Sistem
Ekonomi Suku Gayo
Sistem mata pencaharian
Orang Gayo,
kehidupan masyarakat di hutan atau pegunungan dipaksa untuk mengolah tanah
sebagai sumber mata pencahariannya, seperti mengolah tanah untuk menanam padi,
berkebun, dan berburu hewan untuk lauknya disamping menangkap ikan di danau,
sungai dan parit, oleh sebab itu di Gayo banyak jenis peralatan yang diciptakan
untuk membantu kegiatan tersebut.
Topografi alam
yang berlembah lembah, berbukit-bukit dengan hamparan kopi. Mayoritas penduduk
bermata pencaharian sebagai petani kopi, peternak, palawija, home industri,
nelayan dan pedagang. Menurut Mahmud Ibrahim (2007:60) Yang menonjol di dataran
tinggi Gayo adalah perkebunan kopi yang sangat bagus, juga didukung dengan
tanah yang subur dan udara yang sejuk. Dataran tinggi Gayo merupakan penghasil
kopi terbesar diprovinsi Aceh, rata-rata kopi yang dihasilkan diekspor keluar negeri
seperti Jepang, Jerman, singapura, Malaysia, Amerika, dan Belanda .
Dataran tinggi
Gayo juga terkenal dengan hasil palawijanya yang mengisi semua sektor pasar di
provinsi Aceh, rata-rata hasil palawija yang dihasilkan dikirim ke ibukota
provinsi untuk menunjang kebutuhan masyarakat perkotaan. Dataran tinggi Gayo
memiliki berbagai potensi yang dikembangkan masyarakat, ini tergantung pada
tempat dan kondisinya, karena tidak semua lahan yang ada dataran tinggi Gayo
dapat ditanam perkebunan kopi, ada beberapa sektor yang dipakai sebagai tempat
untuk berternak, seperti daerah Isak, Lingge, dan Lumut di kecamatan Isak,
mayoritas penduduk disini mengembala ternak, seperti, kerbau, sapi, domba,
biri-biri, dan kambing.
Sektor
pariwisata, di dataran tinggi Gayo mempunyai danau laut tawar, pantai menye,
goa putri pukes, legenda loyang Datu, makam Reje Lingge, home industri, air
terjun, pantan terong, kuliner belum lagi di daerah kabupaten Bener Meriah,
Gayo Lues dan lainnya. Objek wisata ini juga merupakan penunjang mata
pencaharian masyarakat sekitar.
Mata
pencaharian yang berkembang di tanah Gayo memiliki keragaman. Sebab banyak
sektor yang dapat dijadikan lahan pekerjaan yang menguntungkan. Berikut ini
merupakan mata pencaharian masyarakat suku Gayo :
A.
Mendulang emas
Di pedalaman
Gayo Lues, di desa Sangir dan Paluh, penduduknya pernah mendulang emas. Yang
dalam pencuciannya mereka menggunakan wadah yang terbuat dari kayu. Di daerah
kampung penampakan, penggalangan, bukit, kute lintang, pria dan wanitanya dapat
mencari emas. Bisanya laki-laki hanya
mendulang emas pada musim lueh belang. Sedangkan wanita dapat melakukannya
kapan saja sepanjang tahun. Bagi masyarakat Suku Gayo, mendulang emas belumlah menjadi
pekerjaan yang menguntungkan. Mereka melakukan pekerjaan ini karena tidak
memiliki pekerjaan lain. Berkaitan dengan pekerjaan ini beredarlah
kepercayaan-kepercayaan yang membayangi penduduk. Bila seseorang berhati jelek
maka orang tersebut tidak akan mendpatkan emas. Jika menemukan tempat
pendulangan baru, mereka pun harus melakukan kenduri. Selanjutnya meminta izin
pemilik tempat dan yang terdiri dari empat unsur yakni tanoh, wih, rara, kuyu
(tanah, air, api, dan angin atau udara). Keempat unsur ini harus dimuliakan.
Dalam menimbang emas mereka menggunakan biji beras sebagai anak timbangannya.
Karena jumlah emas di daerah Gayo sedikit menyebabkan harga emas tersebut
menjulang tinggi.
B.
Berdagang hasil hutan
Pemanfaatan
hasil hutan yang dilakukan oleh masyarakat Gayo semata-mata hanya untuk
memenuhi kebutuhan sehari-hari. Hasil hutan yang biasa mereka jual adalah kayu
api, bambu, rotan, damar. Jenis rotan yang biasa dijumpai adalah we pedih atau
we lilin (merupakan jenis rotan untuk pengikat), we jernang, we lama, we pukuh
atau kukuh, we ris, we nange, we sensim (digunakan untuk menyemat atap atau
mengikat pagar), we sidem, we ketol, we radang, we silah, we udang, dan we
benang. Rotan yang disalurkan ke pesisir pantai adalah we sege. Pekerjaan yang
menguntungkan dalam berdagang hasil hutan adalah mengumpulkan getah. Orang kaya
Gayo menjadikan getah ini seperti objek mencari emas. Sebab mengumpulkan getah
ini bukanlah pekerjaan yang mudah. Mula-mula mencari terlebih dahulu batangnya,
menakik, dan memilih antara keempat macam jenisnya sampai menampung getahnya.
Karena banyaknya pohon yang ada di hutan, menyebabkan semakin bervarasinya
nama-nama getah yang di ambil. Selain itu dengan nama-nama getah tersebut dapat
dibedakan harga jualnya.
C.
Petani
Semua masyarakat
Gayo pada intinya bermata pencaharian petani. Jabatan-jabatan yang disandang
saat ini, hanyalah pekerjaan sampingan. Merawat dan menjaga tanah sawah mereka
melebihi apa yang telah dilakukan masyarakat di Aceh. Mereka yang kelebihan
uang, mula-mulanya memperbanyak tanah sawah dengan cara membeli, menggadai atau
membuka lahan baru. Kemudian barulah mereka membeli kerbau. Untuk pengerjaannya
orang kaya tersebut dapat memanfaatkan tenaga anak-anak dari saudara mereka
yang belum nikah. Menurut orang Gayo,
pekerjaan bertani bukanlah pekerjaan yang hina. Hampir di seluru tanah Gayo
orang sudah menanam padi di sawah untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Sawah
merupakan dasar pokok dalam penentuan kesejahteraan penduduk di seluruh tanah
Gayo.
D.
Mengaduk mesiu
Orang yang
bekerja mengaduk mesiu disebut sebagai guru
nyabung ubet. Bahan dasar dari pembuatan mesiu adalah garam (sire), arang
kayu, belerang yang diaduk menjadi satu. Orang yang terkenal akan pekerjaan
mengaduk ubet adalah orang alas dan orang batak karo. Cara pembuatan mesiu
dapat dikatakan sederhana. Mula-mula garam diaduk dengan tanah yang telah
bercampur dengan kotoran yang terdapat di bawah rumah tua. Kemudian bahan
tersebut dimasak lalu disaring. Karang kayu yang baik didapat dari orang kayu
abang-abang, seupik, atau geluni. Belerang yang terdapat di Gayo Lues didapat
dari gunung lesten. Kemudian bahan tersebut diaduk menjadi empat bagian
salpeter dengan satu bagian arang kayu dan satu bagian belerang, ditumbuk jadi
satu lalu disaring dan dijemur sampai kering. Adukan yang benar-benar kering
bisa bertahan sampai satu tahun.
E.
Pengukir
Pekerjaan
ukir-mengukir tidak banyak dikerjakan di tanah Gayo. Pengukir Gayo
kadang-kadang menjadikan berbagai media untuk mengukir. Seperti halnya mengukir
di atas balok papan, tangga, pintu-pintu rumah yang terbuat dari kayu.
F.
Penjahit
Penjahit di
tanah Gayo belum ditekuni sebagai pekerjaan sehari-hari. Para penjahit di suku
Gayo kebanyakan adalah laki-laki. Sehingga tidak heran keahlian dalam membordir
pun sepenuhnya dikerjakan oleh laki-laki.
G.
Peternak
Mata pencaharian
ini banyak yang dilakukan masyarakat Suku Gayo. Mereka memanfaatkan hewan ini
sebagai pembantu utama dalam mengerjakan tanah pertanian, dan dagingnya
dijadikan barang dagangan yang membawa keuntungan besar untuk mereka. Ternak
yang biasa dipelihara masyarakat suku Gayo adalah kerbau (koro). Dalam pemeliharaannya, pada malam hari kerbau harus
dinyalakan api. Hal ini merupakan cara untuk mengumpulkan kerbau-kerbau dan
dengan sendirinya kerbau tersebut tidur mengelilingi api yang telah dinyalakan.
Namun tidak hanya dengan cara tersebut, ada pula ternak-ternak yang dimasukkan
ke dalam kandang. Selama musim sawah, ternak-ternak d jaga jangan sampai
memasuki area persawahan. Dan barulah setelah selesai panen, ternak tersebut
dibiarkan merumput. Masyarakat Gayo mengharapkan dengan merumputnya kerbau
tersebut memberikan sisi lain yang menguntungkan dari kotorannya. Kotoran dari kerbau tersebut dapat dijadikan sebagai
pupuk.
Dari masyarakat
Gayo sendiri, tidak ada usaha sama sekali untuk mengembangbiakkan ternaknya dan
upaya perbaikan mutu keturunan. Pengebirian hanya dilakukan pada kambing agar
menjadi gemuk. Di tanah Gayo ini sapi tidak banyak diternakkan sebab sapi tidak
begitu suka makan rumput di daerah pegunungan. Selain itu susunya pun jarang
diperah dan dagingnya pun kurang diminati masyarakat Gayo.
Selain kerbau,
kuda juga merupakan salah satu hewan yang di ternakkan oleh masyarakat suku
Gayo. Kuda tersebut banyak digunakan untuk mengunjungi tempat-tempat yang jauh,
digunakan untuk membawa padi dari sawah bila sawah tersebut letaknya jauh dari
rumah, dan kebanyakan dari mereka bertenak kuda hanya untuk di jual.
- Komoditi Utama suku Gayo
Kopi Gayo |
Kopi Gayo (Gayo Coffee) merupakan salah satu
komoditi unggulan yang berasal dari Dataran Tinggi Gayo. Perkebunan Kopi yang
telah dikembangkan sejak tahun 1926 ini tumbuh subur di Kabupaten Bener Meriah
dan Aceh Tengah. Kedua daerah yang berada di ketinggian 1200 m dpl tersebut
memiliki perkebunan kopi terluas di Indonesia, yaitu seluas 73.782 hektar. Kopi
Gayo telah terkenal sampai ke manca negara. Mayoritas masyarakat Suku Gayo yang
mendiami kedua kabupaten ini berprofesi sebagai Petani Kopi. Varietas Arabika
mendominasi jenis Kopi yang dikembangkan oleh para petani Kopi Gayo.
Di pasaran kopi dunia, kopi Arabika sejak lama telah
dikenal dengan sebutan Sumatera Mandailing/Lintong Coffee. Dan akhir-akhir ini
kopi Aceh Tengah telah dijual dengan nama Gayo Mountain. Beberapa kalangan
bahkan menilai kopi dari daerah ini memiliki kualitas tertinggi di dunia.
Sumber
: Hurgronje, C. Snouck.1996.Gayo Masyarakat dan Kebudayaannya awal abad
ke-20.Jakarta:Balai Pustaka
http://sumpek.wordpress.com/tag/kopi-gayo/
http://ansar-senibudaya.blogspot.com/
http://www.lintasgayo.com
Sangat tidak membantu
Sorry dibajak temen hahaha
Tapi boong