Sistem
Teknologi Suku Gayo
ü Perumahan penduduk
Letak
rumah Gayo biasanya membujur dari timur ke barat, dan letak tangga yang menuju
pintu masuk juga biasanya dari arah timur atau utara. Rumah yang dianggap
normal letaknya, dibangun timur-barat disebut bujur, dan bila letaknya
utara-selatan disebut lintang. Jika tidak sama sekali mengikuti arah mata angin
maka rumah seperti ini disebut sirung
gunting. Semua perkayuan yang dipakai seperti pada balok penyangga dari
tiang ke tiang disusun pangkal sesama pangkal, di pasang di arah pintu masuk
arah ke lepo dan anyung sebelah timur, sedangkan bagian ujung kayu di letakkan
ke arah barat. Inilah sebabnya rumah di tanah Gayo terdapat sebutan bagian ralik (pangkal), ujung (ujung), dan lah
(tengah).
- Umah Edet Pitu Ruang
Rumah Adat Tujuh Ruang |
Beberapa bagian lantai rumah adat tersebut sudah mulai lapuk. Begitu juga
dengan 27 tiang penyangga dari kayu pilihan dan diukir dengan pahatan kerawang Gayo sudah mulai bergeser dan tidak lagi
tegak lurus. Beberapa batu gunung dipakai sebagai alas tiang utama agar posisi
rumah tetap stabil. Beberapa warga (Petua Kampung) Toeren tersebut mengatakan
saat kami wawancarai, Rumah adat Umah Pitu Ruang Toweren memang dibuat dari
kayu pilihan. Diameter tiang penyangganya pun seukuran dekapan dewasa. Tidak
diketahui tahun berapa rumah itu dibangun, tetapi menurut cerita, bangunannya
sudah berdiri sebelum kolonial Belanda masuk ke Dataran Tinggi Gayo.
Umah Edet Pitu Ruang Gayo tersebut tidak mengunakan paku, tetapi dipasak
dengan kayu dan bermacam-macam ukiran di setiap kayu. Ukiran
tersebut bentuk nya berbeda-beda, ada yang berbentuk hewan dan ada yang
berbetuk seni kerawang Gayo yang di pahat khusus. Walaupun tidak mengunakan
paku tapi kekuatan rumah adat pitu ruang tersebut sangatlah kuat apalagi bahan
kayu yang sangat bermutu pada zaman duhulu, tetapi bagaimana pun kuatnya tanpa
adanya perawatan bangunan tersebut akan roboh dengan sendirinya di makan zaman.
Luas Umah Edet Pitu Ruang itu, panjangnya 9 meter dengan lebar 12 meter.
Berbentuk rumah panggung dengan lima anak tangga, menghadap utara. Sementara di
dalamnya terdapat empat buah kamar. Selain empat kamar, ada dua lepo atau ruang
bebas di arah timur dan barat.
Semua sambungan memakai ciri khas tersendiri menggunakan pasak kayu. Hampir
semua bagian sisi dipakai ukiran kerawang yang dipahat, dengan berbagai motif,
seperti puter tali dan sebagainya. Di tengah ukiran kerawang terdapat ukiran
berbentuk ayam dan ikan yang melambangkan kemuliaan dan kesejahteraan.
Sementara ukiran naga merupakan lambang kekuatan, kekuasaan dan kharisma.
Peninggalan Raja Baluntara, bukan hanya bangunan tua yang bertengger usang di
Kampung Toweren Uken, tetapi aset bersejarah lain masih tersimpan rapi oleh
pihak keluarga seperti Bawar. Bawar adalah sebuah tanda kerajaan yang
diberikan oleh Sultan Aceh kepada Raja Baluntara.
Selain Bawar yang masih disimpan oleh keluarga keturunan raja itu, ada
piring, pedang, cerka dan sejumlah barang peninggalan yang sangat bersejarah.
Di belakang rumah adat tersebut dahulunya ada rumah dapur di bagian Selatan
yang ukurannya sama dengan ruang utama yang berukuran 9 x 12. Ruangan dimaksud
telah hancur. Selain itu, juga ada mersah, kolam dan roda, alat penumbuk padi
dengan kekuatan air yang semuanya juga sudah musnah. Sekeliling rumah pitu
ruang tersebut pada tahun 1990 dubuat pagar kawat oleh Suaka Sejarah dan
Peninggalan Purbakala Banda Aceh tahun, kini rumah itu tidak lagi di tempati
oleh keluarga reje baluntara.
- Pakaian
Pakaian perempuan sehari-hari di tanah Gayo adalah Upuh pawak, yaitu kan
pinggang yang dililiti lagi dengan sepotong kain stagen yang khusus ditenun
bernama ketawak, sepotong baju yang hampir seluruhnya berwarna hitam (upuh
item) sama dengan yang dipakai di aceh, kadang-kadang ada hiasan bunga-bunga
dan bis-bis dari benang putih, ditambah dengan kombinasi kain selendang atau
kain lepas bernama upuh ules. Berlainan dengan di Aceh, perempuan gayo tidak
memakai celana. Penenun disini hanya membuat upuh pawak, ketawak, dan upuh
ules. Untuk kain yang jenis terakhir ini perempuan Gayo yang lebih suka mrah demilih
kain yang berwarna dasarnya hitam. Kalo berada di gayo lues, pada kesempatan
tertentu, sering meneun sendiri upuh kio,dan upuh umut sebagai kain selendang.
Pakaian lelaki tidak ada yang ditenun, hanya celana atau upuh pinggang
saja. Baik di danau atau deret, pakaian mereka hampir tidak teredakan dengan
pakaian lelaki aceh. Di Gayo Lues ada bentuk seragam, tetapi kalau celana (seruel)
upuh pinggang, baju, biaasanya baju kurung, yang hanya pada lehernya terbuka,
atau baju belah dede yang terbuka pada bagian dada, seperti bentuk baju jas
yang dikenakan orang-orang barat ( baju kut) dilengkapi tutup kepala (bulang),
terbuat dari tenunan luar negeri. Semua kain putih dan hitam serta kain cetakan
lainnya banyak dimasukkan dari luar daerah. Pada hari-hari pesta, orang-orang
Gayo memakai celana dan kain model aceh.
Satu-satunya perangkat pakaian khas lelaki Gayo adalah baju warna hitam
yang dibordir berbunga-bunga dengan benang putih, ikat kepala (kriol) yang
dipinggirnya di beri bis dengan kasap, dilengkapi dengan senjata (terutama amarsemu
dan luju ulang). Senjata ini bila di daerah gayo lues masih termasuk dalam
perlengkapan utama. Penduduk daerah ini sangat gemar perang disaat genting
mereka memakai pakaian jenis kimono hitam dengan senjata tanpa sarung. Baju jenis
ini disebut (baju gus).
- Pakaian pernikahan suku Gayo
pakaian adat pernikahan |
Kedua lengan sampai ujung jari dihiasi dengan
bermacam-macam gelang seperti ikel, gelang iok, gelang puntu, gelang berapit,
gelang bulet, gelang beramur, topong, dan beberapa macam cincin sensim belah
keramil, sensim genta, sensim patah paku, sensim belilit, sensim keselan,
sensim ku I. Bagian pinggang selain ikat pinggang dari kain ketawak, masih ada
tali pinggang berupa rantai genit rante; clan di bagian pergelangan kaki ada
gelang kaki. Unsur busana lain yang sangat penting adalah upuh ulen-ulen
selendang dengan ukuran relatif lebar.
Pengantin pria mengenakan bulang pengkah, yang
sekaligus berfungsi tempat menancapkan sunting. Unsur lain adalah baju putih, tangang,
untaian gelang pada lengan, cincin, kain sarung, genit rante, celana, ponok
yakni semacam keris yang diselipkan di pinggang.
- Masakan khas suku Gayo
·
Masam Jaeng
·
Gutel
·
Lepat
·
Pulut Bekuah
·
Cecah
·
Pengat
- Kerajinan tangan
1.
Anyaman
Kerajinan menganyam biasanya dibuat oleh para wanita
Gaoy. Kerajinan anyamannya lebih diutamakan pada berbagai tempat duduk tikar
dan anyaman yang digunakan untuk tempat menyimpan beras, perkakas sirih, dan
bermacam barang lainnya. Bahan baku dari anyaman ini bervariasi tergantung pada
halus atau kasarnya pemesanan. Bahan dasar anyaman biasa terbuat dari daun
pandan. Pekerjaan menganyam bagi perempuan Gayo hanyalah sebagai pengisi waktu.
2. Keramik
Kerajinan tanah liat dinamakan nepa yang artinya
meratakan tanah liat dengan kayu tipis dengan menggunakan landasan batu (atu
giling). Tidak banyak wanita gayo yang mampu membuat keramik sehalus yang
dikehendakinya. Benda yang biasa dibuat dalam kerajinan ini adalah: kuren,
belanga, capah dan keni, cerek, buyung. Setelah bentuk keramik telah selesai,
maka keramik siap untuk dibakar.
- Pekerjaan pertukangan
Pekerjaan
pertukangan ini hanya dilakukan oleh laki-laki saja. Pekerjaan pertukangan di
tanah Gayo terbagi menjadi tukang besi dan tukang mas dan perak. Tukang besi
memiliki perkakas seperti martil, tang, landasan. Tukang besi membuat alat-alat
yang diperlukan para petani untuk mengolah tanah. Selain itu tukang besi
memiliki kemampuan juga dalam pembuatan senjata kasar seperti mata ni nengel (mata luku), jelbang (cangkul), peti (skop), paranga
dan sebagainya. Tukang emas dan perak dapat membuat alat perkakasnya sendiri. Perkakasnya
terdiri dari tukul, senepit, pat-pat kecil, dan lenesen.
Sumber: Hurgronje, C. Snouck.1996.Gayo Masyarakat dan
Kebudayaannya awal abad ke-20.Jakarta:Balai Pustaka
http://000gayo.blogspot.com
http://id.wikipedia.org/wiki/Busana_Adat_Gayo
http://id.wikipedia.org/wiki/Suku_Gayo
nice .. sejauh ini belum banyak orang mengetahui adanya suku gayo di wilayah aceh ,namun dengan adanya tulisan ini setidaknya beberapa orang kembali lagi dipertemukan dengan salah satu adat indonesia yang sangat unik dan penting untuk dapat terus dilestarikan .