Kesenian


Kesenian
Bentuk tradisional terendah di Tanah Karo adalah ‘Kesain’(dusun-desa) yang biasanya akan bergabung sesuai merga yang sama membentuk ‘urung’ dipimpin oleh ‘penghulu/raja urung’ atau ‘sibayak’. Di akhir pemerintahan ‘urung’ sekitar tahun 1940an terdapat sekitar 17 urung (diluar urung yang telah beraja ke Langkat, Deli dan Serdang).  Tetapi 5 urung Karo yang terbesar adalah : Sibayak Lingga, Sarinembah, Suka, Barusjahe dan Kutabuluh.
Sejak masuknya penginjil ke Tapanuli Utara (tahun 1800an), maka mayoritas Batak Toba adalah beragama Kristen. Tetapi Angkola dan Mandailing di Tapanuli Selatan telah diislamkan Gerakan Padri dari Minangkabau (Tuanku Imam Bonjol). Sedangkan 3 suku lainnya yaitu Dairi-Pakpak, Simalungun dan Karo sekitar 60% beragama Kristen (yaitu yang bersempadan dengan Batak Toba), sisanya yang bermukim di batas wilayah Aceh dan wilayah Melayu beragama Islam.
Pakaian adat suku ini didominasi dengan warna merah dan penuh dengan perhiasan emas. Kain mereka pun disebut ULOS (dengan corak yang berbeda berbanding ulos Batak Toba misalnya).
Suku Karo mempunyai beberapa kebudayaan tradisional, di antaranya tari tradisional:
  • Piso Surit
  • Lima Serangkai
  • Tari Terang Bulan
  • Tari Roti Manis
Suku Karo juga memiliki drama tradisional yang disebut dengan kata Gundala.
Kegiatan Budaya
  • Merdang merdem = "kerja tahun" yang disertai "Gendang guro-guro aron".
  • Mahpah = "kerja tahun" yang disertai "Gendang guro-guro aron".
  • Mengket Rumah Mbaru - Pesta memasuki rumah (adat - ibadat) baru.
  • Mbesur-mbesuri - "Ngerires" - membuat lemang waktu padi mulai bunting.
  • Ndilo Udan - memanggil hujan.
  • Rebu-rebu - mirip pesta "kerja tahun".
  • Ngumbung - hari jeda "aron" (kumpulan pekerja di desa).
  • Erpangir Ku Lau - penyucian diri (untuk membuang sial).
  • Raleng Tendi - "Ngicik Tendi" = memanggil jiwa setelah seseorang kurang tenang karena terkejut secara suatu kejadian yang tidak disangka-sangka.
  • Motong Rambai - Pesta kecil keluarga - handai taulan untuk memanggkas habis rambut bayi (balita) yang terjalin dan tidak rapi. 
  • Ngaloken Cincin Upah Tendi - Upacara keluarga pemberian cincin permintaan dari keponakan (dari Mama ke Bere-bere atau dari Bibi ke Permain).
  • Ngaloken Rawit - Upacara keluarga pemberian pisau (tumbuk lada) atau belati atau celurit kecil yang berupa permintaan dari keponakan (dari Mama ke Bere-bere) - keponakan laki-laki.

Alat Musik Karo

Sierjabaten begitulah sebutan Orang Karo kepada pemain musik tradisional-nya, dimana mereka (Sierjabaten atau penggual) berfungsi sebagai pengiring musik upacara adat Suku Karo, baik itu pernikahan, pesta panen, Kemalangan atau lainnya. Jadi dari hal tersebut maka sebenarnya profesi ini bisa dibilang sudah cukup lama sekali ada dalam perkembangan dan perjalanan hidup Suku Karo. Mengenai kepastian mulai kapan julukan atau penamaan ini mulai dikenal dan di populerkan saya kurang tau pasti , yang jelas profesi ini berkaitan sekali dengan kesenian tradisional Suku Karo. Jadi menurut saya mereka mulai dikenal ketika masyarakat Karo menyadari kebutuhan akan hiburan dalan setiap acara adat mereka.

Pada kenyataanya peran serta mereka sangatlah vital dalam setiap acara pesta adat, sebab tanpa mereka sebuah acara adat tidak lengkap dan sempurna, mereka adalah sekumpulan penghibur juga bisa dibilang irama, nyawa dan tolak ukur kemeriahan sebuah acara adat. Semakin hebat keahlian mereka dalam bermain musik maka makin tinggi pula pamor mereka (Sierjabaten) dimata masayarakat Karo.

Sierjabaten memiliki keahlian dalam bemain berbagai macam alat musik tradisoanal Karo yang terdiri atas Sarune, Gendang Singanaki, Gendang singindungi, Gendang penganak, dan gung. Setiap pemain alat musik mempunyai nama masing masing sesuai dengan alat musik yang mereka mainkan, pemain sarune disebut panarune, pemain gendang (singanaki dan singindungi) disebut penggua, dan pemain penganak disebut simalu penganak, dan pemain gung disebut simalu gung, serta pemain mangkuk michiho disebut simalu mangkuk michiho.
Untuk lebih jelasnya berikut ini penjelasan mengenai setiap alat musik Tradisonal Karo :
A. Sarune.
a. Anak-anak sarune, terbuat dari daun kelapa dan embulu-embulu (pipa kecil) diameter 1 mm dan panjang 3-4 mm. Daun kelapa dipilih yang sudah tua dan kering. Daun dibentuk triangel sebanyak dua lembar. Salah satu sudut dari kedua lembaran daun yang dibentuk diikatkan pada embulu-embulu, dengan posisi kedua sudut daun tersebut,
b.Tongkeh sarune, bagian ini berguna untuk menghubungkan anak-anak sarune. Biasanya dibuat dari timah, panjangnya sama dengan jarak antara satu lobang nada dengan nada yang lain pada lobang sarune,
c. ampang-ampang sarune, bagian ini ditempatkan pada embulu-embulu sarune yang berguna untuk penampung bibir pada saat meniup sarune. Bentuknya melingkar dnegan diameter 3 cm dan ketebalan 2 mm. Dibuat dari bahan tulang (hewan), tempurung, atau perak,
d. batang sarune, bagian ini adalah tempat lobang nada sarune, bentuknya konis baik bagian dalam maupun luar. Sarune mempunyai delapan buah lobang nada. Tujuh di sisi atas dan satu di belakang. Jarak lobang 1 ke lobang adalah 4,6 cm dan jarak lobang VII ke ujung sarune 5,6 cm. Jarak antara tiap-tiap lobang nada adalah 2 cm, dan jarak lubang bagian belakang ke lempengan 5,6 cm.
e. gundal sarune, letaknya pada bagian bawah batang sarune. Gundal sarune terbuat dari bahan yang sama dengan batang sarune. Bentuk bagian dalamnya barel, sedangkan bentuk bagian luarnya konis. ukuran panjang gundal sarune tergantung panjang batang sarune yaitu 5/9.

B. Gendang
Alat musik gendang adalah berfungsi membawa ritme variasi. Alat ini dapat diklasifikasi ke dalam kelompok membranofon konis ganda yang dipukul dengan dua stik. Dalam budaya musik Karo gendang ini terdiri dari dua jenis yaitu gendang singanaki (anak) dan gendang singindung (induk). Gendang singanaki di tambahi bagian gerantung. Bagian-bagian gendang anak dan induk adalah sama, yang berbeda adalah ukuran dan fungsi estetis akustiknya. Bagian-bagian gendang itu adalah:
tutup gendang, yaitu bagian ujung konis atas. Tutup gendang ini terbuat dari kulit napuh (kancil). Kulit napuh ini dipasang ke bingkai bibir penampang endang. Bingkainya terbuat dari bambu.
Tali gendang lazim disebut dengan tarik gendang terbuat dari kayu nangka(Artocarpus integra sp). Salah satu sampel contoh ukuran untuk bagian atas gendang anak adalah 5 cm, diameter bagian bawah 4 cm dan keseluruhan 44 cm. ukuran gendang kecil yang dilekatkan pada gendang anak, diameter bagian atas 4 cm, diameter bagian bawah 3 cm, dan panjang keseluruhan 11,5 cm. Alat pukulnya (stik) terbuat dari kayu
jeruk purut. Alat pukul gendang keduanya sama besar dan bentuknya. Panjangnya 14 cm dan penampang dan penampung relatif 2 cm.
Untuk gendang indung, diameter bagian atas 5,5 cm, bagian bawah 4,5 cm, panjang keseluruhan 45,5 cm. Bahan alat pukulnya juga terbuat dari kayu jeruk purut. Ukuran alat pukul ini berbeda yaitu yang kanan penampangnya lebih besar dari yang kiri, yaitu 2 cm untuk kanan dan 0,6 cm untuk kiri. Panjang keduanya sama 14 cm.
C. Gung dan penganak
Yaitu pengatur ritme musik tradisional Karo. Gung ini diklasifikasikan ke dalam kategori idiofon yang terbuat dari logam yang cara memainkannya digantung. Gung terbuat dari tembaga, berbentuk bundar mempunyai pencu. Gung dalam musik tradisional Karo terbagi dua yaitu gung penganak dangung. Salah satu contoh ukuran gung penganak diameternya 15,6 cm dengan pencu 4 cm dan ketebalan sisi lingkarannya 2,8 cm. Pemukulnya terbuat dari kayu dan dilapis dengan karet. Gung mempunyai diameter 65 cm dengan pencu berdiameter 15 cm dan tebal sisi lingkarannya 10 cm. Pemukulnya terbuat dari kayu dan dilapisi karet.
Demikianlah sedikit informasi dan pembahasan yang saya dapat dari internet, semoga berguna. Pesan moral yang ingin saya sampaikan adalanh, saat ini sulit sekali menemui Sierjabaten yang Tradisional, karena saat ini lebih banyak dan lebih populer Sierjabaten yang mengunakan alat Moderen yang lebih dikenal dengan Keyboard (Pekeyboard). Gendang Karo tradisoanal mulai tergeser dengan gendang karo modern.


Seni Sastra.

Bahasa Karo adalah bahasa sehari-hari yang digunakan masyarakat Karo. Ruang lingkup penggunaan bahasa itu sendiri tidak mengenal ruang dan waktu. Dimanapun dan pada saat kapanpun jika ada sesama Karo bertemu ataupun bukan orang Karo tapi mengerti bahasa Karo berhak untuk berdialog dengan bahasa Karo.
Seni sastra bahasa Karo tingkat tinggi seperti “Cakap Lumat”. Cakap lumat adalah dialog diselang-selingi dengan pepatah, perumpamaan, pantun dan gurindam yang digunakan untuk sepasang kekasih untuk saling menggoda. Misalnya dahulu seorang pemuda bercintaan dengan seorang gadis di ture (teras rumah adat) maka untuk menarik perhatian gadis tersebut dia menggunakan cakap lumat.
Seni sastra Karo dapat digolongkan beberapa jenis yaitu : pantun, gurindam, anding-andingen (sindiran), kuan-kuanen (perumpamaan), bintang-bintang (mirip pantun), bilang-bilang (cetusan rasa sedih), cerita mitos, legenda dan cerita rakyat.
Bahkan bilang-bilang ditulis dengan aksara Karo di sepotong bambu. Isinya adalah jeritan hati sipenulisnya. Bilang-bilang tersebut terfokus pada suasana kepedihan. Oleh karena itu ada juga yang mengatakan bilang-bilang sebagai “dengang duka.”
Sama halnya dengan daerah lain di Indonesia, Karo juga mempunyai legenda dan cerita rakyat. Misalnya cerita Pawang Ternalem, Putri Hijau, Sibayak Barus Jahe, Guru Pertawar Reme, Si Beru Rengga Kuning, Beru Karo Basukum, Dunda Katekuten, Beru Ginting Pase, Baru Tarigan Tambak Bawang, Kak tengkok bungana, Siberu Tandang Kemerlang, Tera Jile-jile, Kerbo Sinanggalatu, Perpola, Singelanja Sira, Gosing Si Ajibonar dan lain sebagainya.
Aksara Karo merupakan salah satu bentuk kekayaan sastra Karo. Menurut sejarahnya aksara Karo bersumber dari aksara Sumatera Kuno yaitu campuran aksara Rejang, Lebong, Komering dan Pasaman. Kemungkinan aksara ini dibawa dari India Selatan, Myanmar/Siam dan akhirnya sampai ke Tanah Karo. Aksara ini hampir mirip dengan Simalungun dan Pakpak Dairi. Aksara Karo dulu ditulis di kulit kayu, tulang dan bambu.

Seni Musik.

Alat musik tradisional suku Karo adalah Gendang Karo. Biasanya disebut Gendang “Lima Sedalinen” yang artinya seperangkat gendang tari yang terdiri dari lima unsur.
Unsur disini bisa kita lihat dari beberapa alat musik tradisional Karo seperti Kulcapi, Balobat, Surdam, Keteng-keteng, Murhab, Serune, Gendang si ngindungi, Gendang si nganaki, Penganak dan Gung. Alat tradisional ini sering digunakan untuk menari, menyanyi dan berbagai ritus tradisi.
Jadi Gendang Karo sudah lengkap (lima sedalinen) jika sudah ada Serune, Gendang si ngindungi, Gendang si nganaki, Penganak dan Gung dalam mengiringi sebuah upacara atau pesta.
Tapi sekarang perkembangan musik Karo sudah terkontaminasi dengan alat modern semacam keyboard. Era masuknya musik keyboard ke dalam kesenian Karo sekitar tahun 1990an. Musik keyboard sudah mendominasi kesenian Karo, sehingga timbul kesimpulan jika tidak ada Keyboard maka gendang Karo itu tidak ramai.

Seni Suara.

Diperkirakan dibawah tahun 1800an suku Karo belum mengenal seni suara secara nyata. Kemudian dalam perkembangannya muncullah lagu-lagu yang dibawakan seseorang sebagai ‘perende-rende’ (penyanyi). Lagunya masih cenderung sedih. Lagu ini biasa dibawakan untuk mengantar cerita atau memuja seseorang. Juga menyampaikan doa seperti lagu didong-didong.
Setelah perkembangannya lagu-lagu Karo mulai diiringi oleh gendang Karo sebagai musiknya. Yang membawakan lagu ini baik laki-laki maupun perempuan disebut permanga-mangga dan akhirnya beralih nama menjadi perkolong-kolong.
Banyak lagu Karo diciptakan dari generasi terdahulu sampai sekarang. Sebagai contoh komponis Karo yang telah melegenda adalah Djaga Depari. Seni suara


Seni Tari.

Tari dalam bahasa Karo disebut “Landek.” Pola dasar tari Karo adalah posisi tubuh, gerakan tangan, gerakan naik turun lutut (endek) disesuaikan dengan tempo gendang dan gerak kaki. Pola dasar tarian itu ditambah dengan variasi tertentu sehinggga tarian tersebut menarik dan indah.
Tarian berkaitan adat misalnya memasuki rumah baru, pesta perkawinan, upacara kematian dan lain-lain.
Tarian berkaitan dengan ritus dan religi biasa dipimpin oleh guru (dukun). Misalnya Tari Mulih-mulih, Tari Tungkat, Erpangir Ku Lau, Tari Baka, Tari Begu Deleng, Tari Muncang, dan lain-lain.
Tarian berkaitan dengan hiburan digolongkan secara umum. Misalnya Tari Gundala-gundala, Tari Ndikkar dan lain-lain.
Sejak tahun 1960 tari Karo bertambah dengan adanya tari kreasi baru. Misalnya tari lima serangkai yang dipadu dari lima jenis tari yaitu Tari Morah-morah, Tari Perakut, Tari Cipa Jok, Tari Patam-patam Lance dan Tari Kabang Kiung. Setelah itu muncul pula tari Piso Surit, tari Terang Bulan, tari Roti Manis dan tari Tanam Padi.
Tari Tor-tor (bersifat magis)

1.      Tari Tor-tor adalah tarian yang gerakannya se-irama denganiringan musik (magondangi) yang dimainkan dengan alat-alatmusik tradisional seperti gondang, suling, terompet batak, danlain-lain. Menurut sejarahnya tari tor-tor digunakan dalam acararitual yang berhubungan dengan roh, dimana roh tersebutdipanggil dan “masuk” ke patung-patung batu (merupakan simboldari leluhur), lalu patung tersebut tersebut bergerak seperti menariakan tetapi gerakannya kaku. Gerakan tersebut meliputi gerakankaki (jinjit-jinjit) dan gerakan tangan.


Tari Serampang duabelas
2.      Tari Serampang Duabelas berkisah tentang cinta suci dua anak manusia yang muncul sejak pandangan pertama dan diakhiri dengan pernikahan yang direstui oleh kedua orang tua sang dara dan teruna. Oleh karena menceritakan proses bertemunya dua hati tersebut, maka tarian ini biasanya dimainkan secara berpasangan, laki-laki dan perempuan. Namun demikian, pada awal perkembangannya tarian ini hanya dibawakan oleh laki-laki karena kondisi masyarakat pada waktu itu melarang perempuan tampil di depan umum, apalagi memperlihatkan lenggak lenggok tubuhnya.

Seni Pahat (Ukir).
Keragaman seni pahat dan ukir suku Karo terlihat dari corak ragam bangunannya. Dulu orang yang ahli membuat bangunan Karo disebut “Pande Tukang.”
Hal ini terlihat dari jenis-jenis bangunan Karo seperti Rumah Siwaluh Jabu, Geriten, Jambur, Batang, Lige-lige, Kalimbaban, Sapo Gunung, dan Lipo.
Seni ukir yang menjadi kekayaan kesenian Karo terlihat pada setiap ukiran bangunannya seperti Ukir Cekili Kambing, Ukir Ipen-Ipen, Ukir Embun Sikawiten, Ukir Lipan Nangkih Tongkeh, Ukir Tandak Kerbo Payung, Ukir Pengeretret, dan Ciken.
1.      Ukir cekili kambing
ialah hiasan pada bangunan rumah, tangkaipisau, dan gantang beru-beru.



2.      Ukir ipen-ipen
ialah dibuatkan pada bamabu atau kayu yangdijadikan tempat sayuran daging.
3.      Ukir Embun sikawiten
ialah berbentuk awanyang berarak dan ini diukir pada petak, tangkaipisau dan gantang beru-beru.
4.      Ciken
adalah tongkat dari kayu dan tulang dimana ada pegangan tangan.
5.      Gung
ialah gong yang terbuat dari tembaga,biasanya dipergunakan pada upacara-upacara adat.
6.      Penganak 
            bentuknya sama tapi jauh lebih kecil dari gongg.
7.      Sarune
adalah serunai terbuat dari kayu, digunakan untuk upacaraadat dan pesta muda-mudi.
8.      Belobat 
ialah beluat terbuat dari bambu yang merupakan alat tiup.
9.      Keteng-keteng
terbuat dari seruas pohon bambu yang berfungsisebagai pengatur suara dalam suatu upacara. 
10.   Kecapi
alat petik menyerupai gitar dengan dua tali

Seni Drama.

Seni drama tergolong langka pada masyarakat Karo. Kalaupun ada biasanya berhubungan dengan tarian seperti Tari Mondong-Ondong yang berhubungan dengan drama Perlanja Sira (Pemikul Garam), Tari Tungkat dan Tari Guru.

Penutup
Tidak bisa disangkal lagi kedudukan suatu kebudayaan akan lebih lagi mendapat pengakuan jika ada pengakuan dari kreatifitas keseniannya dan bagaimana etnik tersebut mengembangkan unsur keseniannya.
Pengembangan dan pelestarian kesenian Karo saat ini sudah masuk dalam taraf memprihatinkan. Kita tidak boleh begitu saja menyalahkan para seniman Karo yang selalu saja berusaha mencari cara bagaimana agar kesenian Karo dapat berkembang dan lestari. Tapi keberlangsungan kesenian Karo tersebut terletak pada masyakarakat Karo sendiri bagaimana mengapresiasikan kekayaan keseniannya.
Sekali lagi, keberlangsungan kesenian Karo tidak hanya terletak di bahu para senimannya. Tapi juga peran serta masyarakat Karo dalam melestarikan dan menghargainya.
Alangkah baiknya jika kita tumbuhkan rasa memiliki, melestarikan dan menghargai akan perkembangan kesenian Karo. Hingga Kesenian Karo itu tidak pernah mati.
Seiring perkembangan pembangunan pariwisata yang terjadi di Kabupaten Karo, membawa pengaruh bagi lingkungan, sistem sosial, dan nilai budaya, yang familiar disebut dengan “pengaruh pembangunan pariwisata” (Sirtha 2010 : 6). Pengaruh ini membawa hal positif dan negatif dalam pelaksanaannya. Dari aktivitas dan kegiatan tersebut merebaklah berbagai isu-isu seputar eksistensi pariwisata Karo yang dapat memecahkan permasalahan sosial, budaya dan ekonomi di Kabupaten Karo. Hingga sekarang pariwisata Kabupaten Karo tidak pernah terlepas dari berbagai tren dan kasus-kasus seputar perkembangan, pengembangan dan pengelolaannya. Hal tersebut seperti:
1.   Sumatera Utara terutama Karo bisa tumbuh menjadi salah satu daerah wisata yang terpopuler di Indonesia. Wakil Ketua I DPD Asita Bali, I Ketut Ardana mengatakan "Keyakinan itu mengacu pada besarnya potensi objek wisatanya, bukan hanya dari jumlah tetapi nilai jualnya seperti keindahan,". Sebanyak 27 orang pengusaha dari 23 perusahaan perjalanan di Bali mengikuti kegiatan farm trip selama empat hari tiga malam dari perjalanan  ke Bukit Lawang, Langkat, Berastagi, Rumah Lingga, Resort Simalem dan city tour di Medan. "Teman-teman pengusaha travel sangat kagum dan tertarik ketika ikut tracking di Bukit Lawang dan menikmati pemandangan di Resort Simalem. Benar-benar sangat menakjubkan dan pasti layak dijual" (Managing Director Sinar Mentari Tour and Travel Bali). Perusahaan perjalanan di Bali semakin tertarik mempromosikan dan menjual paket wisata Sumut terutama Kabupaten Karo ke wisatawan yang mengunjungi Bali. "Selama ini sudah ada kerja sama antara pengusaha travel Bali dan Sumut, bahkan tamu yang ke Bali sudah dibawa ke Sumut, tetapi kerja sama itu harus ditingkatkan karena potensi pariwsata Sumut nyatanya cukup besar". Memang wisatawan yang datang ke Bali harus diarahkan lagi mengunjungi daerah lain dan Sumut (Karo) dinilai sangat tepat. "Tetapi pemerintah Sumut harus meningkatkan infrastruktur dari dan menuju serta di lokasi objek wisata Sumut. Terus terang jalan ke objek wisata sangat jelek dan kurang bersih serta tidak terawat". Asita Sumut masih mengandalkan Parapat, Samosir, Berastagi, Baharok, Tangkahan, Nias, Medan menjadi daerah tujan wisata. Sedangkan pasar utama penjualan paket-paket wisata Sumut (Karo) itu adalah Malaysia, Singapura, Belanda, Jerman, Perancis, Australia, China dan Taiwan.
Ketersediaan Sumber Daya Manusia untuk Pariwisata Karo: Sumber Daya Manusia (SDM) bidang pariwisata di Indonesia, khususnya Kabupaten Karo dinilai masih tertinggal. Dalam bidang jasa pelayanan, saat negara lain sudah mengarah ke tingkat kepedulian (customer care), Karo yang merupakan Daerah Tujuan Wisata (DTW) justru masih sulit mencapai pelayanan tingkat customer service.. Ketua Koordinasi Sertifikasi Pekerja Mengatakan pada harian Waspada pada saat di Kabupaten Karo:
 “Salah satu cara untuk mengatasi permasalahan ini adalah dengan memasukkan pekerja kedalam pelatihan yang berbasis kompetensi (Competency Based Education and Training) yang disepakati oleh pemerintah sebagai regulator, pengusaha dan pekerja itu sendiri, Inilah salah satu kunci keberhasilan dalam menghadapi liberalisasi pariwisata. Akan tetapi, faktor ini pula yang kelihatannya kita sering lupa mempersiapkannya dengan baik,”
 

Daftar pustaka:
www.wikipedia.com
Buku Sumatera Revolusi dan Elite Tradisional, Anthony Reid
http://karobukanbatak.wordpress.com
http://sosbud.kompasiana.com
http://www.karoweb.or.id

0 Responses