Sistem Sosial Orang Tolaki



Secara historis, lembaga adat kalosara  merupakan landasan dasar dari keseluruhan sistem sosial budaya orang Tolaki termasuk kepemimpinan, kaidah-kaidah hidup bermasyarakat, sistem norma-norma, sistem hukum dan aturan-aturan lainnya. Di dalam kehidupan sosial budaya orang Tolaki sehari-hari secara umum baik merupakan rakyat biasa, sebagai seorang tokoh formal maupun nonformal, nilai-nilai kepemimpinan yang terkandung dalam lembaga adat kalosara berintikan persatuan dan kesatuan, keserasian dan keharmonisan, keamanan dan kedamaian, dan sebagainya. Lembaga kalosara juga menjadi landasan kultural bagi setiap individu orang Tolaki di dalam menciptakan suasana kehidupan bersama yang aman damai serta di dalam menegakkan aturan baik berupa hukum adat maupun hukum Negara.
 Karena itu bagi orang Tolaki menghargai, mengkeramatkan dan mensucikan kalo berarti mentaati ajaran-ajaran nenek moyang mereka. Apabila mereka berbuat sebaliknya, diyakini akan mendatangkan bala atau durhaka.
Di mata orang Tolaki tradisional,  o kambo dianggap sebagai tanah tumpah darah dengan sistem sosial yang relatif homogen serta dengan tingkat solidaritas sosial yang tinggi.  Seluruh warga yang berada diwilayah ini berada dalam ikatan genealogis yang dekat, yakni seluruhnya merupakan anggota rumpun keluarga besar tertentu.  Warga yang masih sedang berada (berdiam) di wilayah o kambo disebut istilah ‘menggambo, dan penguhuni aslinya disebut dengan istilah “mbu kambo”. Warga yang bertandang dan bermukim di kampung lain disebut dengan istilah ‘lako mesuere nggambo, atau yang sedang merantau ke daerah lain disebut dengan istilah lako mesuere wonua. Warga dari luar yang datang bertandang atau bermukim di wilayah o kambo, sering disebut dengan istilah ‘toono ari suere nggambo (pendatang dari kampung lain/untuk sesama warga Tolaki) atau toono leu (pendatang dari daerah lain, baik untuk sesama warga Tolaki maupun untuk warga migran).

1. Sistem kekerabatan

Dalam masyarakat orang Tolaki, seperti pada semua masyarakat, sistem hubungan kekerabatan terjadi karena keturunan dan perkawinan. Hubungan kerabat karena keturunan disebut meohai yang berarti hubungan saudara, anamotuo yang berarti hubungan orang tua. Sedangkan hubungan karena perkawinan disebut pinetono yang berarti hubungan suami-istri, hubungan keluarga istri dan hubungan keluarga suami.
Hubungan saudara tampak sebagai apa yang disebut mekotukombo atau hubungan saudara kandung, yang terdiri atas tiga macam, yaitu :
- meohai aso ama aso ina yaitu hubungan saudara kandung seayah dan seibu.
- meohai aso ama suere ina yaitu hubungan saudara kandung seayah lain ibu.
- meohai aso ina suere ama yaitu hubungan saudara kandung seibu lain ayah.

Selain hubungan saudara sebagai saudara kandung, ada juga hubungan saudara yang disebut meopoteha yaitu hubungan saudara sepupu. Hubungan saudara sepupu ini juga terdiri atas tiga macam, yaitu :
- meopoteha monggo aso yaitu hubungan sepupu derajat satu.
- meopoteha monggo ruo yaitu hubungan sepupu derajat dua.
- meopoteha monggo tolu yaitu hubungan sepupu derajat tiga.

Hubungan dengan orang tua tampak dalam unsur-unsur yang disebut mbeo'ana atau hubungan orang tua dengan anak dan mbeopue atau hubungan kakek atau nenek dengan cucu. Hubungan antara orang tua dengan anak terdiri dari unsur-unsur sebagai mbeo'ana kotukombo (hubungan orang tua dengan anak kandung) dan mbeolaki'ana (hubungan paman atau bibi dengan kemenakan). Hubungan paman atau bibi dengan kemenakan terdiri pula atas unsur mbeolaki'ana nggotukombo (hubungan paman atau bibi dengan kemenakan kandung) dan unsur mbeolaki'ana mboteha (hubungan paman atau bibi dengan kemenakan sepupu).

Masing-masing paman sepupu, bibi sepupu, dan kemenakan terdiri pula atas tiga unsur, yakni sebagai sepupu derajat satu, sebagai sepupu derajat dua, dan sebagai sepupu derajat tiga.

Selanjutnya hubungan antara kakek atau nenek dengan cucu terdiri dari tiga tingkat, baik ke atas maupun ke bawah, yakni :
- meopue-mbue atau hubungan kakek nenek dengan cucu.
- meopuetuko-mbuetuko atau hubungan piut dengan cici.
- meopusele-mbusele atau hubungan buyut dengan cece.

Menurut orang Tolaki, kakek atau nenek itu ada tujuh lapis. Lapisan ketujuh yang disebut puembitulapi (kakek atau nenek lapisan ketujuh) tidak dikenal lagi dan dipertanyakan oleh cucunya lapisan terbawah, oleh karena itu ada istilah puembinesuko'ako yang berarti kakek atau nenek yang dipertanyakan.

2. Keluarga inti dan kelompok kekerabatan

Keluarga inti dan rumah tangga. Sebagai akibat dari perkawinan terjadi di keluarga inti, yang dalam bahasa Tolaki disebut o rapu yang berarti rumpun pohon, maksudnya adalah "rumpun keluarga" yang terdiri atas meowali mbeo'ana (ayah, ibu, dan sejumlah anak), termasuk di dalamnya ayah tiri, ibu tiri, dan anak tiri. Adanya kategori tiri ini adalah akibat poligini, yaitu seorang yang beristri lebih dari satu dan atas akibat dari seorang janda yang kawin lagi. Adapun anak angkat yang disebut ana nio'ana atau anak yang dipelihara sebagai anak kandung, dalam segi-segi sosial tertentu dibedakan dari anak kandung sendiri.

Suatu rumah tangga orang Tolaki tidak hanya terdiri dari ayah dan ibu serta sejumlah anak saja, tetapi juga terdiri dari ipar-ipar yang belum kawin, atau mertua janda, mertua duda, paman duda, atau janda, atau dengan kemenakan yang yatim piatu. Ada yang diantaranya tinggal untuk sementara dan ada juga yang tinggal menetap. Oleh karena itu tidak mengherankan jikalau rumah orang Tolaki itu biasanya rumah besar. Seorang suami yang beristri lebih dari satu adalah kepala rumah tangga dari setiap istrinya sebab jarang ada istri yang mau tinggal bersama dengan istri muda di satu rumah.

0 Responses