LANGGO-LANGIT
ADAT
1. SIFAT ADAT
Adat seperti dikemukakan terdahulu
adalah peraturan hidup sehari-hari. Sebagai peraturan hidup dengan sendirinya
adat mengikat orang perorangan dan masyarakat untuk tunduk dan
mematuhinya.kalau tidak demikian, adat itu sendiri hanya akan menjadi “
semboyan di bibir” yang tak punya arti dan fungsi apa-apa.
Adat minang bagaimana di
bandingkan dan dipuja tidak ada artinya bila “ orang minang” sendiri tidak
merasa terikat untuk mematuhinya.namun demikian, adat itu sendiri tidak merasa
terikat untuk mematuhinya namun demikian, adat itu sendiri sebagai suatu aturan
hidup tidaklah bersifat kaku, bahkan sebagian dari ketentuan adat itu mempunyai
daya lentur yang sangat tinggi.
Sifat dasar dari adat minang itu
sesuai pepatah adat adalah sebagai berikut
-
Adat berbahul sentak
Syarak bebahul mati
Buhue artinya simpul
atau ikatan, sedangkan “sintak” atau “sentak “ artinya mudah dilonggarkan atau dikencangkan.
Buhue sintak artinya
ikatan adat merupakan suatu ikitan yang dapat di buka untuk menerima perkembangan baru yang sesuai dengan
pertimbangan alue dan patuik menurut logika orang minang.sebaliknya dapat pula
lebih dikencangkan atau diperketat terhadap sesuatu aturan adat yang mulai
longgar, sesuia bunyi pepatah “ nan buruak dibuang jo entong,nan elok dipakai
jo mufakat”.
Disini dapat dilihat bahwa adat minang mempunyai daya lentur
yang luar biasa. Inilah sebenarnya salah satu kunci kenapa adat minang dapat
bertahan hidup berabad-abad lamanya . namun, perlu dicatat bahwa daya lentur
adat itu tidak sama. Hal ini sesuai dengan klasifikasi adat minang itu sendiri
yang berbagi menjadi empat tingkat:
-
Adat yang sebenarnya adat
-
Adat yang diadatkan
-
Adat yang teradat
-
Adat-istiadat
Dari deretan diatas dapat dilihat bahwa daya lentur yang
paling tinggi atau dengan kata lain, adat yang paling mudah berubah adalah adat
yang terlekak paling bawah yaitu “ adat-istiadat”, sedangkan yang paling rendah
daya lenturnya, Dalam arti kata adat yang paling sulit untuk berubah. Kalau
sampai di ubah, maka “ keseluruhan “ bangunan adat itu akan runtuh terutama
yang nomor teratas yaitu “ adat nan sabana adat”.
Adat na sabana adat inilah yang menurut pepatah adat
disebutkan
-
Adat yang tidak akan kering karena panas
Yang tak akan lapuk karena hujan
Paling-paling berlumut kerena cendawan
Inilah sifat adat minang yang perlu diperhatikan untuk lebih
dapat memahami nilai-nilai adat minang
2.Tingkat
tinggi adat minang
Dengan memperhatikan daya lentur ketentuan adat minang maka
ketentuan adat minang dapat diklasifikasikan kedalam empat tingkat sebagai
berikut.
(A)
Adat nan sabana adat
Yang dimaksud dengan “adat nan
sabana adat “ adalah aturan pokok dan falsafah yang mendasari kehidupan suku
minang yang berlaku turun-temurun tanpa terpengaruh oleh tempat, waktu, dan
keadaan sebagaimana dikiaskan dalam kata-kata adat:
Adat yang tidak akan kering karena
panas
Yang tak akan lapuk karena hujan
Paling-paling berlumut karena
cendawan
Adat nan sabana adat ini merupakan
undang-undang dasar adat minang yang tidak boleh diubah
Adat nan sabana adat ini pada
dasarnya berlaku umum diseantero ranah minang, baik diluhak na tigo maupun di
rantau.
Yang dimaksud dalam adat nan sabana
adat ini:
-
Silsilah keturunan menurut garis ibu yang lazim
disebutkan garis keturunan matrilineal.
-
Perkawinan dengan pihak luar pesukuan yang lazim
dikenal dengan tata perkawinan eksogami dan suami bertempat tinggal dalam
lingkungan kerabat istri yang disebut “matrilocal”
-
Harta pusaka tinggi yang turun-menurun menurut
garis ibu dan menjadikan milik bersama “ sajurai” yang tidak boleh diperjual
belikan kecuali punah.
-
Falsafah alam takambang jadi guru dijadikan
landasan utama pendidikan alamiyah dan rasioanal serta menolak pendidikan
mistik dan irrasional
ke empat hal tersebut di
atas,menurut kami termaksud dalam klasifikasi adat na sabana adat yang daya
lenturnya sangat kuat dan sulit digyahkan. Namun, kalau sampai goyah,seluruh
adat minang pun akan runtuh karena keempat hal tersebut diatas “tonggak tuonya
adat minang”
(b) adat nan teradat
Yaitu dimaksud dengan “adat nan teradat ”
adalah kebiasaan seseorang dalam kehidupan masyarakat yang boleh ditambah atau
dikurangi dan bahkan boleh ditinggalkan, selama tidak menyalahi landasan
berfikir orang minang yaitu alue, patuik, raso-pareso, anggo tango, dan
musyawarah.
Adat nan ini dengan sendirinya menyangkt
pengaturan tingkah laku dan kebiasaan pribadi orang perorangan seperti tata
cara berpakaian, makan,minum, dan seterusnya .
Dahulu misalnya para pemuda di kampong
biasa memakai kaian sarung, kini sudah terbiasa memakai celana ala eropa,malah
sudah biasa dengan blue jean-nya.
Dulu setiap muslim minag pulang haji
memakai sorban.sekarang sudah biasa memakai pei, malah sering tanpa tutup
kepala.
Dulu orang minang biasa makan dengan tangan
telanjang, kini sudah biasa memakai sendok garpu ala amerika.perubahan tata
cara ini dianggap tidak melanggar adat.
(c) adat nan adatkan
Yang dimaksud dengan “ adat nan diadatkan”
adalah peraturan setempat yang telah diambil dengan kata mufakat ataupun
kebiasaan yang telah diambil dengan kata mufakat ataupun kebiasaan yang sudah
berlaku umum dalam suatu nagari.
Perubahan atas peraturan setempat ini hanya
dapat dilakukan dengan permufakatan pihat-pihak yang tersangkut dengan
peraturan itu, sesuai dengan pepatah “nan elok dipakai jo mufakat, nan buruak
dibuang jo entongan,adat lebih dek bakari-lahan”
Adat nan diadatkan ini dengan sendirinya
hanya berlaku dalam satu nagari saja dan tak boleh dengan sendirinya hanya
berlaku umumnya di nagari lain
Yang termaksud dalam adat nan diadatkan
ini, antara lain mengenai tata cara, syarat, serta upacara perkawinan yang
berlaku dalam tiap-tiap nagari.
(d) adat-istiadat
Yang dimaksud dengan “ adat-istiadat”
adalah aneka kelaziman dalam suatu nagari yang mengikuti pasang naik dan pasang
surut situasi masyarakat. Kelaziman ini pada umumnya menyangkut
pengenjawantahan unjuk rasa seni budaya masyarakat, seperti acara-acara
keramaian anak nagari, seperti pertunjukan randai,saluang, rebab, tari-tarian
dan aneka kesenian yang dihubungkan dengan upacara perhelatan perkawinan,
puntiang penghulu maupun untuk menghormati kedatangan tamu agung.
Kebanyakan adat sopan santun dan basa basi
serta tatakrama pergaulan termaksud dalam klasifikasi adat-istiadat ini.
Adat-istiadat semacam ini sangat tergantung
pada situasi social ekonomi masyarakat. Bila sedang panen baik, biasanya
pelaksanaan acara megah meriah, begitu pula bila keadaan sebaliknya.
Dismping pembagian empat tingkat adat
diatas, masih ada satu pengaturan adat yang bersifat khusus dan merupakan ketentuan
yang berlaku umum, baik di ranah maupun dirantau. Pengaturan itu adalah apa
yang dikenal dengan “limbago nan sapuluah” yang menjadi dasar dari hukum adat
minag.
Yang termaksud dalam “limbago nan sapuluah”
ini adalah “cupak nan duo”,” undangnan ampek”, dan “kato nan ampek” yang
menjadi patokan hukum yang berlaku di seantero ranah minang.