BAHASA
Bahasa
bugis adalah suatu hal yang sangat kompleks. Bahasa yang digunakan
etnik bugis di Sulawesi Selatan yang tersebar diKabupaten Maros ,
Pangkep, Barru, Pare Pare, Pinrang, Enrekang, Majene, Luwu,
Sidenrengrappang, Soppeang, Wajo, Bone, Sinjai, Bulukumba, dan
Bantaeng. Masyarakat bugis memiliki penulisan tradisional yaitu
sastra lontara.
Lontara adalah aksara
tradisional masyarakat bugis Makassar.bentuk aksara lontara menurut
budayawan prof.mattulada(alm) berasal dari “sulapa eppa wala suji”.
Wala suji berasal dari kata pemisah atau pagar atau penjaga. Dan suji
yang berarti putri. Wala suji adalah sejenis pagar bamboo dalam acara
ritual yang berbetuk belah ketupat. Sulapa eppa atau empat sisi
adalah bentuk mistis kepercayaan masyarakat buugis Makassar yang
menyimbolkan susunan semesta,api air angin tanah. Huruf lontara ini
pada umumnya dipakai untuk menulis tata aturan pemerintah dan
kemasyarakatan , naskah ditulis pada daun lontar menggunakan lidi
atau kalam yang terbuat dari ijuk kasar.
Selain bahasa bugis,
masyarakat bugis juga mempunyai bahasa lainnya yaitu bahasa Tae.
Bahasa tae adalah bahasa yang digunakan di tanah luwu, salah satu
bahasa dari lebih sepuluh bangsa yang mendiami tanah luwu Sulawesi
selatan. Bahasa tae ini oleh sebagian penduduk dari tanah luwu.
Bahasa Tae ini digunakan sebagai suatu bahasa percakapan penduduk
setempat, mulai dari perbatasan dengn burikao kabupaten wajo sampai
dengan daerah kabupaten luwu timur malili.
Bahasa Tae adalah rumoun
bahasa yang terdiri dari duabelas bahasa atai dialeg yang dugunakan
masyarakat yang berada di wilayah tanah luwu. Tanah luwu adalah
sebuah wilayah yang merupakan bekas wilayah kedatuan atau kerajaan
luwu kuno. Wilayah kedatuan luwu kuno terbentang dari wilayah
administrasi kabupaten luwu, luwu timur, luwu utara dan kota palopo.
Sebenarnya bahasa Tae bukan merupakan bahasa asli bugis, bahasa ini
merupakan bahasa dari rumpun toraja yang dibawa ke dataran luwu
sehingga di gunakan oleh sebagian masyarakat bugis terutama
masyarakat di daerah luwu.