW, dan Kepala Desa.
Religi
Masyarakat Kampung Naga semua beragama islam, tetapi sebagian besar masyarakat masih
memegang adat istiadat dari nenemoyang mereka. Artinya,Walaupun mereka memeluk
agama islam tetapi syariat islam yang di jalan kan berbeda dengan agama islam
lain. Masyarakat kampung naga dalam menjalankan agama sangat patuh pada warisan
nenek moyang mereka.Dengan menjalankan adat-istiadat nenek moyang berarti
masyarakat menghormati para leluhur, jika ada sesuatu yang bukan datangnya dari
ajaran leluhur kampung naga dan tidak menjalankan sesuatu yang tabu apabila di
lakukan oleh masyarakat kampung naga berarti melanggar adat, tidak menghormati
leluhur, akan terjadi mala petaka. Kepercayaan adanya mahkluk halus di masyarkat Kampung Naga
masih dipegang kuat. Percaya adanya jurig
cai, yaitu makhluk halus yang menempati air atau sungai terutama bagian
sungai yang dalam (leuwi), kemudian ririwa,
yaitu makhluk halus yang suka mengganggu atau menakut-nakuti manusia pada
malam hari. Ada pula Kunti anak, yaitu makhluk halus yang berasal dari
perempuan hamil yang meninggal dunia, sedangkan tempat-tempat yang dijadikan
tempat tinggal makhluk halus oleh masyarakat Kampung Naga disebut tempat yang
angker atau sanget. Terdapat juga
tempat-tempat seperti makam Sembah Eang
singaparna, Bumi Ageung (rumah besar), dan Masjid merupakan tempat yang
dipandang suci oleh masyarakat Kampung Naga.
Tidak boleh berkata sembarangan, mematahkan
ranting pohon atau mengganggu hewan-hewan yang ada disekitar kampung Naga.
Terdapat hutang larang disebrang sungai, yaitu hutan yang dilarang untuk
siapapun tidak boleh mengambil ranting pohon apalagi menebang pohon, jika ada
yang melanggar larangan itu akan di kenai sangsi adat. Logikanya adalah jika pohon-pohon
tersebut ditebang tentunya sangat berbahaya, kemungkinan longsor dan banjir
karena tekstur tanah yang miring, juga bisa terjadi putusnya rantai kehidupan
di wilayah.
Tabu, pantangan atau pamali bagi masyarakat Kampung
Naga masih dilaksanakan dengan patuh khususnya dalam kehidupan sehari-hari,
terutama yang berkenaan dengan aktivitas kehidupannya.pantangan atau pamali
merupakan ketentuan hukum yang tidak tertulis yang mereka junjung tinggi dan
dipatuhi oleh setiap orang. Misalnya tata cara membangun dan bentuk rumah,
letak, arah rumah,pakaian upacara, kesenian, dan sebagainya.
Daya tarik obyek wisata kampung naga teletak
pada gaya hidup masyarakat kampung naga dengan kehidupan yang unik. Bentuk bangunan
di Kampung Naga sama seperti rumah masjid patemon (balai pertemuan) atau lumbung padi. Dinding
rumah terbuat dari anyaman bambu (bilik), sedangkan pintu bangunan terbuat dari
serat rotan dan semua bangunan menghadap Utara atau Selatan, didalam rumah
tidak boleh dilengkapi dengan perabotan misalnya, kursi, meja, dan tempat
tidur. Rumah tidak boleh mempunyai daun pintu dua arah berlawanan, karena
menurut anggapan masyarakat Kampung Naga, rizky yang mausuk kedalam rumah
melalui pintu depan akan keluar melalui pintu belakang. Untuk itu masyarakat
Kampung Naga didalam tidak memasang daun pintu, mereka selalu menghindari
memasang daun pintu yang sejajar dalam satu garis. Selain itu tumpukan batu
yang tersusun rapi dengan tata letak dan bahan alami merupakan ciri khas gara
arsitektur dan ornamen Perkampungan Naga. tidak adanya listrik, masyarakat Kampung Naga untuk penerangan menggunakan lampu templok/ lampu tempel.
Kesenian
Dalam
kesenian masyarakat Kampung Naga mempunyai pantangan atau tabu jika mengadakan
pertunjukan jenis kesenian dari luar Kampung Naga, seperti wayang golek,
dangdut, pencak silat, dan kesenian yang lain yang mempergunakan waditra goong.
Kesenian angklung beluk dan rengkong adalah kesenian warisan dari leluhur masyarakat
Kampung Naga. Tetapi kesenain tersebut sudah jarang dilakukan dan kesenian
rengkok sudah tidak dikenal oleh kalangan generasi muda.
Larangan
Adapun
ketentuan-ketentuan hari yang menjadi pantangan atau larangan masyarakat
Kampung Naga, yaitu pada hari Selasa, Rabu dan Sabtu masyrakat Kampung Naga
dilarang membicarakan maslah adat istiadat dan asal-usul Kampung Naga.
Masyarakat Kampung naga sangat menghormati Eyang
Sembah Singaparna yang merupakan cikal bakal masyarakat Kampung Naga. Sementara
itu, di Tasikmalaya terdapat sebuah tempat yang bernama Singaparna, masyarakat
Kampung Naga menyebutnya “Galunggung”, karena kata Singaparna berdekatan dnegan “Singaparna nama leluhur masyarakat
Kampung Naga.
Kepercayaan
masyarakat Kampung Naga terhadap ruang
terwujud dari kepercayaan bahwa ruang atau tempat-tempat yang memiliki
batas-batas tertentu dikuasai oleh kekuatan-kekuatan tertertentu. Tempat atau
daerah yang mempunyai batas dengan kategoriyang berbeda, seperti sungai, batas
antara pekarangan rumah bagian depan dengan jalan, tempat antara pesawahan
dengan selokan (kali), tempat air mulai masuk atau disebut dengan Huluwotan, dilereng bukit tempat antara
perkampungan dengan hutan,dan sebagainya merupakan tempat-tempat yang didiami
oleh kekuatan-kekuatan tertentu. Daerah yang memiliki batas-batas tertentu di
huni makhluk-makhluk halus dan dianggap anger bagi masyarakat Kmpung Naga.
Sebab itulah masyarakat Kampung Naga sering menyimpan “sasajen” ( sesaji) di
tempat tersebut.
Nama Upacara
Salah
satu upacar adat yang rutin dilaksankan oleh masyarakat Kampung Naga adalah
Hajat Sasih. Hajat yang artinya syukuran, sedangkan Sasih yang berarti bulan,
jadi secara harfiah Hajat Sasih adalah upacar adat sebagai rasa syukur
masyarakat Kampung Naga menyambut hari-hari besar agama islam.
Tujuan
untuk melakukan upacar Hajat Sasih, yaitu :
- Syukuran
- Mengharap keberkahan dan keselamatan.
- Mendoakan para sesepuh yang sudah meninggal.
- Sebagai tolak bala.
doc. upacara Hajat Asih
Menyepi
Upacara
ini dilakukan oleh masyarakat Kampung Naga pada hari-hari tertentu saja, yaitu
pada hari selasa, rabu dan hari sabtu. Menurut pandangan masyarakat Kampung
Naga upacar ini sangat penting dan wajib dilaksanakan, tanpa terkecuali baik
laki-laki maupun perempuan. Oleh karena itu, jika pelaksanaan upacara di undur
atau dipercepat waktu pelaksanaannya upacara nyepi diserahkan pada masing-masing
orangnya, karena pada dasarnya merupakan usaha menghindari pembcaraan tentang
segala sesuatu yang berkaitan dengan adat istiadat.
Perkawinan
Upacara perkawinan bagi masyarakat Kampung Naga adalah upacara
yang dilakukan setelah selesainya akad nikah. tahap-tahap upacara tersebut
adalah sebagai berikut:
- upacara sawer, nincak endog (menginjak telur),
- buka pintu,
- ngariung (berkumpul),
- ngamparmunjungan (berhamparan)
Upacara sawer dilakukan selesai akad nikah, pasangan pengantin
dibawa ketempat panyaweran, tepat di muka pintu. pengantin dipayungi dan tukang
sawer berdiri di hadapan kedua pengantin. panyawer mengucapkan ijab kabul,
dilanjutkan dengan melantunkan syair sawer. ketika melantunkan syair sawer,
penyawer menyelinginya dengan menaburkan beras, irisan kunir, dan uang logam ke
arah pengantin. Anak-anak yang bergerombol di belakang pengantin saling berebut
memungut uang sawer. isi syair sawer berupa nasihat kepada pasangan pengantin
baru.
Selesai upacara sawer dilanjutkan dengan upacara nincak endog.
endog (telur) disimpan di atas golodog dan mempelai laki-laki menginjaknya.
Kemudian mempelai perempuan mencuci kaki mempelai laki-laki dengan air kendi.
Setelah
itu mempelai perempuan masuk ke dalam rumah, sedangkan mempelai laki-laki
berdiri di muka pintu untuk melaksanakan upacara buka pintu. Dalam upacara buka
pintu terjadi tanya jawab antara kedua mempelai yang diwakili oleh
masing-masing pendampingnya dengan cara dilagukan. Sebagai pembuka mempelai
laki-laki mengucapkan salam 'Assalammu'alaikum Wr. Wb.' yang kemudian dijawab
oleh mempelai perempuan 'Wassalamu'alaikum Wr. Wb.' setelah tanya jawab selesai
pintu pun dibuka dan selesailah upacara buka pintu.
Selesai upacara buka pintu dilaksanakan, dilanjutkan dengan upacara ngampar, dan
munjungan. Ketiga upacara terakhir ini hanya ada di masyarakat Kampung Naga.
Upacara riungan adalah upacara yang hanya dihadiri oleh orang tua kedua
mempelai, kerabat dekat, sesepuh, dan kuncen. Adapun kedua mempelai duduk
berhadapan, setelah semua peserta hadir, kasur yang akan dipakai pengantin
diletakan di depan kuncen. Kuncen mengucapakan kata-kata pembukaan dilanjutkan
dengan pembacaan doa sambil membakar kemenyan. Kasur kemudian di angkat oleh
beberapa orang tepat diatas asap kemenyan.
Usai acara tersebut dilanjutkan dengan acara munjungan. Kedua
mempelai bersujud sungkem kepada kedua orang tua mereka, sesepuh, kerabat
dekat, dan kuncen.
Akhirnya selesailah rangkaian upacara perkawinan. Sebagai ungkapan
rasa terima kasih kepada para undangan, tuan rumah membagikan makanan kepada
mereka. Masing-masing mendapatkan boboko (bakul) yang berisi nasi dengan lauk
pauknya dan rigen yang berisi opak, wajit, ranginang, dan
pisang.
Beberapa hari setelah perkawinan, kedua mempelai wajib berkunjung
kepada saudara-saudaranya, baik dari pihak laki-laki maupun dari pihak
perempuan. Maksudnya untuk menyampaikan ucapan terima kasih atas bantuan mereka
selama acara perkawinan yang telah lalu. Biasanya sambil berkunjung kedua
mempelai membawa nasi dengan lauk pauknya. Usai beramah tamah, ketika kedua
mempelai berpamitan akan pulang, maka pihak keluarga yang dikunjungi memberikan
hadiah seperti peralatan untuk keperluan rumah tangga mereka.
Kepercayaan masyarakat Kampung Naga terhadap waktu
terwujud pada kepercayaan mereka yang disebut palintangan. Adapun saat-saat
tertentu ada bulan atau waktu yang dianggap buruk, pantangan atau tabu untuk
melaksanakan pekerjaan-pekerjaan yang sangat penting, seperti membangun rumah,
perkawinan, hitanan, dan upacara adat. Waktu yang dianggap tabu disebut
larangan bulan. Larangan bulan jatuhnya pada bulan sapar dan bulan Rhamadhan.
Pada bulan-bulan tersebut dilarang atau tabu mengadakan upacara, karena hal itu
bertepatan dengan upacara menyepi. Selain itu perhitungan menentukan hari baik
didasarkan kepada hari-hari naas yang
ada dalam setiap bulannya, seperti :
1.
Muharam
(Muharram) hari Sabtu-Minggu tanggal 11,14
2.
Sapar
(Safar) hari Sabtu-Minggu tanggal 1,20
3.
Maulud
hari (Rabiul Tsani)Sabtu-Minggu tanggal 1,15
4.
Silih
Mulud (Rabi'ul Tsani) hari Senin-Selasa tanggal 10,14
5.
Jumalid
Awal (Jumadil Awwal)hari Senin-Selasa tanggal 10,20
6.
Jumalid
Akhir (Jumadil Tsani)hari Senin-Selasa tanggal 10,14
7.
Rajab
hari (Rajab) Rabu-Kamis tanggal 12,13
8.
Rewah
hari (Sya'ban) Rabu-Kamis tanggal 19,20
9.
Puasa/Ramadhan
(Ramadhan)hari Rabu-Kamis tanggal 9,11
10.Syawal (Syawal) hari Jumat tanggal 10,11
11.
Hapit
(Dzulqaidah) hari Jumat tanggal 2,12
12.Rayagung (Dzulhijjah) hari Jumat tanggal 6,20
Pada hari-hari dan tanggal-tanggal tersebut tabu
menyelenggarakan pesta atau upacara-upacara perkawinan, atau khitanan. Upacara
perkawinan boleh dilaksanakan bertepatan dengan hari-hari dilaksanakannya
upacara menyepi. Selain perhitungan untuk menentukan hari baik untuk memulai
suatu pekerjaan seperti upacara perkawinan, khitanan, mendirikan rumah, dan
lain-lain, didasarkan kepada hari-hari naas yang terdapat pada setiap bulannya.
Mega anggraeni
Fakultas Ilmu Sosial, Pariwisata 2011
Universitas
Negeri Jakarta
Good job sis, ulasannya cukup lengkap untuk pembahasan dari sisi Religi dan Kebudayaannya. Sarannya mungkin untuk pembahasan Kesenian bisa dibahas sedikit lebih dalam dan ditambahkan gambarnya. Keep spirit :)
Untuk penulisannya cukup menarik untuk dibaca,tapi sayangnya dari segi dokumentasinya masih kurang :)
But overall,ulasan tentang Kampung Naga menarik untuk dibaca sbg bahan penambah ilmu pengetahuan
You're doing a good job,Mega! Keep your spirit ya :D
Kalau dipikir memang ada manfaatnya tentang apa yang diterapkan hukum adat,
misalkan adanya hutan larangan yang dilarang untuk di tebang, menurut kepercayaan adat akan ada bencana apabila hukum itu dilanggar,
namun bila dilihat secara ilmiah, apabila hutan yang ada di kawasan kampung naga itu di tebang, maka akan timbul bencana seperti longsor, banjir ataupun angin kencang,
karena letak geografis darah kampung naga dikelilingi perbukitan, maka akan berbahaya jika hutan-hutan yang ada di sekitar kampung naga di tebang habis.
Terimakasih atas tulisan yang informatif
desa yang sangat bagus dan sangat teguh memegang adat istiadat akan lebih baik jika pemerintah khususnya dinas kebudayaan memasuki daerah ini dengan sedikit sentuhan "kemodernan" agar mereka tetap bisa mempertahankan adat namun mereka juga tetap bisa bersaing dengan masyarakat lain
dari segi pembahasan udah bagus , cuma dokumentasinya kurang .
dan ada pembahasan yg rancu ( dalam artian dlm penulisan itu harus da kata smbungnya sebelum masuk ke pembahasan berikutnya .
trus pembahasan tentang keseniannya juga kurang ,kalau bisa d tambah lagi pembahasannya .
itu ajah sih ,
good luck mega buat uas nya .
semangat :)